✧
✧
✧Sekembalinya dari, kini Luna dihadapkan dengan Melvin yang tiada henti merecokinya supaya memaafkan. Dua bocah tersebut saat ini dalam posisi duduk berhadapan di brankar, sedangkan tiga orang dewasa mengobrol di sofa.
"Pipoy, stop!"
"Tapi--"
"Iya aku maafin!" Luna berucap sebal dengan bibir mengerucut.
"Tapi kok masih marah?"
"Diem!"
"Tuh, kan. Masih marah."
Telah memasuki pukul dua siang. Ternyata Luna pulih lebih cepat dari perkiraan hingga ia diperbolehkan pulang sore ini. Namun untuk mencapai pukul senja dalam ruangan membosankan rumah sakit, seolah membutuhkan setahun. Beruntung kehadiran Sham cukup menghibur kendati pria itu sedari tadi hanya sibuk mengobrol bersama Zack dan Bella. Mereka tampak serius.
"Aku maafin kalau kamu juga minta maaf sama papa aku."
Melvin menunduk, ragu. Ia sebetulnya gengsi, saat melirik Sham yang tengah berbincang bersama Baba dan Caca, membuat persepektif mengenai kejadian tak mengenakkan di rumah oma tempo lalu perlahan menguap. Tapi tetap saja! Meneriaki orang lain itu tidak sopan, terlepas dari dia bersalah atau tidak. Karena Oma dulu pernah bilang, kalau menegur orang salah, harus secara baik-baik.
Ia kemudian mendongak, memberikan tatapan melas, berupaya menolak.
"No! Nggak ada tapi." Luna tampaknya bersikeras mendapatkan maaf. "Kalau nggak mau ya udah, sana pergi." Selanjutnya ia bertelekap dada seraya berpaling wajah dari Melvin.
Manik kembar Melvin mulai berkaca-kaca. Bulan yang biasa lembut juga kerap bermanja dengannya kini melengos begitu saja, itu jelas menyentil hati.
Sedangkan Luna melirik dari ekor mata, memastikan apakah Melvin akan menurutinya atau tidak. Tapi nyatanya, bocah itu malah bergeming dengan sudut bibir ditarik ke bawah, bahkan air mata sudah mengendap, siap terjun.
Luna kelabakan. "Ih! Pipoy kenapa nangis?!" Ia tanpa sadar membentak saking paniknya.
Tiga tetua melirik kegaduhan kecil yang duo imut ciptakan, terutama Bella yang lekas berdiri untuk melerai kala mulut Melvin mengeluarkan isakan.
Keresahan Luna mulai timbul kala Bella mendekat. Takut jikalau dimarahi, ia bersiap menangis supaya terhindar dari kemurkaan sekaligus membangun kesan jika dirinya tak sepenuhnya salah.
Namun Melvin justru menangkap lain maksudnya. Terbukti dari tangis yang kian kencang bersamaan dengan dua lengan kecilnya terulur merengkuh Luna. "Bu-bulan jangan nangis..."
Alih-alih menggaungkan amarah, Bella justru menahan gemas akan interaksi menggelitik keduanya. Bagaimana sebelumnya mereka bersitegang hingga salah satu menangis dan diikuti yang lain, lalu akhirnya memeluk untuk saling menenangkan. Betapa imutnya mereka!
Zack dan Sham pun menyaksikan, terutama Zack yang sebelumnya panik kini terkekeh jenaka di tempat. Ia berharap, semoga keduanya rukun untuk jangka waktu lama.
"Bu-bulan jangan sedih, Elvin janji akan minta ma-maaf, kok!"
Melvin yang masih berlinang air mata mengurai pelukan, lalu menatap Sham tanpa beranjak dari tempat.
"Sorry uncle! Elvin salah, dan Elvin minta maaf!" ucapnya cepat, lalu kembali memfokuskan diri pada Luna yang berangsur tenang. Jemarinya mengusap air mata gadis itu, tak memedulikan wajah sendiri yang bahkan belepotan ingus.
Pun siangnya dihabiskan Bella menenangkan Melvin dan Luna, yang akhirnya terlelap dalam posisi mendekap satu sama lain. Sedangkan Zack dan Sham mengasingkan diri untuk lanjut mengobrol lebih serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa!
FanfictionDisclaimer: Cerita ini adalah karya fiksi. Nama, karakter, tempat, dan kejadian dalam cerita ini merupakan hasil imajinasi penulis atau digunakan secara fiktif. Setiap kemiripan dengan kejadian nyata adalah kebetulan belaka. ________________________...