Kaito membaringkan Fuuka di ranjang kamar gadis itu, ia memeperhatikan kondisi Fuuka yang terlihat kacau, gadis itu mencengkram lengan Kaito di saat tubuhnya kembali mengejang, menggeliat saat sensasi aneh kembali menjalar di sekujur tubuhnya, Kaito tahu gadis itu sedang mengendalikan birahi nya, ia juga tahu obat yang di minum Fuuka adalah sejenis Extasi yang mengacak sistem kinerja otaknya,
"Tolong aku Kaito, aku tidak tahan lagi" Lirih Fuuka, gadis itu menggeliat dengan nafas tersengal,
"Anggap saja ini adalah mimpi, Fuuka" Bisik Kaito seraya melepas Tshirt hitamnya.***
Kaito melepaskan pakaiannya, menaiki ranjang lalu menarik handuk yang membalut tubuh Fuuka hingga tidak menyisakan sehelai benang pun yang menutupi keduanya. Ia memerangkap tubuh Fuuka yang bergerak gelisah dibawah tubuhnya, mengunci kedua tangan Fuuka dalam genggamannya.
Perlahan Kaito mengecup leher jenjang yang sudah sekian lama menarik perhatiannya, Fuuka melengkuh saat merasakan bibir pria itu mengecup serta memagut tengkuknya.
Kedua payudaranya tak luput dari jamahan jemari Kaito, pria itu menyesap setiap inchi bongkahan padat yang tercetak sempurna. Menghisap kedua puting payudaranya secara bergantian, membuat gadis itu menggelinjang, ia membusungkan dadanya seakan meminta Kaito untuk memperdalam hisapan bibirnya.
Kaito berhenti sesaat, ia memperhatikan raut wajah Fuuka yang basah, tatapan sayu gadis itu memohon sentuhan lebih. Kaito mencium bibir kissable Fuuka, lidah keduanya bertaut mesra, tanpa disadari tangan Kaito mulai bergerilya di selangkangan Fuuka, jemari kekarnya menyapu Vagina gadis itu yang ternyata sudah basah.
Fuuka melebarkan kedua pahanya, memberikan akses pada jemari Kaito yang sedang asik menari memainkan Klistorisnya, akal sehat Fuuka kali ini kalah oleh nafsunya yang menggebu, desakan gairah dalam tubuhnya telah menggugurkan kesadarannya untuk menjaga harga diri. Bahkan ia kini menggila akan sentuhan Kaito pada selangkangannya, ia mengangakat pinggulnya seiring gerakan jari Kaito pada klistorisnya.
"Ahh.. tolong aku Kaito!" Bisiknya lirih, Kaito menatap wajah sayu gadis itu, mengecup bibir merah muda miliknya seraya mempersiapkan kejantanannya di liang Vagina Fuuka.
"Katakanlah berhenti sebelum kau menyesalinya, Fuuka!" Pinta Kaito berbisik, nafasnya mendengus akan gejolak birahi yang kian memuncak, namun Kaito masih berusaha menahannya menunggu persetujuan gadis itu.
Fuuka tidak menjawab namun tangannya menarik leher Kaito lalu mengecup bibir pria itu. Lidah mereka kembali bertaut, menyesap satu sama lain. Ciuman panas itu adalah isyarat Fuuka untuk Kaito agar pria itu melanjutkan aksinya. Ciuman itu pula yang mamengiringi penyatuan tubuh keduanya.
Fuuka menegang saat kejantanan Kaito bergerak dibawah sana, ia merasakan kedutan hebat pada dinding vaginanya seiring batang kejantanan Kaito lebih dalam memenuhi rongga. Kaito melengkuh menikmati sensasi memabukan itu.
Ia menatap wajah sayu Fuuka saat kedutan pada vagina gadis itu masih menjepit kejantanannya,
"Mendasahlah! Kau tidak perlu menahannya, rasa sakit ini hanya sekejap." Bisik pria itu seraya membelai peluh yang membasahi kening Fuuka.Perlahan ia menarik penisnya, diiringi lenggkuhan kecil Fuuka saat luka robek pada selaputdaranya bergesekan dengan batang kejantanannya. Pria itu menggeram menikmati sensasi menggetarkan yang tercipta dari kedutan vagina Fuuka, Kaito menarik kejantananya hampir terlepas, hanya menyisakan kepala penisnya di liang vagina gadis itu, namun tanpa aba-aba ia mendorong pinggulnya menusukan kedalam layaknya sebuah (1)katana yang dimasukan kedalam (2)saya.
"Akhhh" Fuuka berteriak tertahan,
Kaito mengulangi gerakan itu beberapa kali, ia menikmati lengkuhan desahan Fuuka yang terdengar menggemaskan. Fuuka memandang kearah kejantanan Kaito yang bergerak lincah dibawah sana. Kukunya mencengkram punggung bidang Kaito saat rasa perih menyeruak di setiap sentuhan kejantanan Kaito.
KAMU SEDANG MEMBACA
My First Life
RomanceFuuka tidak menyangka orang tuanya memasukan ia ke sebuah Sekolah yang aneh, berbagai macam kejadian Vulgar dan Erotis ia saksikan di sana, bahkan ia dipaksa membaur. Tentu saja itu semua membuat kehidupannya berubah seratus delapan puluh derajat. D...