"Kau..."
"Selamat malam Yang Mulia," dia tersenyum lebar. Di depanku saat ini adalah Eroz, si malaikat maut yang tiba-tiba muncul di depanku tiga tahun yang lalu. Kali ini dia lebih terlihat seperti malaikat dengan sayap besarnya.
"Eroz... Kenapa kau...."
"Eits! Tunggu sebentar, kau tidak boleh banyak bicara dulu, nanti malah makin sakit loh". Eroz dengan lancangnya masuk ke dalam kamarku lalu duduk di atas kursi seenaknya. "Aku tak akan lama-lama di sini, jadi jika ada yang ingin kau tanyakan langsung aja ke intinya".
"Eroz, kenapa rasa sakit ini malah justru semakin terasa sakit setelah dua minggu tidak terasa?" Tanyaku. Aku meremas dada kiriku lalu memandang kesal ke arah lantai kamar yang beralaskan tatami. "Apa benar aku dikutuk?"
Malaikat maut itu berpikir sejenak sebelum akhirnya angkat suara. "Hmm... Mungkin bisa dibilang iya?"
"Jadi benar aku dikutuk?!"
"Santai dulu, dengarkan ucapanku sampai selesai!" Eroz memperbaiki posisi duduknya. Dia duduk tegak menghadap ke arahku. "Sebagai orang yang mempercayai dewa, apakah kau percaya dengan istilah reinkarnasi?"
"Reinkarnasi? Aku saja bukan umat yang taat untuk dewaku, bagaimana bisa aku percaya dengan hal semacam itu?" Ucapku. Reinkarnasi? Sungguh bodoh sekali, mana ada yang namanya reinkarnasi. Lagi pula, dewa yang sudah meninggalkan para manusia tidak bisa lagi kupercaya.
"Memang benar sih, reinkarnasi itu memang tidak ada," begitulah katanya. Aku tertegun, jika dia sendiri yang mengatakan itu, kenapa dia bertanya aku percaya atau tidak? Eroz melirik ke arahku dan tersenyum miring. "Apa-apaan ekspresi itu? Kau berharap kalau itu nyata?"
"Apa maksudmu?"
"Ayolah, aku tahu kau berharap reinkarnasi itu nyata sehingga ada kemungkinan kau bertemu dengan orang bernama Jill itu," katanya. Malaikat maut itu tiba-tiba saja mengucapkan nama Jill, padahal aku tak pernah mengatakan apapun tentang dirinya. Bagaimana dia bisa tahu? Aku menatap aneh kepadanya, kebingungan namun penasaran. "Kaze, biar kuceritakan sebuah dongeng lama dari 200 tahun yang lalu".
"Tadi reinkarnasi sekarang dongeng? Sudah cukup aku mendengarkan omong kosong darimu, Eroz."
"Sudahlah dengarkan dulu". Eroz mengangkat tangannya, sebuah cahaya menyelimuti tubuhku. Saat dia menggerakkan tangannya ke arah kasur, saat itu pula tubuhku terangkat lalu terbang ke arah yang sama. "Duduk manis dan jangan banyak bicara".
***
"Mari kita mulai sebuah dongeng yang berumur 200 tahun lamanya...
200 tahun yang lalu, hiduplah seorang gadis yang berasal dari keluarga konglomerat. Gadis ini memiliki seorang teman masa kecil yang merupakan bangsawan negara asing. Mereka adalah sahabat kala itu, namun sepertinya masing-masing dari mereka menganggap hal yang berbeda. Sang gadis diam-diam memendam rasa sedangkan bangsawan itu memiliki ambisi yang berbeda. Sang bangsawan berambisi merebut tahta kerajaan negeri asalnya, karena ambisinya inilah mereka berpisah.
Kehidupan sang gadis memburuk kala itu. Sampai pada suatu hari, terjadi tragedi pembunuhan di rumahnya yang menewaskan kakak laki-laki dan ayahnya. Benar, hanya dia seorang yang selamat. Dia yang tumbuh di keluarga mysoginist pada akhirnya tumbuh menjadi seseorang yang membenci laki-laki, setelah pembunuhan itu dia semakin benci laki-laki. Baginya, mereka hanyalah sesuatu yang akan datang dan pergi seenaknya."
"Tebak apa yang terjadi selanjutnya."
"Dia menjadi pembunuh berantai paling terkenal di Rusia. Dialah Jill The Reaper, pembunuh berdarah dingin yang membunuh dengan dasar kebenciannya akan laki-laki. Sekian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Vermillion Dawn : Takdir Tinta Merah
Ficção AdolescenteYamamoto Kaze, itulah namaku, golongan darah biru yang sesungguhnya, justru dikenal sebagai pangeran palsu dari kerajaan yang hancur, semata karena kekuatanku ini. Hatiku selalu gundah, sakit rasanya, entah sudah berapa lama kurasakan rasa sakit ini...