3. BANG EZIO♥️

13K 793 31
                                    

Happy reading 💟🦕
.
.
.

∆|_√|∆π

Mobil hitam milik Difta melaju pelan di sisi jalan. Ranting pohon melambai-lambai karena kencangnya angin yang berhembus. Awan gelap menyelimuti langit yang semula nya cerah, kilat dan petir saling menyambar diikuti suara gemuruh yang keras.

Jari kiri pria yang sedang mengemudi itu, menarik tombol wiper ke bawah sampai tiga kali, guna melihat jalan agar lebih jelas di saat rintikan hujan mulai turun dengan derasnya mengenai isi bumi.

Matanya menoleh ke samping, tempat putra bungsunya sudah tertidur pulas di kursi mobil yang sebelumnya sudah ia turunkan sedikit agar tidur Alvian nyaman.

"Kasihan sekali putra Daddy ini, matanya sampai sembab begitu," ujar Difta ada rasa bersalah dan gemas sendiri. "Daddy harus siapkan mental, nih. Pawang Vian pasti sekarang tengah mengerutu di Mansion." sambung nya dengan senyum kecil.

Masalah susu kotak tadi, sudah Difta suruh agar Vicky saja yang membelinya. Karena Alvian sudah tertidur di gendongan koala nya sewaktu ingin turun ke lantai dasar.

Tak membutuhkan waktu yang lama, buat Difta sampai di Mansion. Dua bodyguard bergerak cepat untuk membukakan pagar, tak peduli hujan yang turun dengan sangat lebat.
Di saat mobil tersebut masuk, tak lupa dua Bodyguard itu membungkukkan badannya dan salah satu bodyguard yang menjaga pintu utama berlarian ke arah mobil Difta dengan payung di tangan nya.

Sang tuan besar keluar dari mobil. Bodyguard yang membawa payung tadi, sekarang sudah Bayah kuyup akibat guyuran hujan yang belom berhenti membasahi bumi. Tangan kanan nya senantiasa memengang payung agar Difta tidak terkena hujan.

Tubuh Difta sedikit terhuyung ke samping, di saat ia ingin membukakan pintu mobil untuk si bungsu. Karena di dorong oleh Arlo dan dengan cepat pemuda itu mengambil tubuh Alvian yang masih tertidur pulas di kursi mobil.

"Dasar," kesalnya, kemudian ikut masuk menyusul Arlo.

Melihat Alvian yang di gendongan Arlo, Jefan, Ezio dan Devan mendekati nya.

"Besok biar Vian, dengan Ezio!" tutur Ezio melirik ke arah Difta yang duduk di kursi ruang tamu. "Sampai bengkak begini mata Adek." Seraya jempol kiri nya mengelus mata kucing itu.

Bryan yang baru sampai dari kantor, hanya duduk di samping Daddy-nya. "Sudah di beli susu nya tadi, Dad?" tanya Bryan menyandarkan punggungnya ke sofa.

"Sudah."

"Lebih baik bawa Vian ke kamar," ucap Jefan yang ikut duduk di seberang putra sulungnya.

"Ezio saja." Arlo memberikan tubuh Alvian ke Ezio agar di bawa ke kamar. Supaya nanti kalau permata mereka bangun, tubuh nya tidak merasa sakit.

Tinggal lah dua pria dan tiga pemuda yang duduk di ruang tamu. "Hari ini?" Difta menanyakan soal kepergian ke dua putranya.

"Hm."

"Iya."

Jawaban singkat itu hanya Difta maklumi. Karena, biar bagaimanapun buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

"Lalu Alvian? Kalau Adek nanya tentang kalian?" Ada perasaan khawatir atas kepergian sepupunya tersebut. Di tambah cuaca sekarang sedang memburuk, tidak menuntut memungkinkan hal yang tidak diinginkan terjadi.

Arlo menghela nafasnya panjang, "bilang saja ada urusan."

"Terserah." Setelah nya Bryan memilih ke lantai atas dari pada berhadapan dengan sepupunya tersebut.

Devan memandangi punggung di balik lift yang perlahan menutup, "khawatir bilang saja, jangan bawa-bawa adek."

"Gensi di pelihara," lanjut Devan tidak sadar akan tatapan tak bersahabat yang mereka bertiga layangkan.

ALVIAN: Bungsu Azegara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang