"Perhatikan takaran warna yang kalian gunakan.Buat lukisan kalian tampak hidup."
Yudha, dosen seni lukis yang terkenal ketelitian dan ketegasannya itu berjalan mengelilingi mahasiswanya,melihat bagaimana para siswanya menggoreskan tiap warna di kertas putih di hadapan mereka.
Beberapa siswa nampak sangat serius,beberapa lainnya masih bingung menemukan saturasi warna yang akan di sapukan. Setiap gelagat murid tak luput dari mata elang Yudha, tinggal tunggu komentar seperti apa yang akan dikeluarkan mulut manisnya.
Yudha menghentikan langkah di belakang salah satu muridnya, memandang lukisan di depannya sambil mengerutkan keningnya. "Kamu nglukis orang sakit tipes?"
"eh? "Siswa yang dimaksud hanya meringis kecut.
"Apa tema yang saya suruh? "
"e..potret wanita yang sedang bahagia. "
"Tapi, kenapa yang saya lihat, wanita itu sedang sakit tipes dan tampak nggak berdaya. Pucat sekali warnanya."
Siswa itu hanya menggaruk tengkuknya kikuk. Lalu tercengang saat Yudha menumpahi palet warnanya dengan warna hitam.
"Ulang. Buat saturasi warna yang pas,atau saya kasih kamu nilai D." Mengabaikan muka tercengang siswanya, dengan tampang tampa dosa ia kembali berjalan mengelilingi siswanya.
"Ulang" Sebuah kata dari Yudha yang terdengar beberapa kali, membuat para siswa di kelas seni itu meneguk ludah kasar. Hingga Yudha menghentikan langkahnya saat mendapati sebuah lukisan yang menarik perhatiannya.
"Setidaknya ada satu karya yang enak dipandang."
Beberapa siswa menoleh ke baris belakang itu, penasaran siapa yang mendapat kata manis Yudha itu, lalu hanya mengangguk ketika tahu siapa siswa itu."Ah, tentu saja dia itu benar-benar seniman." Ucap seorang siswa di baris tengah.
"Seperti biasa, tak usah diragukan lagi kalau dia lah."
"Wajahnya saja seperti sebuah lukisan, indahnya." Ucap lirih siswi di barisan belakang, dan terdengar siswa di sampingnya, membuat siswa itu mendecih.
"Cakepan juga aku neng." menyugar rambutnya kebelakang, sambil menunjukan senyum manis hingga matanya menyipit. Tentu hal itu tak luput dari pandangan beberapa siswi di kelas itu, juga siswi di sampingnya. Parasnya juga rupawan tak kalah dari temannya itu, membuat siswi yang tadi memuja pemuda di pojok itu menjadi salah tingkah.
Yudha yang sedang berdiri di belakang antara siswa itu dan siswa di dekat jendela itu hanya menggeleng, "Coba kalau lukisanmu itu di buat cakep juga Jov. "
Siswa paling percaya diri itu alias Jovan mengernyitkan dahinya, menilik lukisannya lalu membandingkan dengan lukisan siswa di sampingnya. "Cakep kok Bang, sebelas duabelas lah sama punya Raksa ini."
Ctak!
Bunyi nyaring itu berasal dari kuas yang mendarat di kepala Jovan. "Bang,Bang, saya bukan abang kamu! Dan mau dilihat dari ujung Namsan Tower pun lukisan kamu sangat jauh jika dibandingkan dengan lukisan Raksa."
Jovan nampak mendumel namun tak dihiraukan Yudha, Yudha kini memperhatikan lukisan Raksa, lukisan yang nampak penuh cerita di dalamnya, saat ia memerhatikan wajah perempuan di lukisan itu Yudha nampak sedikit tertegun. Perempuan yang sangat cantik di lukisan itu nampak duduk di bawah pohon rindang ditemani kupu-kupu yang terbang mengelilingi bunga di sekitar waniita itu. Wajah yang tidak asing bagi Yudha, seketika ia menatap Raksa.
Raksa tak menghiraukan Yudha, ia sudah selesai melukis sejak Yudha datang berkeliling. Kini ia hanya sedang menikmati hembusan angin dari jendela di sampingnya, memerhatikan bagaimana tirai putih itu menari dengan leluasa terbawa angin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathing || Renjun (00L)
Teen FictionKamu tahu apa yang lebih menyakitkan? Bukan karena sendirian sejak awal, justru karena mempunyai ikatan. Bagaimana kehilangan semua ikatan itu akan terasa sangat menyakitkan. Terlebih manusia tidak akan pernah saling memahami kecuali mereka pernah m...