Poison

1K 92 0
                                    

Silencia menikmati secangkir teh hangat yang disajikan Tessa sembari memandang keluar jendela. Sesaat setelah ia meminum teh tersebut, rasanya berbeda dan sesuatu yang aneh mulai terjadi. Ia mulai merasa pusing. Seperti ada beban yang menekan dada dan membuatnya sulit untuk bernapas. Tubuhnya gemetar.

Silencia terlalu lemah untuk bangun. Semakin lama, ia semakin merasa seperti ingin muntah dan napasnya semakin pendek.

Sensasi pusing yang kuat membuat kepala Silencia terasa seperti dipukul berulang kali dengan palu. Matanya berkunang-kunang dan sulit untuk terus tetap terbuka. Tubuhnya sangat lelah. Tak mampu bertahan, Silencia limbung dan terjatuh di lantai.

Ares berjalan menuju kamar tidur Silencia. Sesuai janjinya, ia akan menemani Silencia berkeliling mansion. Ia pun mengetuk pintu Silencia perlahan.

"Silencia," dengan wajah sumringah Ares mengetuk pintu kamar. Tidak ada derap langkah mendekat, tidak ada jawaban, tidak ada suara apa pun, bahkan ketika ia memanggil-manggil nama Silencia. Sudah beberapa jam sejak mereka berpisah, dan Ares semakin merasa cemas. Raut wajahnya berubah menjadi serius.

"Apa yang terjadi?" gumam Ares dalam hati. Ia merasa perlu untuk memastikan keadaan Silencia, maka dengan cepat ia membuka pintu kamar secara paksa namun pintu itu terbuka dengan mudah.

Ares merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan pintu kamar Silencia. Tidak terkunci. Itu tidak biasa bagi Silencia, yang sangat memperhatikan keselamatan dan keamanan. Ares merasa curiga dengan pintu yang begitu mudah terbuka dan segera masuk ke dalam.

Setelah masuk, Ares merasa kaget dengan apa yang dilihat di hadapannya. Pada lantai kamar, tepat di samping meja dan kursi, Silencia tergeletak dengan wajah yang pucat.

Ares berseru, semua perhatiannya berpusat pada Silencia.

"Silencia, apa yang terjadi padamu?" tanya Ares dengan hati yang berdebar-debar sambil menghampirinya. Ares menopang tubuh Silencia dan berteriak, "Thorne!" Teriakan Ares sampai hingga ke ujung koridor. Semua penjaga mengenali siapa pemilik teriakan tersebut dan bergegas menuju arah suara.

"Panggil Erevan Elden! Cepat!" Teriak nya pada penjaga yang baru saja datang. Salah satu diantara mereka pergi dengan cekatan. Sementara Ares membopong tubuh Silencia ke atas tempat tidur. Tessa yang baru saja datang karena keributan langsung menghampiri Silencia.

"Demi Dewa Flocke, Nona!" Tessa tidak kalah paniknya. Dengan curiga Ares menatap Tessa dengan tajam.

"Kau, siapa yang memberikan Silencia minuman dan makanan ini?"

"Sa..saya, Yang Mulia," jawab Tessa gugup.
"Dari mana kau mendapatkannya?"
"Dari salah satu pelayan yang ada di bagian dapur, Yang Mulia"
"Kau masih ingat wajahnya?"
"Iya, Yang Mulia"
"Tolong tiga pengawal pergi bersama dengannya dan cari pelayan yang di maksud," perintah Ares pada para pasukan keamanan, mereka pun pergi dengan membawa Tessa.

Erevan Elden tiba, wanita tomboi dengan rambut panjangnya yang hitam datang dengan membawa kotak obat. Tubuhnya yang tinggi dan kulitnya yang pucat menjadi ciri khasnya. Sang Alkemis dari Utara.

"Siapa ini?" Erevan bertanya pada Ares dengan lantang. Wanita cantik yang membuat Ares sang Duke Utara begitu risau.

"Jangan banyak tanya cepat selamatkan dia!" hardik Ares pada sepupunya tersebut.

"Astaga," Erevan membuka mulut Silencia secara tergesa-gesa dan mencium aroma nya. "Tidak ada aroma racun," ia menekan perut Silencia dengan keras agar Silencia bisa muntah. Tidak ada reaksi.

"Kau akan kupenggal jika tidak bisa menyelamatkannya," desis Ares sambil menghunus pedangnya.

"Dasar sinting. Aku sedang mencoba apa yang aku bisa sekarang!" Erevan mengambil sebuah botol berisi cairan kuning dari dalam tasnya, membuka tutup botol dengan giginya lalu meminumkannya pada Silencia. Kedua tangannya membantu Silencia untuk duduk.

The Duke's Adopted Daughter (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang