Chapter 12| Hanya Marah, Bukan Benci

76 18 10
                                    

PART INI CUKUP BANYAK BAHASA DAERAH. BERTUJUAN UNTUK MENGINGATKAN KEPADA KALIAN. BAHWA, MASIH BANYAK BAHASA DAERAH YANG MUNGKIN ASING BAGI KALIAN, BAHKAN BAGIKU SENDIRI.

UNTUK ARTI, AKU TARUH DI BAWAH KALIMAT BERBAHASA DAERAH ITU SENDIRI, TERIMA KASIH.

HAPPY READING 📖 and ONLY FUN MY BAE🤍

SORRY FOR TYPO

Jangan lupa jejaknya, ya, Sayang!

•••
|Biarkan orang lain mengutarakan pertanyaan yang berada di benaknya. Namun, jika sudah ada kesempatan untuk bertanya, cobalah bertanya dengan baik-baik, agar mendapatkan Jawaban yang baik pula.|

—by Eka yang sedang belajar menghargai manusia lain—

•°•°•

"Gal, ini bacanya Femilis atau Familis?" tanya Kean, dia menunjuk tulisan Family's di buku yang dia pegang.

"Astaghfirullah, nggak gitu bacanya. Maneh bodo atawa naon? Ieu kasapuluh kalina anjeun naros, kumaha cara maca hiji kecap iyeu, Kean!"
-Lo bodoh atau apa? Ini kesepuluh kalinya lo tanya, cara membaca satu kata ini, Kean!"-

"hah?" Melongo seperti orang dungu hanya adalah hal yang hanya bisa Kean lakukan sekarang. "Kalau ngomong pake bahasa manusia, dong!" protesnya.

"Lo kira orang Sunda itu apa? Bekantan? Manusialah!" Sentak Galih tak mau kalah. Dia mengetuk-ngetuk kasar meja dengan pulpen, sangking kesalnya.

Kean memutar bola matanya, teramat malas dengan Galih. Dia gebrak meja sekuatnya, berdiri dan menatap nyalang Galih yang berada di seberang meja.

"Nyak tak mengerti bahaso sai luah jak mulut berbusa lo itu, Gal! Mikir, Gal, Mikir!" Ditunjuk-tunjuki jidat Galih. Kean tekankan setiap kata pada kalimat terakhirnya.
-Gue nggak ngerti bahasa yang keluar dari mulut berbusa lo itu, Gal.-

"Hah? Bahasa Thailand?" Gantian Galih yang mengernyit, berpikir dan bingung apa arti bahasa yang di pakai temannya itu.

"Ndasmu kui Thailand, kan nggak ada khap, khap-nya. Jelas-jelas India," celetuk Dery, dia baru datang dan langsung mengetuk kepala Galih dengan buku jarinya.
-kepalamu itu-

"Bahasa Lampung," pungkas Kean. Dia sudah duduk, memejamkan matanya, wajahnya dia tutupi buku. Sangking frustasinya.

"Ini di sekolah, pakailah bahasa Indonesia untuk berkomunikasi," ujar Gardi, guru seni musik itu baru saja masuk ke ruangan latihan musik.

Melihat kedatangan sang pelatih, sembilan orang yang sibuk menghafal dan belajar bahasa inggris dari lirik lagu yang akan mereka bawakan itu, langsung beranjak dan berbaris rapi di hadapan Gardi.

"Oke, selamat siang menjelang sore, Sembilan Lintang!" Seru Gardi, penuh semangat dia berucap, membakar semangat sembilan cowok yang sudah hampir padam.

"Selamat siang, Pak!" jawab mereka serempak.

"Bagaimana latihan bahasanya?" tanya Gardi, matanya menyusuri wajah-wajah anak didiknya itu.

"Susah, Pak! Lidah saya udah keseleo belasan kali," jawab Kean, yang berdiri di sebelah kanan Galih.

"Dia banyak tingkah, Pak. Udah nggak bisa bahasa inggris malah ambil bagian rap." Galih mengadu, tangannya menunjuk cowok di sebelah kanannya.

9 Lintang; ArvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang