An Obsession

1.5K 97 3
                                    

Orion menggenggam tangannya dengan kuat. Tangan kirinya sibuk mengetuk-ngetuk permukan meja kayu. Baru saja ia mendapat kabar bahwa Silencia sudah meninggalkan kerajaan Hilden bersama Ares menuju Utara. Ia sangat ingin menghentikan perjalanan Silencia, otaknya hanya penuh dengan skema pembunuhan Ares.

"Yang Mulia, anda belum makan sejak pagi," Pearce York mengingatkan pangeran berusia tujuh belas tahun itu. Pearce tahu betul, jika mengenai Silencia, Orion pasti akan menggila.

"Diam!" Perintah Orion. Kepalanya sakit, dadanya terasa seperti terbakar. Suasana ruangan menjadi tegang. Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka perlahan dengan suara berdecit.

Julius masuk ke dalam kamar Orion. Kedatangan Julius terasa begitu dramatis, seolah-olah semua orang dalam ruangan merasakan bahwa ada sesuatu yang akan terjadi. Ia memasuki ruangan dengan langkah mantap dan pandangan yang fokus pada Orion. Kesan misterius itu semakin menonjol dengan langkah kakinya yang tidak tergesa. Seakan Julius sudah mempersiapkan diri sepenuhnya dengan rencana yang mereka bicarakan sebelumnya.

"Apa yang membuatmu datang kemari?" Lirik Orion Sinis.
Julius mendekati Orion dengan wajah serius, menatap ke dalam matanya dan berkata, "Orion, aku tahu bagaimana perasaanmu terhadap Silencia dan betapa terpukulnya seseorang ketika orang yang dicintainya pergi dengan orang lain." Julius tahu Orion menaruh rasa terhadap Silencia. Tapi ia tidak tahu perasaan Orion lebih dalam dari apa yang ia bayangkan.

Orion menengok ke arah kakaknya, melihat bagaimana wajah licik Julius mengolok keusikannya. "Dan apa yang harus aku lakukan?" tanyanya datar.

Julius menempatkan tangan di atas pundak Orion dengan penuh kasih sayang palsu. "Kau hanya perlu mengikuti nalurimu, Orion. Aku tahu betul, dalam hatimu berkobar dendam terhadap Ares," katanya dengan serius.

"Aku akan melakukannya dengan cara apapun yang kuinginkan," sahut Orion dengan rasa kesal yang jelas terlihat di wajahnya.

Julius mencengkeram lengan Orion sambil menggelengkan kepalanya. "Apa yang kau rencanakan hanya akan membawa bahaya padamu dan keluarga kerajaan, Orion. Kita harus membuat rencana yang lebih baik dan lebih aman untukmu"

"Bagaimana kau bisa tahu rencanaku?" tanya Orion heran.

Julius mengangkat satu bahunya. "Aku sudah cukup lama mengamatimu dan tahu bagaimana kau berpikir, adikku."

Orion merasa skeptis atas pernyataan Julius. Ia merasa Julius tidak mengenalnya dengan baik. Apa yang dikatakan Julius hanya tebakan dan analisa sok tahu.

"Jika kau memiliki ide yang bagus sebaiknya katakan sekarang dan jangan berputar-putar!" Orion menendang meja kerjanya dengan keras hingga terpental.

Julius menatap Orion dengan murka, "apa yang kau pikirkan sekarang!" Teriaknya. "Apa kau ingin melukaiku, bocah bodoh!"

"Silencia!! Aku ingin dia sekarang! Hanya dia yang bisa membuat semuanya lebih baik!" Orion berteriak histeris sambil memegang mata kirinya. Sakit kepalanya kembali, sakit yang datang seiringan dengan penglihatannya yang memburam.

"Apa yang kau bicarakan?" Tanya Julius heran melihat tingkah Orion yang tak terkendali. Orion berteriak dan meronta kesakitan.

Marquis Pearce dengan cepat menangkap tangan Orion yang ingin mencakar matanya sendiri.
"Yang Mulia," teriaknya.

"Apa dia selalu seperti ini?" Tanya Julius pada Pearce yang sedang menahan tangan Orion.
"Semenjak pangeran Orion bertemu lady Silencia minggu lalu, beliau lebih sering seperti ini," keluh Pearce.

Julius memikirkan semua kemungkinan yang terjadi antara Orion dan Silencia, tapi ia tidak bisa menemukan apapun. Mengapa Orion sangat terobsesi dengan Silencia dan begitu ingin memilikinya.

The Duke's Adopted Daughter (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang