Part 1 Hari Pemotretan

76 8 5
                                    

Sakura memasuki gedung studio untuk pemotretan salah satu majalah terkenal. Studio utama di kawasan West Babylon, New York itu sudah dipenuhi lebih dari selusin kru. Lampu pencahayaan sedang diatur, tiang-tiang soft box, parabolik lighting, sampai background roll yang selebar dinding diturunkan.

Manajer Sakura, Mary, wanita bertubuh sedikit berisi berlari-lari kecil berusaha menyusul langkah panjang model yang diurusnya. "Ruangan riasnya di nomor empat." Seorang kru menyambut mereka dan mengarahkan ke ruangan.

Begitu pintu terbuka, mata Sakura langsung terbelalak. "Astaga! Kenapa dia di sini?"

Sakura mendapati Jessica Anderson berada di ruang rias yang sama, sedang duduk sembari didandani. Semua orang tahu mereka memiliki hubungan yang kurang baik. Mereka saling bersaing di dunia model, gaya hidup, sampai saling menyindir di sosial media secara terang-terangan. Namun, kemampuan mereka sebagai model professional tidak dapat dipungkiri.

"Aku tidak mau di ruangan ini!" Sakura memelotot kepada kru yang terlihat gelisah di sisi pintu. "Siapa yang bertanggung jawab atas pengaturan ini?"

"Tidak perlu merajuk begitu," ucap Jessica memulai, memejamkan mata ketika penata rias memberikan eyeliner panjang di garis matanya. "Sudah lama kita tidak bertemu."

Ia nyaris tidak bisa mempertahankan sikap sopannya ketika beberapa model lain memasuki ruangan yang sama. Kekesalan membuat Sakura mengangkat dagunya dengan angkuh, melangkah anggun ke kursinya, duduk dengan tak acuh, dan menaruh tas tangannya di meja. Di sudut matanya, ia melihat tas tangan di meja Jessica, membuatnya mengumpat dalam hati. "Hah! Lihat, dasar peniru!"

"Ah, ini?" Jessica mengambil tas tangannya. Tas tangan mungil berwarna perak berkilau dengan tekstur kulit buaya dan hiasan permata mahal membentuk detail yang unik di bagian bukaan tas. "Semua orang tahu aku ambassador Lana Marks." Senyum mengejek menghiasi bibir merah berkilaunya. "Kaulah si peniru!"

Sakura mendengar sindiran itu dan mengatupkan bibirnya rapat-rapat, memilih mengabaikan wanita menyebalkan itu. Mengangguk enggan ketika Mary berbisik agar dirinya tidak menimbulkan keributan.

Hanya jeda sesaat. "Seseorang yang bisa dengan mudah menjadi model utama setelah cuti panjang pasti karena pengaruh ayahnya," gumam Jessica kepada penata riasnya. "Uang selalu punya kuasa, terutama di tangan pemilik Creighton," kekehan penuh hinaan meluncur halus dari bibirnya. "Dia pasti akan banyak mengulang pose dan memboroskan waktu, membuat semua orang mengutuk dalam hati."

"Oh, lihat siapa yang bicara?" Sakura menoleh sembari memelotot, menolak halus ketika penata riasnya ingin mengoleskan pelembap.

"Malangnya si jalang ini mengemis cinta dari James Zelinski yang malah lebih memilih menikahi wanita biasa saja." Tawa renyah keluar dari bibir ranum Jessica yang jahat.

Sakura menggertakkan gigi, hatinya langsung robek begitu mengingat cintanya yang retak lalu hancur berkeping-keping dan dijadikan gosip memalukan. "Aku bisa mendapatkan siapa saja yang sebanding. Sementara kau hanya bintang model papan atas untuk iklan waxing ketiak yang mengemis promosi dengan melompat dari ranjang pria hidung belang yang satu ke lainnya."

Jessica berdiri dari tempat duduknya, matanya yang terpantul lampu meja rias berkilat marah. Keheningan yang mencekam sekali lagi meliputi ruangan. Menempatkan mereka di satu ruang duduk yang sama memang merupakan bencana.

"Kapan kau ingin mulai belajar bersikap sopan, Bitch!" desis Jessica dengan mengatupkan giginya.

"Kalau begitu kau juga harus memeriksa moralmu setelah sering berpose telanjang di majalah khusus pria." Sakura tidak mendengarkan permohonan manajernya untuk menenangkan diri. Ia benci pada kepicikan, perundungan, atau pun penghinaan. Jessica selalu melakukan hal itu, terutama prasangka buruk yang selalu mengaitkan kemampuan seseorang dengan kekuasaan keluarganya.

Cherry Blossom (You are My Destiny)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang