11. "Percaya"

73 7 12
                                    



Bara akhirnya berhasil menangkap belut penghianat itu, meski demikian, pening kepalanya seolah kian intens karena informasi mengenai Lena yang pergi menemui Keanu. Ia berdecih, mengingat perempuan yang katanya ingin memulai jenjang baru dengannya itu kini lebih memilih kabur menemui lelaki lain dibanding mencaritahu kabarnya.

Ruang kerja yang sunyi menambah beban pikiran Bara, hingga suara ketukan pintu yang berulang kali mengganggu lamunannya. Setelah memberikan izin masuk, pintu terbuka, memperlihatkan Setio, bawahan kepercayaannya.

"Bos." Setio menunduk singkat, sebelum menyerahkan dua map berwarna kuning yang berisi informasi berbeda.

Bara membuka map pertama tanpa banyak ekspresi, namun ketika ia sampai pada map kedua, matanya menyipit bingung saat melihat beberapa lembar potret di sana. "Jadi, keponakan saya beneran kabur?" tanyanya memastikan.

"Iya Bos. Ternyata, Den Vian juga ngambil sebagian harta di kediaman Zack sehingga dugaan sementara polisi terhadap korban adalah upaya perampokan."

Jangan bilang, Melvian sengaja melakukan itu untuk membantunya? Bara berpikir dalam diam. Apakah dia harus merasa bersyukur karena keponakannya yang dulu putih bersih kini telah ternoda oleh kebencian yang sama?

Ia menyingkirkan foto tersebut dengan jari yang tak peduli, kemudian mengalihkan perhatian ke isi map yang lain. "Seret mereka pulang," ucapnya acuh tak acuh, seakan tak ada yang lebih penting daripada perintah itu.

Setio mengangguk cepat, lalu dengan sopan berpamitan untuk segera melaksanakan perintah atasannya.


✧ ✧ ✧

Sebenarnya, Keanu tidak bisa bersikap biasa saja ketika hatinya terus resah. Benaknya selalu tertuju pada Lena, perempuan cantik yang masih memegang kuasa hatinya kendati tergores oleh perempuan itu pula.

Udara malam yang dingin seolah tidak mempan meredakan amarah yang tiba-tiba membara di dada saat bayangan Bara yang dengan licik menyebutkan enam tahun penuh penderitaan Lena-sesuatu yang sudah berusaha Keanu lupakan-kembali menghantam otak.

Ia memasukkan tangan ke saku, meraih ponselnya, dan langsung menekan nomor yang sudah dihafalnya di luar kepala. Beberapa nada sambung berlalu sebelum akhirnya terdengar suara lembut di ujung telepon.

"Keanu?" Suara Lena terdengar lelah, namun ada sedikit nada kekhawatiran di sana.

"Kamu di mana?" tanya Keanu tanpa basa-basi, suaranya terdesak oleh urgensi.

Lena terdiam sejenak sebelum menjawab, "Aku di rumah. Ada apa? Mas tegang banget kayaknya."

Keanu menggigit bibir, tidak ingin menakut-nakuti Lena dengan kecemasan sekaligus takut akan mendapat penolakan keras. "Saya mau kamu pergi dari sana. Saya akan jemput. Kita perlu bicara."

Tak memberikan Lena kesempatan menjawab, Keanu berujar, "Saya mohon..."

Bohong jika Lena tidak gelisah setelah mendengar permohonan lawan bicaranya, terlebih lagi kejadian semalam di mana Bara bersikap kasar seolah kembali berputar dalam ingatan.

Mendengar tidak ada respon, Keanu menimpali, "ini tentang Bara."

Lena menghela nafas, benar dugaannya. "Aku siap-siap dulu. Tunggu aku di halte kemarin."

Pun setelah mendapatkan persetujuan, Lena segera memutuskan panggilan untuk mengetahui di manakah Bara dan sedang apa.

Sementara itu, Keanu melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh menembus malam. Pikirannya melayang ke masa lalu, ke awal pertemuannya dengan Lena-pertemuan yang sejak awal sudah direncanakan sebagai pion dalam permainan dendam Bara.

Papa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang