Two - Korean.

600 98 9
                                    

Udara segar membuatnya kembali bugar. Kini, dia berada di kantin Bandara Internasional Korea Incheon. Makanan dihadapannya begitu menggugah selera, Bibimbab dengan campuran kuah pedas Tteobokki dan Odeng.

"Mungkin seperti ini nikmat dunia." Chaerin menahan senyumannya.

Tapi, dia merasa tidak beres. Instingnya merasa ada yang memperhatikannya begitu intens. Apakah karena dia tidak memakai masker dan lanjut makan? Sejujurnya, wajahnya sudah terekspos di media massa karena Klan Yamazaki.

Chaerin membuang sampahnya dan kembali menarik kopernya. Dia berjalan keluar bandara, bersiap untuk menuju Kota Seoul.

Namun pergerakannya tiba-tiba terhenti ketika matanya menatap lurus ke depan, disana, terdapat orang yang sangat dikenalinya sedang berdiri sambil bersedekap.

Mata hitamnya yang menjadi ciri khas itu membuat Chaerin merasakan atmosfir yang sama dari 2 tahun yang lalu.

"Haruskah aku putar balik?"

Chaerin mengerutkan dahinya. Mengapa dia takut kepada saudaranya sendiri? Toh, dia yakin saudaranya tidak mengingatnya karena urusan pekerjaan. Chaerin melangkahkan kakinya untuk keluar dari bandara Internasional dan ingin segera pulang ke apartemen yang sudah ia sewa selama beberapa bulan ke depan.

Berbicang tentang pekerjaan, Chaerin tidak habis pikir dengan remaja seperti Yuzuru. Dia baru 15 tahun, tetapi sudah bekerja banting tulang tanpa alasan. Ayahnya tidak memaksa Yuzuru, sungguh. Tapi entah mengapa Yuzuru bersikeras untuk ikut dengan bapak-bapak yang berkunjung ke rumahnya 2 tahun yang lalu.

Dipikir-pikir, kepikiran. Dia juga sama, bekerja demi Keluarga Yamazaki. Tapi kan, Chaerin bekerja karena penerus sesungguhnya tidak ingin berurusan dengan Yamazaki?

Chaerin mendengus halus dan langsung melewati Yuzuru yang sedang bersedekap dan melirik ke arah Chaerin. Bahkan Chaerin merasa bahwa pergerakannya melambat seiring lirikan maut dari Yuzuru, saudaranya.

Namun diluar dugaan, Yuzuru tidak menghentikannya atau menggenggam tangannya. Apakah Yuzuru melupakan saudarinya sendiri? Tapi, tidak mungkin, sih.

Lelaki dengan ingatan seperti itu, masa iya pelupa.

Chaerin menaiki taxi yang sudah ia pesan, dia duduk dan menatap ke arah jendela. Tepatnya, ke arah Yuzuru dan seorang pria berambut kuning yang kini tengah berbincang seru.

Alis Chaerin terangkat, "siapa dia? Seorang introvert seperti Yuzuru memiliki teman Korea? Impresif."

Mobil taxi melaju, Chaerin melepaskan pandangannya dan menatap lurus ke depan. Sementara itu, Yuzuru dan kawannya, menatap intens mobil taxi yang baru saja pergi.

"Kok mirip?"

"Berisik, ayo."

𓃯𓃯𓃯

Chaerin mendongak, dia memperhatikan apartemennya yang cukup mewah dan bertingkat. Sepertinya, asistennya mengkhawatirkan kenyamanan dia di Korea.

Kaki jengjang Chaerin mulai bergerak. Dia memasuki lobby dan registrasi, setelah selesai, dia menuju lantai 5 tempat dimana kamarnya berada.

Di dalam ruangannya, Chaerin menghampiri jendela dan langsung menyandarkan tubuh bagian kanannya untuk bersandar di dinding tempat di samping jendela.

Matanya menatap keluar jendela, dimana banyak mobil dan kabut yang menyelimuti kota Incheon. Untungnya, Chaerin tidak memiliki inisiatif untuk membuka jendela. Jika dia membuka jendela, sudah dipastikan kumpulan kabut yang bersatu dengan debu akan masuk ke ruangannya dan mencemari wajahnya yang elok.

Biaya perawatan kulit itu mahal, tau!

Chaerin menghela nafas, dia kemudian melemparkan dirinya ke kasur yang ada tepat di belakangnya. Pikirannya menerawang, apa yang akan dia lakukan disini?

Berlibur?

....

"Berlibur?" Chaerin bergumam, dia menatap langit langit. "Emang disini ada yang seru ya?"

Mata Chaerin melebar ketika dia ingat sesuatu. "Ah aku mengacaukannya!" Chaerin menepuk dahinya keras, "aku tidak membawa kumpulan kotak itu, aish!"

Bagaimana dia bisa berlibur jika objek utamanya tidak ia bawa?

Chaerin memutuskan untuk menghubungi asistennya lagi. Tapi, dia sadar kalau nomornya belum dialihkan ke Korea. Dia kembali merutuki dirinya sendiri.

Chaerin mengubah posisi badannya menjadi berbaring menyamping, dia menatap ponsel yang menunjukkan tanda tidak ada sinyal. Matanya menyipit, "yaudah, nanti aja, deh."

Lama kemudian, matanya sudah terpejam yang diiringi deru nafas yang teratur. Menandakan dia sudah terlelap.

Disisi lain, dua lelaki sedang bersama di dalam sebuah mobil. Lelaki berambut kuning melirik ke kiri, dimana kenalannya yang menjemputnya dan menjadi sopir.

"Jong-Gun, kau sudah berbicara dengan Dongsoo sebelumnya?"

"Sudah." Jonggun mengangguk, tangannya berpindah dari setir ke kontrol kopling gigi mobil. "Tapi itu urusan internalku. Akan berbeda dengan milikmu, Jun-Goo."

Junggo berdehem. Jonggun memutar setirnya ke kanan, mereka mulai masuk perumahan kumuh. "Dia akan berbicara empat mata dulu denganmu, setelah itu, entahlah. Sepertinya tentang konsep yang akan dibangun olehnya."

"Apa, sih, namanya?"

Jonggun menghentikan mobilnya dan menghela nafas. "4 Men Crew. Masuklah ke sana, jika dia memanggilku, beritahu aku." Kata Jonggun sembari memantik korek dan menyalakan puntung rokoknya.

Junggo menarik gagang pintu mobil dan keluar, dia memantapkan mentalnya dan masuk ke ke dalam rumah. Jonggun menatap ke arah punggung Junggo  sembari menghela nafas.

Jonggun meraih ponselnya yang berada di dashboard mobil, dia menekan tombol lokasi peta dan memperhatikan sesuatu.

Jonggun menyesap puntung rokoknya, matanya fokus membaca alamat demi alamat yang tertera di ponselnya, terlihat, disana lokasi seseorang yang sedang berada di dalam Apartment mewah.

"Hmm, sedang istirahat ya?"

Ponsel Jonggun menunjukkan gambar seseorang yang sedang tidur menyamping, terlihat jelas wajahnya karena dia tertidur sembari menghadap ke ponsel miliknya.

Jempol Jonggun mengusap layar ponselnya perlahan, matanya menyorot dalam disertai kedua sudut bibirnya yang terangkat.

"Cantik."














𓃯𓃯𓃯𓃯

𝐉𝐎𝐍𝐆𝐆𝐔𝐍 𝐒𝐈𝐁𝐒. [ 𝗟𝗢𝗢𝗞𝗜𝗦𝗠 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang