Gadis berambut sebahu itu tengah sibuk melayani para pembeli bunga pada hari ini, ia sengaja datang lebih pagi agar bisa membantu ibunya.
"Mbak? Bunga tulip putih ini berapa harganya?" calon pembeli bertanya pada gadis bernama Wulan anak pemilik toko ini.
Wulan masih belum bisa menggubris calon pembelinya. Lantaran, masih sibuk melayani pelanggan lain.
Raut wajah pria dengan aksen tegas ini mulai kesal, karena dirinya tidak digubris sedikit pun oleh pemilik toko bunga itu.
"Mbak?"
"Iya sebentar ya Mas," Wulan kembali beralih pada yang lain, tentu saja hal itu semakin membuat pria itu kesal padanya.
Kesal pada pemilik toko Aldrik mencoba berkeliling melihat-lihat bunga yang berjejer di etalase toko tersebut.
Tidak tahu dengan peraturan toko bunga itu Aldrik main ambil bunga yang ingin dia pesan.
"Anda mau ngapain main masuk sembarangan area toko ini, ini bagian dalam dari toko enggak boleh ada pengunjung memasukinya. Anda mau maling ya?" Wulan berdiri tepat dibelakang pria bernama Aldrik Hutama ini.
Aldrik menoleh dengan cepat, dan menunjukkan tangannya yang kosong.
"Apa?" Aldrik mendengus, "Saya bukan Pencuri, lihat saja apa yang aku curi tidak ada kan?""Sudah main masuk sembarangan, gak ngaku pula kalau nyuri bunga di sini." ujarnya menatap pada etalase kosong yang kebetulan letak bunga yang akan dipesan Aldrik.
Karena tuduhan itu, Aldrik marah menunjuk wajah Wulan.
"Dengar baik-baik Penjaga Toko Bunga, Saya tidak mencuri Bunga Apapun di toko ini! Kalaupun itu terjadi saya pasti akan menggantinya sekaligus saya bayar Anda sekaligus toko bunga ini!" dengan lantang Aldrik berbicara.Wulan hanya bersedekap tangan memandang dengan datar pada pria yang menurutnya sombong.
Kesal karena Wulan menatapnya seolah tidak percaya, Aldrik mencoba menenangkan suasana hatinya yang berkecamuk kesal.
"Saya tidak mencuri!" tegasnya."Berikan saya alasan agar saya percaya kalau Anda tidak mencuri di toko saya!" tandas Wulan dengan nada tinggi seolah enggan melandai.
"Ehhh! Gadis arogan!" umpat Aldrik masih bisa didengar Wulan.
"Suara Anda masih sangat nyaring jika untuk mengumpat Tuan, saya minta Anda pergi dari toko ini. Bunga di sini tidak dijual untuk Anda!" Wulan mengusir Aldrik membuat ultimatum keras padanya.
"Sombong kamu! Awas kamu!" Aldrik bergegas dari sana meninggalkan toko bunga yang pemiliknya sombong.
"Huh dasar Orang aneh!" Wulan bersorak setelah Aldrik pergi.
Selepas kejadian tidak mengenakan pagi tadi, Wulan terus ngedumel bahkan sampai ibunya sudah di toko pun ia masih ngomel sambil bercerita pada ibunya.
"Sabar Sayang... namanya juga Orang berjualan pasti ada saja masalahnya, intinya kamu harus sabar dalam menghadapi pembeli." Widya tersenyum memberi pengertian pada putrinya, yang sedikit emosian ini.
"Tahulah Mama selalu saja bersikap lembut, padahal jelas-jelas itu Orang mau mencuri!"
"Hust! Jangan asal nuduh, tidak baik nuduh Orang sembarangan bisa-bisa nanti kamu kualat."
"Ah, gak mempan kalau sama Wulan," kelakar Wulan sesumbar.
Widya hanya menggeleng kepalanya saat sang putri bersikap arogan seperti ini.
"Ya sudah terserah kamu saja, eh iya... katanya di Perusahaan tempat Sella bekerja ada lowongan loh Nak,"
"Sella dipercaya, dia tukang kibul Ma jangan percaya,"
"Astaghfirullah Sayang... dia Temanmu loh masa kamu tidak percaya," Widya mengelus dadanya lembut.
Sementara Wulan sama sekali tidak percaya jika ditempat kerja Sella sedang membuka lowongan pekerjaan, pasalnya Wulan sering diberikan janji palsu oleh teman sekolahnya itu.
