❛❛Happy reading❜❜
Pagi itu, matahari baru saja mengintip dari balik pepohonan, sinarnya yang lembut memantul dari gedung-gedung yang menjulang tinggi, membentuk kilauan yang menenangkan.
Burung-burung berkicau riang, menambah semarak suasana pagi. Bau tanah yang masih basah setelah disiram embun malam menyeruak, menciptakan harmoni yang menenangkan.
Di dalam sebuah gedung tinggi, terdapat banyak orang yang berlalu lalang dengan seragam serba putih. Ada yang tubuhnya menghilang dibalik dinding, ada yang lenyap dibalik ruangan, dan ada pula yang pergi keluar hanya sekedar untuk menghirup udara segar.
Tempat ini, adalah tempat yang sebagian orang hindari, tak ingin mendatangi tempat dimana banyak orang yang sakit. Bau khas obat-obatan menyeruak memasuki indra penciuman, yang membuat sebagiannya mual atau bosan.
"Fangli, don tiko sê zau."
(Fang, kau akan selamanya hidup abadi.)
"Enggak, gue gak mau! Gue mau mati, gue gak mau hidup abadi! Pergi! Pergi lo dari raga, gue!"
Fang berteriak, namun tak ada yang mendengar. Dia hanya berteriak melalui batin karena tak dapat berbicara dengan sempurna.
"Pergi, sialan! Menjauh dari gue!"
Seorang pria yang Fang sendiri tak bisa melihat wajahnya, datang mendekati Fang yang sedang berdiri mematung. Yang terlihat jelas hanya tinggi badannya yang kira-kira hampir dua ratus centi meter, atau bahkan sudah melebihi.
Fang semakin histeris ketika kaki jenjang itu berhenti melangkah tepat dihadapannya. Rasanya ingin berlari karena aura dominan yang kuat, menguar dari Pria itu.
"Fangli, bo frike. Potomci jã."
(Fang, jangan takut. Kau adalah keturunan ku.)
"Mau itu keturunanlah, atau apapun itu, gue bilang pergi, ya pergi!" entah atas dasar apa, Fang tiba-tiba mengerti apa yang Pria itu ucapkan. Seakan-akan Fang sudah lama mempelajari bahasa asing itu.
"Jã tanahi ikuzai potomci jã zeńa."
(Aku hanya ingin menemui keturunanku secara langsung.)
Tangan kekar Pria itu naik dan mendarat tepat pada pipi tirusnya, kemudian mengusap lembut pipi itu, membuat Fang tersentak kaget.
Takut yang Fang rasakan saat ini. Ingin berteriak, namun tidak bisa. Ingin meminta pertolongan namun tidak ada yang menolong. Padahal, sedari tadi, banyak orang yang berlalu lalang melewatinya, akan tetapi, seakan-akan tak ada yang melihat dia.
Melihat Fang yang ketakutan karena ulahnya. Membuat dia tertawa renyah.
"Percuma, Fang. Tidak akan ada yang menolong mu, bahkan, tidak ada yang bisa melihatmu. Kamu tau? Kamu itu berada ditempat yang sama, namun berbeda dunia. Jadi, berhenti berteriak walau teriakanmu hanya sebatas pikiran."
"S-siapa, lo? Apa yang lo mau, sampe-sampe tinggal dalam raga, gue?!" pria itu hanya menggeleng kemudian berjalan mendekat hingga jarak mereka hanya beberapa centi meter saja.
"Tidak ada. Tapi aku punya hadiah untukmu, Fang. Sekarang, bangun dari tidurmu."
Setelah mengatakan itu, tubuh Fang semakin menegang kala dia mendapatkan sebuah ciuman tepat dikening sempit miliknya. Namun tak lama, rasa kantuk yang luar biasa datang menghampiri, membuat Fang mengantuk dan tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternity; KaiFang
FanfictionLapak Brothership, not LGBT. Fang kira dengan ia bunuh diri akan mengakhiri segala penderitaan yang menimpah hidupnya. Namun nyatanya, sudah berkali-kali percobaan bunuh diri yang ia lakukan, namun sama sekali tak pernah membuahkan hasil. Hingga s...