HAPPY READING 📖 and ONLY FUN MY BAE🤍
SORRY FOR TYPO
Udah mulai masuk ke konflik utama, nih. Siapin otak untuk mikirin siapa biang keroknya, ya!
Jangan lupa jejaknya, ya, Sayang!
•••
"Kenapa lampu panggung bisa jatuh? Kita bisa minta pertanggung jawaban ke pihak acara, kan?"•
°•°•°
Berdarah-darah kepala Arvin, cairan merah pekat kental nan amis itu menetes menodai brankar yang kini dia tiduri. Brankar tersebut melaju cepat, didorong ramai-ramai, dikawal oleh suara kepanikan teman-temannya.Kacau. Benar-benar kacau, hanya itu yang bisa memaparkan keadaan sekarang. Di lorong rumah sakit, delapan remaja berlari, menyeimbangi petugas medis yang mendorong brankar teman mereka.
"Arvin bangun, nggak usah main-main lo! Cuma kebentur aja alay!" teriak Niel yang sedari tadi selalu mengejek Arvin, berusaha membuat sahabatnya bangun dan marah akibat ejekannya.
"Gak perlu teriak-teriak, Niel," kata Kean yang mencoba menenangkan temannya yang tampak sangat hancur dengan keadaan vokalis mereka.
Melihat satu temannya itu menangis, Janu tidak tahan lagi, dia tidak tahan lagi untuk berteriak. "Cengeng banget lo! Baru gini aja lo udah mewek, apalagi kalau dia mati?" ceplosnya.
"Lo nggak usah nambah suasana panas, Bego!" Buana menarik temannya untuk mundur menjauhi Nielsen yang sudah menatap Janu nyalang. Tanda siap sedia untuk menghajar.
Sampailah brankar di depan pintu UGD, sialnya UGD yang mereka dapatkan cukup jauh dari pintu masuk. Brankar yang Arvin tiduri sudah masuk keruangan, berakhir satu perawat lelaki yang hendak menutup pintu.
"Selamatin anggota gue atau lo akan tau akibatnya," peringat Dery, hanya dia yang sedari tadi berhasil meredam emosi anggotanya. Walupun hanya berlaku sebentar saja redamannya.
Kendati demikian, dia sangat hancur melihat kejadian naas tadi, darah Arvin bahkan masih meninggalkan nodanya di kaus berwarna biru langit yang masih dia pakai saat ini.
Perawat itu mengangguk saja, matanya mengembara menyoroti pemuda-pemuda yang tengah kehilangan kendali atas emosi diri masing-masing. "Tolong tenang, jangan buat keributan. Kami akan berusaha semaksimal mungkin," pesannya sebelum masuk ke ruangan dan menutup pintu rapat-rapat.
Liam dan Elard diam saja, mereka berdua duduk di kursi tunggu. Elard yang baru saja sadar beberapa menit lalu dan Liam yang menatapnya penuh kekhawatiran.
"Lo nggak papa?" tanya Liam untuk kesekian kalinya.
"Hm," Elard mengangguk kecil. Dia menatap lurus ke arah lantai rumah sakit, pikirannya terpacu pada kejadian yang hampir membuatnya bernasib seperti Arvin juga.
Gusar Liam mengacak-acak rambutnya. "Kenapa lampu panggung bisa jatuh? Kita bisa minta pertanggung jawaban ke pihak acara, kan?" gerutunya sembari membawa matanya menatap teman-temannya.
Galih menggeleng. Dia bersimpuh dengan satu lutut yang menumpu pada lantai dan satu kaki yang menapak pada lantai. Berada di sebelah Niel yang hanya diam dengan pandangan kosong sembari duduk di lantai.
"Bukan salah pihak acara," ungkap Galih dengan yakin, sekilas menatap teman-temannya yang juga tengah menatapnya.
"Salah lo, kan? Lo yang salah, Brengsek," tuduh Niel, bersamaan dengan itu dia layangkan tinjunya, sekuat-kuatnya dan secepat-cepatnya ke rahang galih yang tengah memegang pundaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
9 Lintang; Arvin
Teen Fiction"Mana boleh menyimpan tiga perempuan dalam satu hati?" Sebuah kalimat tanya yang dikhususkan untuk Arvin Putro Rekatama, seorang cowok berbelangkon coklat. ♡? ♡? ♡? "Goblok, lo itu cewek goblok yang cuma gue jadiin pengganti! Lo harusnya sadar, muka...