SEBAGAI pekerja yang selalu menghabiskan waktu di kantor kini Taeyong merasa bosan karena tidak pergi ke manapun dan berdiam diri di penthouse Jaehyun. Tentu saja ini bukan kemauan Taeyong, Donghae memaksanya untuk mengambil cuti selama satu minggu penuh—tujuannya tentu melakukan bulan madu bersama Jaehyun. Sebagai manager umum, harusnya Taeyong memiliki banyak pekerjaan, tapi Donghae sudah mengutus orang lain demi menggantikan Taeyong selama masa cuti nya. Taeyong mendengus geli, ia membulak-balikkan posisi tidurnya di atas kasur; tidak mempunyai tujuan atau sesuatu yang dapat dilakukan.
Pintu kamarnya di ketuk, Taeyong menoleh; menatap Jaehyun yang baru saja membuka pintu. Lelaki tampan itu berdiri di sana, memakai celana pendek hitam di atas lutut serta shirt putih polos, tampilan rumahan sekali bukan?
"Apa?" tanya Taeyong malas, ia membalikkan tubuh dan memejamkan mata. Taeyong lupa jika Jaehyun juga mengambil cuti selama satu minggu, keduanya di paksa oleh orang tua mereka untuk melakukan perjalanan bulan madu.
Jaehyun berjalan mendekat lalu mendudukkan diri di sisi kasur Taeyong. "Ayahmu menghubungiku, dia sudah memesan dua tiket ke Italia."
"Aku tidak akan pergi." jawab Taeyong tanpa menoleh, ia sudah tahu akan hal tersebut karena tadi Donghae sempat meneleponnya. Taeyong bisa merasakan sisi kasurnya bergerak, tanda bahwa Jaehyun semakin mendekat ke arahnya. Namun tetap saja, Taeyong enggan menoleh.
Jaehyun menghirup napas panjang dan memutuskan untuk berbaring di samping Taeyong; iris cokelat tuanya menatap langit-langit kamar miliknya yang kini menjadi kamar Taeyong, tidak ada yang mereka lakukan, hanya diam dengan hembusan napas yang saling bersahutan. Jaehyun juga tidak tahu harus melakukan apa, ia sudah menyerahkan pekerjaan pada wakil direktur atas perintah kedua orang tuanya. Bukankah kedua orang tua mereka terlalu memaksakan kehendak?
Awalnya Jaehyun setuju saja tentang perjalanan bulan madu, toh mereka juga akan sibuk masing-masing di Italia nanti, tapi bila Taeyong memang tidak mau berangkat, maka Jaehyun tidak bisa memaksa. Italia terdengar sedikit berlebihan, mengingat pernikahan ini hanya pernikahan bisnis dan Taeyong yang tidak menyukai laki-laki. Jaehyun? Ia termasuk bisexual.
"Kenapa kau berbaring di sini?" tanya Taeyong yang kini sudah merubah posisi menjadi duduk, iris hitamnya menatap Jaehyun yang sedang memandangi langit-langit kamar.
Jaehyun memejamkan mata. "Aku tidak tahu harus melakukan apa, lagi pula ini kamarku."
Taeyong mendengus. "Jika begitu aku akan pindah."
"Silahkan, aku tidak tanggung jawab bila nanti Ayahmu marah." gumam Jaehyun tak acuh. Ia tidak ambil pusing dengan Taeyong yang kini mengumpat pelan.
Pada akhirnya Taeyong kembali berbaring, ia tidak mau kalah, ini adalah kamarnya dan Jaehyun yang seharusnya pergi. Bukankah sangat kekanakan? Lagi, keduanya terdiam tanpa melakukan apapun. Menonton televisi atau memainkan ponsel sudah sangat membosankan karena Jaehyun dan Taeyong melakukan hal tersebut sejak pagi. Sementara sekarang sudah jam tiga sore.
"Kau pasti akan mengambil alih perusahaanku kan?" Taeyong bertanya, cukup penasaran karena Jaehyun sudah memiliki lima puluh persen saham TD corp.
"Ya," Jaehyun menjawab dengan yakin, ia dan Donghae sudah membicarakan ini sebelumnya. "Ayahmu ingin aku mengelola TD corp dengan baik sebagai CEO, tapi aku masih memikirkan hal tersebut karena pekerjaanku juga banyak, aku tidak bisa mengelola dua perusahaan sekaligus. Oleh karena itu aku membutuhkan bantuanmu Lee Taeyong." ia mengubah posisi tidurnya menjadi miring; menatap Taeyong.
Sebelah alis Taeyong terangkat; sedikit bingung. "Bantuan apa?"
"Aku ingin menunjukmu sebagai wakil direktur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Opera House [JAEYONG]
Fanfiction[Romance] [18+] Menurut Lee Taeyong sebagai lelaki sukses yang memiliki banyak uang, ia tidak membutuhkan pendamping hidup yang nantinya pasti akan merepotkan kehidupan kerjanya. Tapi tentu saja pemikiran itu ditepis keras oleh sang ayah yang tiba-t...