Dunia di cerita ini ga ada kaitan sama sekali dengan aturan di dunia nyata. Cara aturan mereka berjalan jelas berbeda dengan dunia kita. Cerita ini juga masih banyak kelemahannya, jadi tolong dimaklumi^^I hope you'll like it!
✧
✧✧
Luna masih menggenggam telunjuk Sham—pemimpin jalan menuju rumah yang akan mereka tempati. Cengiran juga tak pernah terlewatkan tatkala Sham meliriknya, rasa antusiasme mengakibatkan ekspresi bahagia itu sulit terkontrol
Namun Sham menganggap reaksi Luna terlalu berlebihan, dimana kilauan mata bulat itu seolah bisa menerangi malam yang belum lama ini menyapa.
Baru saja menekan kenop pintu, Sham dibuat terperanjat oleh gebrakan tak terduga Luna karena sebuah dobrakan pintu.
Luna pun masuk, dan...
Wow!
Visual yang sangat menakjubkan tertangkap retina.
Ya. Teramat mengagumkan sampai Luna merinding dibuatnya, lantaran kondisi rumah ini tak lebih baik dari kamar dan ruang tamu Melvin yang mereka kuasai ketika bermain. "Rumah Papa habis dimasuki angin pusing, ya?" celetuknya polos.
Apakah angin pusing yang dimaksud merupakan puting beliung? Sham hampir tergelak sekaligus meringis, itu terdengar seperti olokan. Namun ia mengabaikan dan segera memunguti kain-kain di sekitar dan permukaan sofa.
Lalu inisiatif menolong timbul sesudah menyaksikan Sham mulai memungut beberapa kaleng bekas dan sampah lainnya. Sementara itu, Luna bergegas menumpuk piring serta mangkok kotor, lalu dibawa menuju dapur—tepatnya wastafel.
Kegiatan Sham terhenti, teralihkan oleh setiap pergerakan Luna. Usai beberapa sekon, sudah mendapati gadis kecil itu berpijak pada kursi, kemudian tampak sibuk dengan tumpukan kotor alat makan.
Dari dapur yang tidak memiliki sekat dengan ruang tamu, Luna bisa melihat Sham yang juga menatapnya. "Luna bantu cuci piring, terus Papa yang bersihin ruangan," tuturnya.
Sham belum kunjung merespon, hingga Luna melanjutkan aktivitas, baru ia ikut meneruskan kegiatannya.
Membersihkan rumah walau berdua ternyata cukup menyita waktu dan mengais energi, namun tak heran jika kondisi rumah bahkan seperti kapal pecah.
Teh hangat telah Sham siapkan untuk mereka nikmati berdua di sofa sembari menonton televisi.
Sham menyulut api pada moncong rokok di mulutnya, lalu dihisap dengan penuh hikmad. Hembusan rokok perlahan mulai menyebar, mengusik ketenangan Luna yang sampai batuk tersedak asap.
Sham meliriknya, lantas mencabut rokok di mulut menggunakan apitan jari.
Luna masih terbatuk, cukup parah. Sham lantas mengulurkan gelas teh pada mulut Luna.
"Terimakasih, Papa."
Sham berdehem, sejurus kemudian menghela nafas penuh sesal. Kebiasaan buruknya yang suka merokok dalam ruangan sepertinya memang harus dihentikan. Rokok yang masih tersisa banyak terpaksa ia taruh di asbak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa!
FanfictionDisclaimer: Cerita ini adalah karya fiksi. Nama, karakter, tempat, dan kejadian dalam cerita ini merupakan hasil imajinasi penulis atau digunakan secara fiktif. Setiap kemiripan dengan kejadian nyata adalah kebetulan belaka. ________________________...