Azan subuh menggema lembut di seluruh asrama, memecah kesunyian malam yang pekat. Aneska merasa hatinya kembali dipenuhi kecemasan yang berat. Meskipun suasana di sekitarnya tampak tenang, suara-suara dalam kepalanya-terutama suara Agatha-masih terngiang, membuatnya tak bisa sepenuhnya fokus. Aneska duduk di tempat tidur, menatap langit-langit kamar yang gelap. Sesekali, bunyi nyamuk yang terbang mengganggu ketenangan, tetapi pikiran Aneska lebih terganggu oleh bayangan Agatha yang selalu datang di saat-saat terburuk. Namun, ia berusaha tidak menghiraukan, setelah mengantri di WC, langsung saja ia bergegas berwudhu di depan asrama, untuk melaksanakan sholat subuh.
Di tengah khusyuknya Aneska berwudhu, Agatha, dengan matanya yang tajam dan senyumnya yang ramah, selalu muncul dalam lamunannya. Setiap kali Aneska beraktivitas, sosok itu muncul, menatapnya dengan penuh perhatian, seolah memberikan rasa aman dan mengingatkan Aneska untuk tidak terlalu khawatir. "Tenang, Aneska. Kamu bisa menghadapinya," suara Agatha selalu terdengar lembut dan menenangkan.
Setelah selesai berwudhu di depan asrama, Aneska merasa tubuhnya sedikit gemetar. Ia berusaha mengusir rasa cemas yang menguasai pikirannya. Di tengah perasaan yang kacau, ia sadar bahwa sholat adalah salah satu cara untuk menenangkan hatinya. Meskipun ruang sholat di asrama terasa sempit dan sedikit sumpek, belum lagi harus menampung 30 orang. Namun, Aneska merasa jauh lebih baik ketika berada di asrama. Mungkin karena ada cahaya lampu.
Dengan langkah yang pelan, Aneska menuju pojok asrama yang sudah menjadi tempatnya sholat selama 1 bulan terakhir. Setelah menunaikan sholat berjamaah, ia merasa sedikit lebih tenang, meski perasaan takut itu masih membayangi. Dalam setiap gerakan rukuk dan sujud, ia berusaha untuk menyatukan hatinya dengan Allah, berharap bisa mendapatkan sedikit kedamaian. Namun, saat ia duduk setelah sholat, suasana di sekitarnya tiba-tiba berubah. Ada sebuah angin dingin yang tiba-tiba berhembus di dalam ruangan, meskipun jendela tertutup rapat. Aneska menoleh ke sekitar, memastikan tidak ada yang salah, namun angin itu tetap terasa. Sebuah bayangan melintas dengan cepat di ujung mata, membuat Aneska hampir terjatuh. Teman-teman asrama yang melihatnya pun semakin tertawa lepas. Merasa apa yang telah dilakukan Aneska terlihat aneh dan tidak jelas. 29 orang tertawa puas melihat Aneska terjatuh.
"Ya Allah, lindungi aku," bisiknya, sambil memejamkan mata dan mencoba menenangkan diri. Tetapi perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan tetap mengganggu.
Setelah beberapa detik yang terasa seperti berjam-jam, angin itu akhirnya berhenti. Namun, suasana di dalam ruangan terasa semakin menegangkan. Aneska merasa seperti ada yang mengamatinya, sesuatu yang tidak terlihat tetapi terasa ada. "Tenang, Aneska. Aku di sini," suara Agatha kembali terdengar, kali ini lebih jelas, seolah mengisi seluruh ruang sholat.
Aneska terkejut dan membuka matanya, namun tidak ada siapa-siapa di sekitarnya selain teman-teman asrama yang tidak layak di sebut teman mentertawakannya. Ia berdiri dan segera keluar dari asrama, berusaha menenangkan pikirannya. Namun, semakin ia berusaha untuk melupakan, semakin kuat suara itu menggema di kepalanya.
Di luar, suasana masih gelap, matahari belum sepenuhnya terbit. Dengan ketakutan yang semakin membesar, Aneska merasakan bahwa ia tidak akan pernah bisa melarikan diri dari bayang-bayang itu. Segala upaya untuk menenangkan diri seolah sia-sia, karena bayangan itu selalu hadir di tempat yang tak terduga. Mungkin, pada akhirnya, ia tidak akan pernah bisa bebas. Mungkin Agatha, dengan segala kebaikannya, akan terus mengikutinya, menunggu di setiap sudut gelap hidupnya. Meski begitu, tetap saja Aneska berlari ketakutan. Apa yang gadis malang itu lakukan justru membuat 29 orang di asrama menertawakannya dengan lepas dan puas. Tanpa mereka mengetahui apa yang Aneska lihat tadi.
Setelah melarikan diri dari asrama, Aneska berlari tanpa tujuan, langkahnya terasa berat dan tergesa-gesa. Suasana di luar masih gelap, dan hanya lampu-lampu jalan yang samar-samar menerangi langkahnya yang terengah-engah. Ia merasakan tubuhnya menggigil, bukan hanya karena dinginnya subuh, tetapi juga karena ketakutan yang mencekam. Agatha, bayangannya, terus mengikutinya, menari-nari dalam setiap langkahnya.
