Putus?

967 137 54
                                    

Jangan harap semenjak kejadian di laut waktu itu, keduanya semakin dekat, tidak, malah yang ada jarak keduanya semakin renggang. Ini yang salah siapa sih sebenarnya, Ilham atau Haikal?. Yang jelas keduanya merasa bersalah akibat apa yang mereka lakukan waktu itu. Semenjak pulang dari pantai, keduanya sedikit menjaga jarak satu sama lain. Haikal yang mencoba mengajak ngobrol Ilham, selalu saja Ilham melengos begitu saja. Sebenarnya Ilham juga pingin menjelaskan tindakannya kemarin, cuma ngga tau aja, mulutnya kayak merasa dikunci. Perasaannya lebih ngga sanggup kalau harus melihat Haikal yang merasa bersalah dan mencoba berbicara akan kejadian kemarin. Setiap Haikal tanya maksud dari ciuman mereka itu apa, Ilham hanya bilang maaf atas perbuatannya yang membuat Haikal salah faham. Kan bgst.

"Kamu ngapain di situ?!, Minggir sana!, Itu dicari Kinan!". Bu Asri mengintrupsi Ilham yang berdiri sambil mengintip di balik pintu dapur. Bu Asri menyusul Haikal yang masih berkutat dengan adonan-adonan di depannya.

Perasaan Haikal benar-benar hancur. Dia benar-benar merasa bersalah akan sikapnya yang menerima begitu saja tindakan Ilham waktu itu. Dia merasa bersalah pada Kinan. Haikal yang berharap perasaannya tak diketahui oleh Ilham, tapi sekarang Ilham mengetahuinya. Harusnya dia tidak menerima begitu saja tindakan Ilham, harusnya dia bisa menolak. Harusnya dia juga mikirin sosok lain yang sudah mengisi hatinya.

"Kalo sudah langsung masukin ke loyang ya". Haikal hanya mengikuti perintah Bu Asri aja, tanpa adanya jawaban dari mulutnya. Bu Asri jadi curiga sama anak majikannya ini, dari tadi malam mukanya kelihatan murung terus. Ngga seperti Haikal yang ia kenal. "Kal?". Haikal hanya menoleh ke Bu Asri dengan pandangan datar. "Kamu kalo capek istirahat aja, ndak usah bantuin ibu dulu".

"Gapapa Bu".

"Kalo ndak papa kenapa adonannya dimasukin ke kulkas?", Haikal gelagapan dan merasa salah akan tindakannya, Haikal buru-buru mengeluarkan adonan itu dari kulkas dan beralih dimasukannya ke dalam oven. "Aduh! Maaf Bu gatau, lupa!, Aduh maaf maaf maaf!" Muka Paniknya membuat Bu Asri menahan diri untuk tidak tertawa.

"Udah istirahat aja sana, lagian pesanan ibu ndak banyak-banyak banget, bisa ibu sendiri ini".

"Maaf ya Bu". Sambil memohon dengan muka yang benar-benar bersalah. "Kamu tu mikirin apa to?"

"Ndak mikirin apa-apa, cuma ya- bener sih kata ibu tadi, kayaknya aku lagi capek habis dari pantai  kemarin". Sepertinya ada yang disembunyikan oleh Haikal.

Bu Asri melanjutkan pekerjaan Haikal yang belum selesai. Mengamati muka cantik itu yang di taruh di atas meja dengan tangan yang menjadi tumpuannya. Sambil mainin hp nya, bu Asri iseng bertanya pada anak majikannya yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri. "Ndak ada yang mau kamu ceritain ke ibu?".

"Cerita apa?". Bu Asri meletakan peralatan masaknya, duduk di samping Haikal, dan menyuruh Haikal untuk duduk tegap menghadap ke arahnya.

"Ibu tau kamu suka murung akhir-akhir ini, suka di kamar terus akhir-akhir ini, itu kenapa coba kalo bukan lagi ada masalah?, kamu mau diam aja biar ibu Ndak tau, ibu tau nak. Apa ada kaitannya sama Ilham yang pingin pindah ke rumah belakang?".

Deg

Haikal berharap Bu Asri jangan sampai tahu perasaannya yang menaruh harapan besar kepada anak semata wayangnya. "Aku gapapa kok Bu".

Bu Asri tau. Perasaannya mengarah kesitu terus. Cuma ia hanya ingin keduanya berbicara sendiri secara jujur tanpa adanya suruhan.

"Mas mu kenapa?, Mas mu buat masalah sama kamu?". Haikal kalau sudah mendengar Bu Asri menyebut Ilham dengan embel-embel mas, udah ngga tahan lagi perasaannya. Kayak rasanya Haikal hanya pantas jadi adiknya Ilham aja. Pingin nangis, pingin ngomong jujur sama Bu Asri tentang perasaannya. Tapi dia ngga mau semuanya hancur karena pengakuannya.

Sesuatu di Jogja [HeeSun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang