---
--
-Seorang pemuda dengan surai berwarna merah layaknya darah yang mengalir dan putih layaknya salju yang baru saja turun. Pemuda yang selalu disebut sempurna kehidupannya. Tapi itu hanya kebohongan belaka. Karena nyatanya ia hanya seorang anak yang butuh peran seorang ayah dan ibu.
Iris mata kanannya berwarna merah terang sedangkan mata kirinya berwarna biru sebiru langit dan laut. Membuat siapa saja tenggelam dalam pesonanya. Terkadang ia berfikir.
Apakah ia layak untuk bahagia?
Apakah ia layak untuk menginjakkan kakinya di atas Bumi ini?
Apakah ia layak untuk sekedar bernafas dengan tenang?
Mengapa, Mengapa seolah dunia begitu membencinya sehingga ia menderita di bawah pijakkan orang-orang?
Selayaknya manusia pada umumnya, ia juga butuh ketenangan. Tapi ia tidak ingin kesepian. Lantas apa yang harus ia lakukan agar bisa tenang tanpa harus memikirkan nasibnya sendiri?
Huft...
Umurnya 16 tahun, usia yang bahkan belum mencapai legal sudah bekerja banting tulang untuk keluarga, ah tidak ia tidak bekerja untuk keluarganya. Ia hanya benar-benar bekerja untuk dirinya sendiri.
Ayahnya yang seharusnya menjadi tulang punggung keluarga kecilnya malah berfoya-foya dengan uang rampasannya. Ya, ayahnya seorang preman kampung, ia sering kali memalak orang-orang. Tak jarang ia yang disalahkan dengan beralaskan hubungan darah.
Bagaimanya dengan ibunya? Wanita jalang itu. Dia tidak ingin tau. Kerjaannya hanya melayani pria di bar. Tidak peduli jika ia disebut pelakor, karena baginya yang terpenting adalah mendapat uang. Tak peduli jika reputasinya terinjak dan digantikkan dengan sebutan jalang atau pelacur.
Ia kadang bingung. Bagaimana bisa ayah dan ibunya itu menikah? Ia tidak tau dan berharap bahwa ia hanya anak pungut dan bukan anak kandung dari kedua suami istri yang tidak layak disebut orang tua yang baik.
Tapi hati kecilnya seolah sakit. Mengingat perbincangan ayah dan ibunya semasa ia duduk di bangku SMP kelas dua.
Flashback
"Kau! Seharusnya kau merawat anak kita! Bukan malah mengajarkan ia yang tidak baik!" Ucap sang Ayah dengan marah. Masa mudanya hancur karena wanita yang berstatus sebagai Istrinya itu. Ia tak sudi menikahi wanita manipulatif sepertinya.
Sang Ibu hanya terkekeh sinis. Ia memegang amplop yang berisi uang senilai 100 juta, hasil dari dirinya bekerja di bar "pftt..kau mengataiku tak bisa mengajarkan ia yang benar bukan? Sayang ingat kita menikah di atas kertas, tanpa cinta dan hanya berdasarkan tanggung jawabmu padaku. Dan apakah kau tidak mengaca pada dirimu sendiri?"
Sang ayah hanya terdiam. Ini salahnya. Jika saja ia menuruti kemauan ibunya. Jika saja ia tidak senakal itu mungkin ia bisa menikahi gadis yang selama ini ia cintai. Jika saja ia tidak meracuni ibunya sendiri karena kesal.
Jika saja...
Banyak penyesalan tergambar jelas di raut wajah sang Ayah. "Semua ini salahmu! Kau menghamiliku di luar nikah! Kau membuat masa mudaku hancur karena harus menikah di usia yang muda. Ini semua salahmu, kau diusir begitu juga aku, bahkan ayahmu saja menyarankan untuk kita mengugurkan janin ini! Kau menolaknya padahal itu jalan tengah dari semuanya!" Ucap Sang Ibu dengan tangan yang sudah terkepal erat.
"Jalang tidak tau diri! Kau menawarkan tubuhmu padaku! Aku mempertahankan kau demi anak kita!" Balas sang Ayah. Ia hendak memukul istrinya yang kurang ajar itu. Namun sebelum ia memukul istrinya sang istri melirih dengan pelan tetapi karena rumah sepi lirihan itu terdengar dengan jelas.
"Kau menyebabkan aku hancur seperti sekarang. . . Anak kita, anak kita apanya? Dia bukan anakku"
PLAK
Tamparan keras dilayangkan sang Ayah pada sang Ibu membuat sang Ibu meringis kesakitan. Rasa sakit mulai menjalar di pipinya. Namun tanpa disadari, anak yang mereka maksud ada di balik pintu.
Flashback end
Jika boleh memilih, Indonesia Anendra Laut tidak ingin lahir dari rahim wanita jalang itu. Jika ibunya saja tidak menerima kehadiran dirinya. Lantas siapa yang harus ia jadikkan rumah? Saudaranya baik dari pihak ibu maupun ayah sama sekali tidak menerimanya.
3 tahun berlalu begitu cepat. Dirinya juga memilih untuk kabur dari sana. Pilihan ini cukup bagus untuknya. Ia hidup tenang di sebuah kota. Keluarga? Dia sudah melupakan kata itu. Ia juga tidak butuh, dia hanya butuh dirinya sendiri.
Sikap yang awalnya ceria kini berubah menjadi sendu, introvert dan tidak suka orang baru. Sudah cukup ia mengalami kehilangan di sana. Ia hanya ingin hidup tenang namun mengapa impian yang begitu sederhana itu susah untuk ia gapai?
Masa lalu tetaplah masa lalu. Ia hanya bayang-bayang yang menjadi latar dari cerita ini. Indonesia, sosok pemuda yang dikenal cuek itu sekarang bahagia. Jika banyak orang bahagia jika bersama keluarga, maka ia bahagia karena bisa bebas. Layaknya burung yang baru keluar dari sangkarnya.
Lalu dimana Indonesia tinggal? Ah dia tinggal di sebuah apartemen kecil. Biaya sewanya murah jadi Indo nyaman menetap di sana.
"Sudah begitu lama . . ." Gumamnya sambil menundukkan pandangannya. Ia lalu berdiri kemudian melihat ke arah jarum jam. Pukul dua dini hari. Sial, dia terbangun lagi.
Sialnya lagi ia tengah kelaparan sekarang. Tidak ada pilihan lain selain pergi keluar mencari makan. Hanya dengan membawa uang 5.000 rupiah, ia berjalan-jalan disekitar tempat tinggalnya. Mencari warung makan terdekat.
Tap tap tap
Langkah kaki nampak lebar. Tingginya kurang lebih sekitar 190 cm, dengan otot yang terlihat jelas di badannya. Nampaknya pria ini tengah mabuk, langkahnya gontai berjalan ke arah Indo.
Indonesia merasakan deru nafas di belakangnya tentu menoleh. Ia melihat seorang pria yang memegang erat vodka miliknya. Siapa lagi kalau bukan Russia Xavier Raditya? Pria pemabuk yang sering dipanggil 'paman pemabuk' oleh anak-anak sekitar.
Russia sebenarnya memiliki sebuah keluarga yang utuh. Namun sayang, keluarganya bahkan tidak layak disebut sebagai tempat berpulang. Karena stress akhirnya Russia menjadi seorang pemabuk, dan hal itu membuat kedua orang tuanya menjadi sangat marah.
Usianya sudah 20 tahun, belum memiliki istri dan masih tinggal di tempat tinggal kedua orang tuanya. Pendidikannya sebenarnya hanya sampai SMA, membuat dirinya bahkan hanya bisa bekerja menjadi pelayan restoran. Tapi lebih baik daripada tidak bukan?
"Ibu aku tidak salah" Gumamnya dengan pelan namun dapat didengar oleh Indo. Yah, nasibnya jauh lebih baik karena ia berakhir kabur dari sana. Dengan perlahan ia menuntun Russia ke bangku disana. Tidak mungkin bukan meninggalkan orang mabuk yang bisa saja pingsan.
Setelah itu Indo kembali ke apartemenya. Moodnya turun setelah bertemu Russia, bau alkohol menempel dibajunya dan iuhh Indo tidak menyukainya.
---
--
-
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗝𝘂𝘀𝘁 𝗧𝗵𝗲 𝗧𝘄𝗼 𝗢𝗳 𝗨𝘀 [ 𝗖𝗛 ] || Hiat
Fanfiction「 𝐇𝐢𝐝𝐮𝐩 𝐢𝐭𝐮 𝐬𝐢𝐦𝐩𝐞𝐥, 𝐜𝐮𝐦𝐚 𝐠𝐚𝐫𝐚-𝐠𝐚𝐫𝐚 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐝𝐞𝐠𝐞𝐫𝐢𝐧 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐢𝐧 𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩 𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐬𝐞𝐫𝐛𝐚 𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡」 ____________________________________________________ Dendam bukanlah hal yang mudah untuk dihilangkan...