Di tengah keheningan orang berzikir dan berdoa, suara tawa teman-temannya di asrama masih terngiang jelas di telinganya. Tawa mereka yang menghina, menertawakan kebingungannya, memperburuk perasaan yang sudah cukup buruk. Mereka tidak mengerti. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam dirinya. Setiap tawa itu menusuk lebih dalam dari yang ia bayangkan. Tidak ada yang peduli, hanya ada bayang-bayang yang semakin besar. Khususnya Sofia yang tertawa paling kencang.
Aneska duduk di lantai WC bawah asrama Zainab, tubuhnya lemas, wajahnya tertunduk, dan napasnya masih terasa cepat. Tangannya menggenggam erat, mencoba menenangkan dirinya, tetapi ketakutan yang terus mengganggu pikirannya tidak bisa hilang. Setiap kali ia menutup matanya, bayang-bayang Agatha seolah-olah muncul, mengawasi dari balik setiap sudut kegelapan.
Ia mencoba untuk meyakinkan dirinya bahwa ia aman di sini, tetapi perasaan terasing dan ketakutan itu tidak pernah hilang. Takut akan bayang-bayang yang mengikutinya, takut akan hal-hal yang tidak bisa ia kontrol. Rasanya, dunia ini semakin sempit.
Dengan perasaan yang semakin kacau, Aneska berusaha untuk menenangkan dirinya. Ia memutuskan untuk mengunci pintu WC, berharap itu akan memberikan sedikit ruang untuk dirinya sendiri. Tapi, tak lama setelah ia melakukannya, suara ketukan terdengar dari luar pintu.
"Aneska, kamu di dalam?" suara Alina terdengar, penuh kekhawatiran.
Ketukan itu disusul dengan suara Jelita. "Aneska, kamu nggak apa-apa, kan? Bukain pintunya."
Aneska memejamkan mata, mengigit bibirnya, berusaha untuk mengendalikan emosi yang hampir tak terkendali. Ia ingin mereka pergi, tetapi hatinya merasa bingung. Tidak ada tempat lain baginya untuk bersembunyi. Ia merasa seolah-olah terjebak di ruang ini, dikelilingi oleh ketakutan yang tak terucapkan.
"Kalian jangan ikut campur," pikirnya, meski kata-kata itu tidak keluar dari mulutnya. "Kalian nggak ngerti apa yang aku rasain."
Namun, suara ketukan itu semakin keras, dan dari luar pintu, terdengar Alina yang mencoba berbicara lebih lembut. "Nes, kamu nggak sendirian. Kami khawatir banget sama kamu. Jangan tutup-tutupin perasaan kamu, ya?"
Jelita juga ikut berbicara. "Kami hanya mau bantu. Bukalah pintu, ayo. Kita bisa sama-sama cari solusi."
Aneska hanya terdiam, masih duduk di lantai, menundukkan kepala. Ia tahu, meskipun mereka berusaha membantu, tidak ada yang benar-benar bisa mengerti apa yang sedang ia rasakan. Ketakutan ini begitu dalam, begitu pribadi. Bahkan canda tawa mereka tadi ketika melihat tingkah lakunya yang aneh masih terngiang di telinganya, membuatnya merasa semakin sendirian.
Mereka mungkin tidak bermaksud buruk, tetapi bayang-bayang yang mengganggunya begitu nyata. Agatha, dengan segala cara untuk mengikutinya, seakan selalu ada di sana, menunggu setiap kali ia mencoba melarikan diri.
Suara ketukan itu berhenti sejenak, mungkin mereka mencoba memahami keheningan yang menghimpit Aneska. Namun, Aneska tahu, walaupun mereka ingin membantunya, ia harus menghadapinya sendiri. Mereka tidak tahu betapa kuatnya rasa takut itu menguasainya.
Dengan suara parau, Aneska akhirnya berkata pelan, "Aku nggak bisa... aku nggak bisa keluar dari perasaan ini. Aku takut..."
Namun, ia tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Sambil memeluk lututnya lebih erat, air mata yang ia tahan akhirnya jatuh. Keadaan ini terasa begitu berat, dan ia hanya ingin melarikan diri dari semuanya, bahkan dari dirinya sendiri. Tapi di dalam hati, ia tahu, melarikan diri tidak akan pernah memberi jawaban.
![](https://img.wattpad.com/cover/365697524-288-k119676.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Risak & Rusuk [Revisi]
Random‼️Dilarang Keras Plagiat. Yang Plagiat Hidupnya Tidak Berkah‼️ Jika kalian mengira pondok pesantren itu sering bercerita tentang perjodohan? Dan kisah ini juga bercerita tentang perjodohan? Kalian salah besar. Di cerita ini, Aneska yang merupakan s...