“Mengakhirinya dengan penyelasan, akan tetapi tidak ada yang meminta, banyak permintaan hanya untuk satu tujuan. Apakah yang sudah pasti datang, tapi tidak ada yang meminta?"
° ° °
Jam menunjukkan pukul 20.45 WIB, jalan yang biasanya ramai di lintasi dengan suara kendaraan dan pejalan kaki, entah mengapa hanya diisi oleh dirinya saja.
Langkah kaki dari gadis bernama Cein itu terdengar begitu jelas pada keheningan yang terjadi malam ini. Sesekali ia juga bersenandung kecil mengisi heningnya malam walau sebenarnya ia juga sedikit takut berada pada situasi saat ini.
Awalnya tidak ada yang aneh hingga beberapa menit ke depan Cein merasa dirinya tidak sendirian, ia merasa diikuti. Dengan rasa penasaran yang membuncah ia tolehkan kepalanya ke belakang, melihat tidak ada siapapun ia kembali melanjutkan langkahnya menuju rumah, sehingga dirinya berpikir positif.
Pada langkah ketiga ia kembali merasa diikuti lagi. Cein menolehkan kepalanya ke belakang namun hal serupa seperti di awal yang ia dapati, tidak ada siapapun di belakangnya. Dirinya merasa bingung kepada dirinya sendiri, meskipun begitu dia tetap melanjutkan alangkahnya.
"Mungkin perasaan gue aja kali," Cein mengangkat bahunya acuh.
Baru saja hendak berbalik badan, tanpa diduga kepalanya dihantam begitu kuat oleh sebuah benda keras yang jelas, dirinya pun tidak tahu.
"Shhh... Sakit... Tolong...," Setelah itu penglihatannya kabur yang gelap lalu, tiba-tiba dirinya terjantuh tak sadarkan diri di jalan yang sepi.
Tidak ada sesiapapun di sana. Jalan yang sepi, dan dirinya yang tidak sadarkan diri, hanya Tuhan yang tahu.
°°°°°
"Ayah, Cece takut ...,"
Berharap dengan itu ketakutannya sirna dan berharap bahwa yang baru saja dilihat hanyalah halusinasi semata.
Dengan nekat Cein mencoba memberanikan diri untuk membuka mata dan Ia menarik selimut rumah sakit hingga menutupi seluruh tubuhnya. Jeritan Cein membangunkan tidur pria paruh baya yang juga berada di ruangan itu, Mahesa Jerry ayah kandung dari Cein sendiri.
"Cece sayang, kenapa?" Suara yang terdengar lembut dan juga khawatir, membuat Cein yang awalnya berada dalam selimut kini sedikit mengintip keluar memastikan bahwa yang sedang mengusap kepalanya dan suara yang ia dengar adalah suara Ayahnya.
Cein berhamburan kepelukan Mahesa setelah memastikan bahwa itu adalah Ayahnya bukan sesuatu yang menjelma menjadi sosok Ayahnya. Mahesa, yang tidak tahu ada apa yang terjadi pada anak gadisnya itu, dia membalas pelukkannya.
"Kenapa, hm?" Mahesa mengusap pelan rambut Cein untuk menenangkannya. Mahesa ia tangkap dari mata Cein ketika melihat, putri kesayangannya itu sedang ketakutan. Tapi ia tak tahu apa yang membuat putrinya ia merasa takut, ia akan menunggu hingga Cein sendiri yang berinisiatif memberi tahukan kepadanya.
Lama terdiam akhirnya Cein membuka suara walaupun kini matanya ia tutup rapat rapat. Cein, gadis yang malang yang harus melawan rasa takut, tapi mengapa?
"Cece takut ayah ..." rengek Cein dalam dekapannya. Mahesa terus mengusap-usap puncak ramput milik putrinya.
Mahesa menatap putrinya, sambil bertanya lagi, "Apa yang membuat Cece takut?" Dengan pelan Mahesa melepaskan pelukan Cein dari tubuhnya, beralih mengusap tangan Cein dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
VELLICHOR MIRACLE
Teen Fiction"Jangan lari, nanti bisa mati." Bukan tentang ke mauan mereka, akan tetapi takdir yang Maha Kuasa. Bagaimana, jika bertemu dengan apa yang apa dilihat, didengar bahkan melewati batas kemampuan manusia pada umumnya? Mereka tidak menginginkan hidup de...