One Way Ticket 5

174 15 19
                                    




"Aku udah ngerti sekarang..."

Namjoon tersenyum lebar dengan semangat yang tak pernah sahabatnya lihat selama ini.

"Kamu kenapa, Nam?" Jackson mengerutkan dahi bingung memperhatikan Namjoon yang sedari tadi bolak balik mencoba pakaian yang dibawanya malam tadi dari apartemen Seokjin.

"You're right, Jack..." Akhirnya pemuda itu duduk tenang di samping sang sahabat.

"I love him...."

Dengus tawa keras terdengar. Disusul oleh gelak lega sang sahabat yang merangkul lengannya erat.
"Seneng banget aku dengernya, Nam..."

"Senengggg banget..." Ia mengeratkan pelukannya pada sang pemuda yang terkekeh malu.

"Jadi...kamu bakal ngajak kencan Seokjin kan? Bukan Somi"

Namjoon mengangguk. "Tapi aku bakal ketemu Somi dulu, jelasin semuanya ke dia"

"Baru aku ke apartemen Seokjin..."

"Bawa apa ya? Masa bunga lagi....bosen kali dia..." Langkah besar-besar itu kembali menyusuri lantai kamarnya.

Jackson terbahak geli. "Pake baju duluuu....baru mikir!"






"Jinnie udah urus semuanya?" Suara pria di ujung sambungan itu bertanya lembut.

"Udah, pa....dari kemarin Jinnie bolak balik buat ngurus dokumen-dokumen kepulangan sama surat-surat buat perusahaan papa di Seoul..." Seokjin menjawab lemah.

Hela nafas pelan terdengar. "Jinnie.....seandainya bisnis papa disini bisa menunggu, papa akan memberikan waktu buat kamu stay disana sebentar lagi..."

"Tapi maaf, sayang....kamu harus segera berada disini secepatnya"

"Pa....please....sebentar aja..."
"Kasih Jinnie waktu setengah jam aja buat mastiin kalo pilihan Jinnie ini bener..."

"Kalo ngga......" Seokjin membuang nafasnya singkat.

"Pesawatnya berangkat jam 8 kan?"

"Jinnie...." Sang ayah kembali menghela nafas panjang.
"Apapun pilihan kamu....papa doakan itu yang terbaik ya, sayang...."

"Papa kangen kamu....tapi kalo kebahagiaan kamu berada di sana....papa juga ga tau harus gimana lagi..." Ia terkekeh pelan.
"Cuma bisa berharap kita kumpul lagi kaya dulu..."
"Kamu nerusin bisnis papa yang entah sampai kapan bisa papa pegang sendirian...."

"Tapi......"
"Ah....kamu sudah dewasa, Jinnie.....papa yakin apa yang jadi keputusan kamu itu adalah sesuatu yang sudah kamu pikirkan matang-matang...."

Seokjin menggigit bibir bawahnya, menahan air matanya yang siap tumpah.

Sambungan pun berakhir. Seokjin berlari menuju basement, menyalakan mobilnya dan meluncur secepat mungkin ke tempat Namjoon bekerja.

Beberapa kali ia melirik jam di tangannya, berharap masih sempat bertemu sebelum ia kehilangan Namjoon untuk waktu yang tak dapat ditentukan.

Usai memarkir mobilnya, Seokjin kembali berlari memasuki gedung bioskop tempatnya menghabiskan malam-malam terakhirnya di Canada, tempat ia bertemu dengan sosok yang mengubah hidupnya menjadi indah dan bermakna.

Tempat ia merasakan jatuh cinta yang sebenarnya.




"Begitu....." Somi menundukkan kepalanya.

"Maaf....maaf banget....aku yang bego"

"Aku yang ga sadar sama perasaan aku sendiri..."
"Maaf lagi aku terkesan mainin kamu..." Namjoon merendahkan kepalanya menatap sang perempuan khawatir.

"Ngga kok, Namjoon...." Somi menegakkan kepalanya.
"Lagian kita kan baru kenal, ketemu juga lebih sering kamu dan kak Seokjin kan..."

"Aku......"

"Aku seneng kok akhirnya kamu sadar..." Ia mengusap lesung pipi sang pemuda lembut.

Namjoon terkekeh mengusap tengkuknya malu.

"Awwww...you're blushing!" Somi tergelak menatap wajah merona sang pemuda.

"Kamu ngegemesin, Namjoon..." Ia menjawil pelan pipi sang pemuda kemudian memeluknya erat.

"Bahagia ya kalian berdua....."


Dan disinilah Seokjin berdiri mematung. Di ambang pintu teater menatap tangga deret ke-tiga teratas tempat pertama mereka bertemu.

Berusaha tersenyum diantara derai air mata yang enggan berhenti dan hatinya yang hancur.

"Ah......Namjoon......akhirnya kamu ga malu-malu lagi...."

"Baik-baik kamu disini ya...." Ia melangkah mundur kemudian berbalik meninggalkan mereka berdua.


'Pa....'

'Bentar lagi Jinnie berangkat..."

'Jinnie juga kangen papa'

E N D

One Way Ticket [Short Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang