Chapter 6

998 63 20
                                    

"... klasik, tapi mungkin benar bahwa mencintai tidak harus memiliki. Seberapa keras kita mencoba mempertahankan, hati seseorang akan berubah sesuka kemauannya"

...

"Aku sakit"

"Dadaku rasanya sesak"

"Hidupku serasa hancur"

"Kenapa kau melakukan ini padaku?" "Kenapa? Apa karena aku seorang perempuan? Rasanya benar-benar sakit"

"Apa ini karma untuk ku? Katakan padaku..."

Freen meracau terduduk di pojokan kasurnya, menangis meluapkan kecewa dan emosinya yang bergejolak.

"Maafkan aku Freen... Aku tidak bisa memilihmu. Aku telah berjanji untuk tetap disampingnya. Ini perimintaannya, aku harus menepatinya. Kau sangat baik Freen, kau bisa mendapatkan gadis manapun yang lebih baik dariku. Aku sangat buruk, aku selalu melukaimu. Aku telah melukai hatinya karena memilihmu, dan kali ini tolong izinkan aku untuk menyembuhkan hatinya.

"Jika takdir kita berjodoh suatu hari kita pasti bertemu. Saat itu aku yang akan mencarimu."

"Rebecca Patricia Armstrong, kau pikir hatiku apa? ini hati bukan sebuah permainan. Kau berjanji padanya dan ingin menepatinya? Lalu bagaimana janjimu padaku untuk tidak meninggalkanku?..."

Freen menahan amarahnya. Berkali-kali menarik nafasnya dalam-dalam. Sementara Becky telah larut dalam isak tangisnya.

"Maafkan aku Freen... Maaf..."

"... Dan kau mengatakan kita berjodoh? Tidak Bec, sebisa mungkin aku tidak mau berjodoh denganmu. Gadis yang hanya menganggapku sebagai persinggahan hatimu ketika kau merasa kesepian. Kau juga bilang ini takdir? Baik. Kau sesuka hati bisa mengubah takdirmu, aku juga akan sesuka hati mengubah takdirku." Freen meneteskan air matanya, meremas jari jemarinya sendiri.

"Freen aku.. A-aku berjanji..."

"STOP!" Freen cepat-cepat mencegat perkataan Becky. "Jangan pernah berjanji, janji dan janji lagi.

Jangan sembarangan mengucap janji Rebecca! Kau pikir janji itu apa?! Aku tau kau melepasku hanya karena aku perempuan bukan?"

"Tidak, bukan itu Freen... Aku sudah mengatakannya sebelumnya kalau..."

"Halah, persetan dengan alasanmu!" Freen meninggikan suaranya.

"Maafkan aku... Maaf..."

Freen menatap Becky yang menangis terisak di depannya.

"Sudah cukup. Ini terakhir kali aku berdiri di depanmu. Kau benar Bec, kita hanya bisa pasrah dalam suatu keadaan. Cinta juga tidak bisa kita paksa. Harus mencintai siapa dan dengan siapa, yang harus kita ingat adalah perjuangan kita dari awal untuk menjadi seperti itu. Itu adalah kunci agar sepasang kekasih tetap bersama. Lalu apakah kau mengingat perjuangan kita dari awal?" Freen bertanya kepada Becky dengan wajah penuh amarah bercampur kebingungan.

Entah apa yang harus dia lakukan sekarang.

"Pergi..." Ucapnya kemudian kepada Becky.

Becky terhenyak.

"Freen... aku tidak mau. Aku akan tetap disampingmu meski kita tidak akan seperti dulu."

"Pergi! Kau pikir itu baik untukku? itu baik untukmu tapi tidak untukku! Pergi! dan jangan pernah kembali lagi." Freen meninggikan volume suaranya membuat Becky semakin terisak.

"Tidak jangan menangis", Lanjut Freen, melihat Becky semakin menangis. "Kau bilang lelah menangis karenaku, kenapa kau menangis lagi? kau selalu berbohong padaku Bec..." Freen memelankan nada suaranya, lebih tenang dari sebelumnya. "Tolong pergi Bec, aku semakin sakit melihatmu. Aku sakit. Sangat sakit... Aku mohon pergilah. Hatiku yang sakit mudah disembuhkan, jangan khawatir atas hatiku yang sekarang itu bukan tanggung jawabmu lagi." Freen melangkah mundur perlahan dari hadapan Becky.

"Freen..." Becky memanggilnya lirih, menatapnya penuh rasa sakit.

"Pergilah..." Freen mengibaskan telapak tangannya dihadapan Becky.

"Maafkan aku Freen... Maaf... Maafkan aku..." Ucap Becky pelan, lalu melangkah menghilang dari hadapan Freen. Tangis Freen membludak, kakinya lunglai. Dia terjatuh duduk meremas rerumputan di tanah.

...

Freen berjalan ke arah ruang kerjanya, membuka sebuah kota kecil dari laci meja kerjanya. Sebuah kotak kecil berwarna merah tua yang tersemat sepasang cincin di dalamnya. Freen mengelus cincin tersebut. Cincin yang ia rencanakan untuk melamar kekasihnya dulu, Becky Armstrong. Tapi sebelum niatnya terlaksana, Becky lebih dulu menyerah pada hubungan mereka. Tidak mau berjalan lagi dengannya. Dia lebih memilih berjalan seiringan dengan orang yang pernah berjalan bersamanya dulu. Lamunannya terbuyar ketika mendengar sepasang langkah kaki mendekatinya.

"Freen..."

"Iya ibu..." Jawab Freen menjawab suara lembut yang memanggilnya itu.

Ibunya berjalan mendekati, Freen tersenyum menatapnya.

"Dia menyerah berjuang bu, dia tidak mau berjalan bersamaku lagi. Takdir terkadang sangat lucu bu, apa yang kita inginkan pasti tidak baik untuk kita, yang dikatakan Phi Mike benar, aku tidak akan pernah bisa memiliki Becky. Dia tidak akan pernah menjadi milikku sampai kapanpun." Freen tersenyum sinis.

Ibunya menatapnya, mengelus dada anak semata wayangnya itu. Kemudian tersenyum.

"Meski disini kau sakit dan berusaha mencoba kuat, ibu percaya ini bukan akhir dari takdirmu. Takdirmu tidak sampai disini. Takdir memang sudah ditentukan, tapi jika kau ingin takdirmu berakhir bahagia, kau bisa mengubahnya. Hanya kau yang bisa mengubahnya nak." Terang ibunya sembari mengelus-elus lengan Freen.

"Iya ibu... aku paham bagaimana hatimu waktu itu ketika ayah mengkhianatimu. Rasanya tidak bisa diungkapkan."

"Percayalah... rasa sakit itu perlahan akan menghilang, kuncinya kau harus tetap sabar dan kuat. Dan ibu tahu, kalau anak ibu yang ini sangatlah kuat, Freen." Ibunya tersenyum menghibur. Freen membalas senyumnya.

"Terima kasih ibu..." Freen memeluk ibunya erat. "Terima kasih banyak. Kau mengajarkanku bagaimana tegar menghadapi pilihan hidup. Terima kasih, aku mencintaimu."

Cinta tidak hanya tentang bertahan dan berjuang tapi lihat juga keadaan dalam hubungan tersebut, jika salah satu dari kita sudah benar-benar tidak mau sejalan, maka lepaskan. Bukan hanya kau, aku juga berhak untuk bahagia.

Hiduplah dengan baik Becky Armstrong.


End.

Please... Don't Leave Me! (freenbecky)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang