Sejak Aku menyadari perasaan yang Aku miliki untuk Arfa, Aku tidak pernah memiliki keinginan untuk memaksakan bahwa perasaan ini harus terbalaskan. Aku menyadari peranku yang hanya sebatas teman baginya dan Aku tidak mau berharap bahwa peranku dapat berganti suatu hari nanti.
Setelah mengetahui bahwa Arfa menyimpan seseorang di dalam hatinya, Aku semakin tidak mampu untuk berharap apa yang terjadi di antara Kami dapat berubah.
Arfa bercerita tentang bagaimana Dia jatuh hati pada sosok perempuan yang mencuri perhatiannya sejak masa perkenalan kampus, sehingga cerita lainnya tentang bagaimana Dia pun akhirnya ternyata juga berhasil dekat dengan perempuan itu.
Sungguh seperti lelucon bagiku. Aku hanya bisa menertawakan perasaan yang Aku miliki untuknya. Perasaan ini bukan hanya hadir di tempat yang salah, namun juga di waktu yang salah.
Setiap Arfa bercerita, Aku hanya dapat berpura-pura untuk tetap baik baik saja. Aku selalu berusaha untuk ikut merasa bahagia dan turut mendukung apa yang tengah ingin ia perjuangkan dengan wanita pilihannya. Aku tetap menjalankan peranku sebagai teman yang baik untuknya. Aku tak ingin perasaanku mengalahkan pertemanan di antara kami. Biarlah perasaan ini menjadi urusanku, biarlah ini menjadi risiko yang Aku terima atas kelancangan yang Aku rasakan.
Kepura-puraan ku bukan berarti Aku tidak senang Dia mendapatkan kebahagiaannya. Namun, Aku menulis disini bukan sekedar ingin mengutarakan sebuah kemunafikan melainkan tentang hal yang benar-benar Aku rasakan. Aku bahagia melihat Dia bahagia, Aku tersenyum melihat Dia tersenyum, tapi bohong jika tidak ada air mata di balik itu semua. Karena bahagia yang tercipta untuknya ternyata bukanlah bahagia yang membutuhkan kehadiranku di sampingnya.
Rasa sakit itu ada, selalu ada. Tapi Aku memilih untuk tidak menunjukkannya pada siapapun. Tidak ada seorangpun yang mengetahui tentang perasaan ini. Aku memilih menyimpan perasaan ini di tempat terbaik dimana hanya Aku dan Tuhan yang mengetahuinya. Aku memilih untuk tidak bercerita pada siapapun karena Aku terlalu takut untuk bertaruh pada kemungkinan bahwa nantinya Arfa dapat mengetahui perasaan ini.
Aku memilih untuk tetap menjadi temannya. Aku memilih untuk tetap menjadi pendengar ceritanya. Aku memilih untuk tetap menjadi di sampingnya dengan rasa sakit yang ku miliki, dibandingkan dengan Aku harus memilih untuk lepas dari rasa sakit namun Aku jauh darinya.
Jika Dia tidak bisa menjadi milikku, tidak apa, tapi jika dapat memohon, Aku ingin tetap selalu ada di dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia
Teen FictionDia Cerita ini akan mengukir kisah tentang Dia. Dia yang sederhana, Dia yang menyenangkan, Dia yang hangat, dan Dia, yang memanggilku "sahabat" Tak ada yang istimewa Tentang Dia, namun tak ada yang biasa Untuk Dia