Hey, apakah kalian pikir aku tak menginginkan vote? Kalian yang membaca dan tidak mengapresiasi karya tulis ku ini, apa kalian memang tidak punya hati, huh?
PERHATIAN! Ini part aslinya hampir penuh bahasa Jawa, tapi aku revisi lagi, aku campur aja, maaf kalau kurang masuk.
HAPPY READING 📖
SORRY FOR TYPO 🤍
•••
Amarah selalu mendorong seseorang ke jurang kegelapan.
°•°•°
"Nih." Marto berjalan begitu saja setelah menaruh selembar uang berwarna biru ke tangan Reta yang sedang bermain dengan Mimi.
"Alhamdulillah, cuma segini, Pak?"
Berhenti langkah Marto, dia terdiam di ambang pintu menuju ruang tamu. Jika tidak salah dengar, istrinya baru mengucapkan hamdalah, kenapa langsung bertanya jumlahnya yang tak seberapa itu?
"Iya, hasil nyebar pupuk kemarin," jawab Marto seadanya.
Reta menurunkan Mimi yang semula berada di pangkuannya. Lalu, dia berdiri, berjalan menghampiri suaminya.
"Pak, jujur aja." Diberi jeda oleh Reta, dia menghela napas kecil sebelum melanjutkan. "Ini kurang," lanjutnya pelan, hampir berbisik.
"Untuk makan dua hari cukup," balas Marto, matanya menatap lurus ke wayang kulit yang menjadi hiasan dinding ruang tamu.
Helaan napa Reta hembuskan. "Kebutuhan bukan melulu soal makan, banyak hal yang har-"
"Makanya jangan boros!" Bentak Marto tiba-tiba. Dia berbalik badan, menatap nyalang istrinya yang juga menatapnya. Namun, tatapan Reta seperti tatapan kaget.
"Aku nggak boros, Pak! Sampeyan nggak ngerti opo wae kebutuhan omah. Sampeyan mor kerja tok!" Sentak Reta, tangannya menunjuk ke dada suaminya untuk menekankan kata 'sampeyan' pada Marto.
-kamu nggak mengerti apa aja kebutuhan rumah. Kamu cuma kerja doang!-"Tok kiro kerjo nggak kesel? Mangkat subuh, balek magrib, panas ra diroso, udan ra digubris. Tok kiro aku nggak berusaha?" Marto tunjuki dadanya sendiri, urat-urat di kepala dan lehernya menegang. Memperlihatkan seberapa jengkelnya dia.
-kamu kira kerja nggak cape? Berangkat subuh, pulang magrib, panas nggak dirasakan, ujan nggak diindahkan. Kamu kira aku nggak berusaha?-Reta mendengus, bibirnya tersungging naik sebelah. Tertawa jengah. "Opo sampeyan kiro, aku juga nggak ikut usaha? Sebelum subuh aku bangun, masak ge sampeyan karo anak, nyuci, nyapu, ke pasar, beres-beres rumah. Nanti bedug dhuhur baru istirahat, pas sampeyan balik kerjo langsung seenaknya sendiri ngomong 'Jadi perempuan, kerjaannya cuma tidar-tidur doang!' memang aku ini cuma sampeyan anggep sebagai babu, kan?" Paparnya, berkaca-kaca matanya, bergetar suaranya saat mengatakan satu persatu apa yang dia pendam selama ini.
"Lek sekirone nggak ikhlas ngurus aku karo anak, rasah dilakoni," tandas Marto.
-kalau sekiranya nggak ikhlas mengurus aku sama anak, nggak usah dilakukan.-Tanpa mengucapkan apapun lagi, Marto berjalan cepat. Dengan sengaja menyenggol pundak istrinya, hingga Reta terhuyung kebelakang dan sedikit berputar badan.
Terisak sudah Reta. Tak mampu lagi dirinya membendung semua unek-unek yang ada. Hatinya sudah lelah menyimpan apa yang dia pendam sendiri selama ini.
Rumah sederhana ini terasa sangat sempit sekarang. Seolah tidak ada oksigen yang masuk dengan lancar, hingga membuat suasana terasa sangat sesak di dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
9 Lintang; Arvin
Roman pour Adolescents"Mana boleh menyimpan tiga perempuan dalam satu hati?" Sebuah kalimat tanya yang dikhususkan untuk Arvin Putro Rekatama, seorang cowok berbelangkon coklat. ♡? ♡? ♡? "Goblok, lo itu cewek goblok yang cuma gue jadiin pengganti! Lo harusnya sadar, muka...