"Paling juga janji palsu lagi," celetuk Wulan menepuk tangannya di udara.
Baru saja Wulan berbicara demikian, ternyata Sella lewat di depan toko bunga itu, dan mendengar percakapan Wulan dengan ibunya.
"Eh ini beneran loh, Lan. Serius ... yuk sekarang ikut denganku," ajak Sella yang telah rapi memakai setelan kerjanya.
Widya menyapa Sella. "Eh Sell, selamat pagi Sayang,"
"Eh iya Tante selamat pagi juga," Sella membalas sapaan ibu dari teman sekolahnya dulu.
Alih-alih percaya dengan Sella, Wulan malah mengomentari penampilan Sella.
"Kamu kerja apa Sell, kok penampilan kamu ini seperti Sekretaris saja?"
"Emang aku kerja Sekretaris, emangnya kamu tidak percaya,"
"Enggak aku enggak percaya, mana ada lulusan SMA jadi Sekretaris. Apalagi aku tahu otak kamu enggak sampe sana!" ejek Wulan, pasalnya memang Sella ini murid dengan nilai terendah saat sekolah dulu.
"Eh, kamu enggak percaya. Ya sudah kalau enggak percaya, aku enggak maksa! Bye..."
Sella marah pada temannya yang sama sekali susah dia yakinkan.
"Yee dia marah, biasa saja kali kalau beneran. Enggak usah marah," kekeh Wulan mengejek Sella, temannya.
"Hust! Jangan seperti itu sama Temanmu sendiri Nak," tegur Widya terhadap putrinya.
"Ah Mama!" Wulan melengos meninggalkan kios bunga.
"Eh, kamu mau ke mana?"
"Mau nyiapin lamaran pekerjaan, Wulan ada info lowongan."
"Tahu dari siapa?"
"Dari koran lah Ma, masa dari Sella,"
"Kamu yakin kalau itu pasti,"
"Yakinlah itukan yang buka lowongan perusahaan besar, jabatannya sepadan lah dengan kemampuan Wulan, lagi pula Wulan punya gelar Sarjana ekonomi pantas lah Wulan jadi sekretaris di perusahaan itu," dengan bangga dia memuji dirinya yang Sarjana.
Wulan segera membuat CV dan lamaran pekerjaan, serta riwayat dia bekerja terdahulu untuk di bawa ke perusahaan ternama di kota ini.
Beberapa menit kemudian, ia telah rapi dengan setelan untuk melamar pekerjaan, ia kembali ke kios meminta restu pada ibunya.
"Ma, Wulan berangkat ya... Doakan Wulan semoga kali ini keterima, ini impian Wulan bekerja di perusahaan ini."
Wulan dengan semangat mencium punggung tangan ibunya.
Widya tersenyum dan mendoakan putrinya, agar pulang membawa kabar gembira.
"Mama selalu mendoakan yang terbaik sayang, semoga berhasil ya," Widya tersenyum melepas kepergian putrinya yang akan mengadu nasib, melamar pekerjaan.
Dengan di antarkan angkutan kota Wulan sampai di tempat tujuan, panas dan debu seakan menjadi teman perjalanan Wulan pagi ini, kulit putih langsat ini terlihat berkilau di hiasi keringat oleh teriknya matahari siang itu.
"Huh, panas banget hari ini ya Allah," keluh Wulan mengusap dahi menatap pada gedung pencakar langit.
Terpampang jelas gedung itu bertuliskan HUTAMA GROUP perusahaan yang tidak asing lagi ditelinga orang-orang terkenal di dunia perkuliahan, semua orang sangat ingin bekerja di perusahaan itu, mungkin Wulan adalah orang ke seribu di antara ratusan pelamar lain.
Saat Wulan mencoba masuk gerbang perusahaan itu, dia di hadang sekuriti.
"Tunggu Mbak, apa Anda sudah memiliki janji dengan HRD di Perusahaan ini?" sekuriti itu menghadang dengan pertanyaan.
Wulan kebingungan, pikirnya melamar di sini tidak harus memiliki janji terlebih dulu dengan HRDnya.
"Enggak Pak, saya belum membuat janji. Tapi, bolehkan saya masuk?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Cinta Aku Tetap Cinta
RomansaNiat hati ingin mengadu nasib dengan bekerja di sebuah perusahaan ternama. Wulan malah di hadapkan dengan kemalangan, ia di pertemukan dengan atasan yang amat sangat membenci sebuah kecerobohan. "Kau gadis yang menuduhku pencuri pada saat itu kan?"...