HAPPY READING 📖 and ONLY FUN MY BAE🤍
SORRY FOR TYPO
JEJAKNYA, JANGAN LUPA YO, REK!
•••|Rasa senang yang teramat sangat besar menguasai diri, tatkala seorang yang dirindukan nyatanya kembali.|
°•°•°
Juli; 2016Papan tulis di depan penuh dengan angka dan garis, kertas-kertas dan buku berserakan di masing-masing meja para siswa-siswi penghuni kelas.
Jika dilihat dengan mata batin, pasti akan terlihat asap-asap misterius yang berasal dari kepala mereka. Akutansi, jurusan yang mereka pilih sekarang tengah memborbardir akal sehat mereka sendiri.
Penghuni kelas X Akutansi 1 ini sekarang sedang jatuh cinta dan benci secara bersamaan dengan mata pelajaran berhitung yang lebih parah dari berbagai pelajaran matematika di jenjang SMP maupun SD yang telah mereka lewati.
Bermacam-macam jenis manusia di kelas ini, sekarang mereka sibuk mengerjakan latihan soal dengan begitu serius, sesekali ada yang bertanya ke guru atau ke teman sebangku jika ada yang tidak begitu mereka mengerti.
Ada yang mengerjakan soal dengan tenang, aman, damai, ada yang sembari garuk-garuk kepala, ada juga yang bergelut dengan rambut atau kerudung mereka, dan ada juga yang begitu santai mengerjakan sembari makan permen karet, tak lain tak bukan, Arvin lah orangnya.
Begitu santai dia mencoret-coret angka pada kertas, memencet kalkulator, dan menulis jawaban yang sudah dia temukan.
Teman sebangkunya sudah menaruh kepalanya yang terasa teramat berat itu, hanya bisa menatap kagum cowok ini.
"Gue masih nomor tiga, lo nomor berapa?" Iseng-iseng Evan—teman sebangku Arvin bertanya.
Tidak langsung menjawab, Arvin membuka telapak tangannya dan mengangkatnya di depan wajah Evan, menyuruhnya menunggu sedangkan dia sibuk menulis jawaban.
Setelah selesai Arvin banting pulpennya lalu dia tutup bukanya. Lantas dia meregangkan otot hingga seperti orang kejang-kejang.
"Engh...."
Mengejan, kejang-kejang, dan suaranya keras saat mengerang. Persis seperti orang sekarat yang butuh dituntun membaca syahadat.
Evan menyadari semua mata tertuju pada mejanya, tepatnya pada teman sebangkunya yang memejamkan mata menikmati peregangan ototnya.
Sekarang, sangking Arvin menikmatinya hingga mengerang seperti kucing tersedak ikan asin dan tangan Arvin merentang bebas.
"Heh, astaghfirullah. Lo ngapa dah?" Tanya Evan sesuai menempeleng kepala Arvin untuk membuatnya sadar.
"Peregangan sedikit," jawab sang pelaku yang kini menyengir kuda menatap teman sekelasnya yang berangsur membuang pandangan kembali ke buku mereka.
"Peregangan udah mirip orang mau menghadap ilahi," cibir Evan dengan matanya yang sinis melirik Arvin.
"Lambemu kui!" Arvin membereskan buku-buku dan berbagai alat tulis lain di atas mejanya.
—mulutmu itu!—"Lihat." Evan menarik buku tugas di meja Arvin.
"Jangan."
"Nggak lihat jawabannya. Cuma lihat aja kertasnya."
Arvin langsung memasukan bukunya ke dalam laci dengan wajah ditekuk. "Lo kira, gue anak usia dua puluh bulan yang bisa lo kibulin?" Enak saja ingin melihat secara cuma-cuma hasil kerja keras pangeran Arvin yang pintar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
9 Lintang; Arvin
Teen Fiction"Mana boleh menyimpan tiga perempuan dalam satu hati?" Sebuah kalimat tanya yang dikhususkan untuk Arvin Putro Rekatama, seorang cowok berbelangkon coklat. ♡? ♡? ♡? "Goblok, lo itu cewek goblok yang cuma gue jadiin pengganti! Lo harusnya sadar, muka...