Bab 9. Hari yang Tertarik

96 7 0
                                    

Pikiran Edeline sudah seperti benang kusut yang menumpuk dan tidak memiliki celah untuk kembali lurus. Gadis cantik itu masih terus memikirkan hal-hal mengenai Elvis yang mengejutkan. Bahkan, Edeline memutuskan pulang menggunakan bus dan berjalan kaki menuju rumah.

Edeline melakukan itu bukan karena tertarik atau ingin mengetahui lebih dalam mengenai Elvis. Melainkan, gadis cantik itu merasa hidupnya tidak akan tenang selama berada di Manchester.

Bagaimana tidak? Pada hari pertama menginjakkan kaki di Manchester, Edeline terlibat pertikaian dengan Elvis dikarenakan salah membela seseorang. Yang kini Edeline ketahui adalah tunangan Elvis. Ditambah lagi, pria itu memintanya bertemu di tempat yang sama untuk mengambil id card milik Edeline yang terjatuh di ruangan pria itu.

Bagaimana jika nanti ada seseorang yang melihat dan menyalahpahami pertemuan mereka di hotel? Bagaimana jika gadis waktu itu mengetahui pertemuan pribadi Elvis dan Edeline di kamar hotel yang sama?

Image Edeline pasti akan rusak. Dia juga khawatir gadis waktu itu akan balik membencinya—tidak seperti saat pertama dia begitu berterima kasih diselamatkan olehnya. Selain itu ... hotel? Edeline akan bertemu secara private dengan Elvis—berdua saja di kamar hotel itu?

Kepala Edeline berdenyut sakit oleh secuil trauma mengaduk-aduk pikirannya. Gadis cantik itu memutuskan mempercepat langkah untuk segera tiba di rumah. Namun, keputusannya itu terhalangi saat Edeline melintasi sebuah rumah mewah.

"Nona Shopia harus masuk ke dalam rumah! Tuan tidak akan mau pulang apalagi bertemu walau Nona Shopia bersikeras menunggu di depan seperti ini!"

Edeline terpaku menatap seorang gadis kecil yang dihardik dengan nada tegas. Ada seberkas kekesalan yang merangsek ke jiwa Edeline terhadap wanita yang mengenakan seragam pengasuh.

"Berhenti membuat saya dalam masalah, Nona Shopia. Anda itu sedang sakit. Anda tidak mau minum obat dan memilih menunggu Tuan? Itu tidak mungkin, Nona. Tuan tidak akan pulang." Seorang pengasuh terdengar sangat putus asa.

Sang pelayan mendesah kasar seraya memijat keningnya di kala rasa pusing melanda dengan hebat. Sosok gadis kecil yang dia asuh ini benar-benar sangatlah keras kepala. Sudah berkali-kali dia membujuk, tapi hasilnya tetap nihil.

Pada detik itu, mata Edeline telah menyorot lekat pada wanita berseragam pengasuh yang nampak frustrasi dan putus asa pada gadis kecil itu yang sulit diajak bicara. Ketajaman sorot matanya meredup ketikan beralih pada gadi kecil itu. Edeline mencermati sosok gadis kecil itu yang juga telah menatapnya.

Rambutnya panjang dan hampir berwarna cokelat terang seperti Edeline. Dahinya tidak begitu lebar, tapi tertutupi oleh matanya yang indah dengan bulu matanya yang lentik. Hidungnya mancung dan disertai bibir yang mungil.

Walau ada seberkas rona pucat pasi yang menyelimuti di wajah, kesempurnaan wajah cantik gadis kecil itu sempat menghipnotis Edeline. Tapi, tunggu ... Edeline merasa familiar dengan gadis kecil itu. Sayangnya, kepalanya yang sedang berdenyut sakit tidak mampu menemukan jawaban dari kegusaran kecil itu.

"Nona, sata mohon dengarkan saya. Kita harus pergi?" Kesabaran pengasuh itu diuji, dia tidak ada pilihan lain selain menarik sedikit kasar tangan Sophia. Karena jika dibiarkan, maka pasti kekacauan terjadi.

"Aku mau menunggu Daddy." Suara lembut Shopia—gadis kecil itu mengalun lemah dan ironi.

"Apa Anda ingin sakit lagi, Nona? Jika Anda sampai sakit, ayah Anda bukan peduli, malah semakin marah pada Anda." Pelayan itu berkata tegas, akibat kesabarannya sudah menipis. Dia pusing jika mendapatkan amukan dari Tuannya.

"Kau tidak pantas berkata kasar seperti itu pada anak kecil!" Edeline bersuara tegas ketika membela. Sedikitpun tidak ada keraguan Edeline untuk melangkah maju dan berhadapan langsung pada wanita berseragam pengasuh yang terkejut menatapnya.

Bad DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang