Terkadang banyak sekali rintangan hidup yang kita lewati, ada yang rasanya begitu manis, pahit, dan tidak menutup kemungkinan juga terasa hambar.
Kita tetap lah sesosok manusia, dari kita lahir kita cuma dibekalkan oleh allah swt akal yang membuat derajat kita lebih tinggi dari makhluk ciptaannya yang lain.
Artinya, dengan akal kita yang tinggi tersebut, harusnya kita bisa memahami bahwa segala sesuatu yang sudah terjadi adalah takdir yang sebelum kita dilahirkan kita sudah menyepakati bahwa kita sanggup menjalani ini semua sampai ajal menjemput kita.
Tapi kenapa? Banyak sekali keputusasaan yang menyerang semua manusia di muka bumi ini. Yang tak lain semuanya perihal duniawi. Ada yang tak pernah merasa puas dengan segala pencapaian, ada yang haus akan kevalidasian, ada yang lelah karena tidak bisa seimbang dengan kehidupan orang lain, semuanya berkaitan dengan pengukuran kenikmatan hidup kita adalah pada diri orang lain.
Apakah kita lupa? Kita diberikan oleh allah swt akal agar kita bisa mengenal apa yang sudah menjadi jalannya dan bagaimana kita menanggapinya dengan ketenangan dan pola pikir yang sehat.
Apakah kita lupa? Bahwa takdir hidup kita berbeda dengan orang lain, kita tidak bisa menjadikan orang lain sebagai tolak ukur bahwa kita harus seperti mereka. Kita bakalan capek sendiri, ujung-ujungnya kita menyalahkan diri, keadaan, bahkan tuhan pun kita libatkan dalam semua ketidakadilan yang kita anggap tersebut.
Pertanyaannya, apakah kamu sudah bersyukur?
Bersyukur paling sederhana adalah ketika kamu masih bisa bangun, dan menikmati nyamannya tidur. Apakah kamu pernah berpikir seandainya oksigen dimuka bumi ini bayar, berapa nominal yang kita habiskan hanya untuk bernapas berapa kali saja.
Kita lupa dengan rasa syukur, padahal dengan mensyukuri, kita bisa menemukan kedamaian, ketenangan, bahkan jalan keluar dari semua permasalah.
Yang harus kamu ketahui, tidak hanya kamu yang merasakan beratnya ujian, beratnya pundak untul berdiri, beratnya pikiran ketika hati sedang rumit. Sebagian orang menutupi itu dalam-dalam, karena sebagian orang pula menyadari bahwa permasalahan tak bisa diselesaikan dengan keputusasaan dan menyalahkan diri sendiri.
Tapi, apakah kita sudah berusaha tenang, dan terus bersyukur apapun keadaannya?
Kadang kita lupa, diri kita adalah nyawa, nyawa yang menemani kita, yang mengendalikan kita.
"Tidak ada yang menghancurkan besi kecuali karatnya."
Hanya kita yang mampu merubah hidup kita, bukan orang lain, bukan orang tua kita, bukan pula saudara kita.