BAB 1 PERTEMUAN PERTAMA

48 2 2
                                    

Gadis itu berjalan cepat sambil sesekali berlari. Ia tergopoh-gopoh karena berangkat di waktu yang mendekati dimulainya kegiatan. Ia sedikit lega ketika menemukan banyak mahasiswa baru seperti dirinya yang juga sedang berjalan cepat karena takut terlambat. Siap-siap kena semprot kakak tatib, batinnya sendiri. Pagi itu di Universitas Sebelas Maret, tempat Mesty melanjutkan study untuk menggapai mimpi, dipenuhi oleh ribuan mahasiswa baru yang sedang melaksanakan OSPEK. Mereka datang dari berbagai macam daerah dan tersebar di banyak fakultas kampus UNS.

Mesty adalah mahasiswa baru jurusan Ilmu Komunikasi. Ini adalah hari terakhir Ia mengikuti OSPEK. Ia melihat barisan teman-teman sekampusnya yang sudah berkumpul di lapangan UNS. Saat ia hampir tiba, ada kakak tatib yang melihatnya. Mesty merasa lega karena tidak sendirian berhadapan dengan kakak tatib itu, sebab Ia bukan satu-satunya yang datang hampir terlambat.

"Mau jalan-jalan kalian?!", sindir kakak tingkat tersebut pada Mesty dan teman-temannya.

Dalam hati Mesty menggumam, "yak ampun, uda jalan sama lari ngos-ngosan gini malah dibilang lagi jalan-jalan. Coba aja dia lomba jalan kaki sama aku, pasti masih lebih cepat aku!".

Setelah para mahasiswa baru berbaris, mereka dibagi dalam beberapa kelompok lintas fakultas. Mesty sangat menikmati berkenalan dengan teman baru, apalagi jika lintas fakultas, Ia membayangkan bisa berteman dengan bermacam karakter orang. Menurutnya disiplin ilmu yang ditekuni seseorang akan mempengaruhi kepribadian orang tersebut. Mesty paling kagum sama anak MIPA. Menurutnya mereka tidak banyak bicara namun penuh empati dan pemikirannya sangat dalam serta cenderung sederhana. Sementara Mesty adalah gadis ceroboh namun penuh semangat dan lumayan banyak bicara.

Entah sudah hukum alam atau bagaimana, kegiatan OSPEK juga menjadi semacam ajang cuci mata para mahasiswa baru dengan para kakak tingkatnya dan sebaliknya. Hal itu juga dirasakan oleh Mesty. Dari senyuman jatuh ke hati. Sosok tinggi semampai, pandangannya terlihat ramah dan bercahaya, saat menjelaskan sesuatu terlihat sangat dewasa, pembawaannya juga ramah dan terbuka. Namanya Haikal. Mahasiswa kimia angkatan dua tahun lebih atas dari Mesty.

Pembagian kelompok lintas fakultas bertujuan untuk menyelesaikan sebuah tugas yang telah dirancang panitia OSPEK. Tugas tersebut adalah saling mempresentasikan visi misi kuliah satu sama lain. Kegiatan ini memungkinkan bagi mahasiswa baru untuk belajar komunikasi, tanya jawab, berfikir kritis sekaligus menambah keakraban satu sama lain. Tiap kelompok didampingi oleh satu panitia OSPEK. Entah bagaimana sistem semesta ini bekerja, sungguh pas sekali, kelompok Mesty didampingi oleh Haikal.

Begitu ya rasanya dekat dengan orang yang kita sukai. Bahagia, malu, semangat, dan penasaran yang menjadi satu. Tiap anggota kelompok Mesty pun bergantian mempresentasikan visi misinya. Beberapa kali Mesty merasa sedang diperhatikan oleh Haikal. Ia tidak berani memastikan benar tidaknya. Yah takut aja kalau ternyata benar. Emang kuat kalau sampai salting sendiri? Belum. Ia belum sekuat itu.

Saat tiba giliran Mesty mempresentasikan visi misinya, Haikal tertegun melihat gadis itu. Hidupnya yang terbiasa teratur dan cenderung monoton, terasa berbeda saat melihatnya. Melihat Mesty membuatnya merasakan suasana yang ceria. Haikal semakin penasaran dengan sosok mahasiswa baru di depannya itu. Ia mulai memikirkan cara untuk mendekati Mesty dengan cara yang smooth.

Harapan Haikal terasa semakin dekat untuk dapat Ia gapai. Mesty serta teman-temannya yang satu kelompok harus mengumpulkan laporan ke Haikal melalui whatsapp, sehingga Ia bisa mendapatkan nomor pribadi Mesty. Setelah itu Haikal belum memiliki momen yang tepat lagi untuk menambah kedekatannya dengan Mesty. Sampai kegiatan OSPEK selesai Ia belum menemukan momen yang tepat itu.

Haikal menenangkan dirinya sendiri, meyakini bahwa ini masih sangat awal, artinya masih ada banyak waktu untuk bisa mendekati Mesty. Bagaimana kalau sampai keduluan orang? Itu adalah pertanyaan yang sering Ia pikirkan dan takutkan. Rindu adalah perasaan yang mengisi hati Haikal setiap hari. Rindu ya rindu saja, memang harus bisa memiliki? Ah pertanyaan itu memantik pikirannya untuk belajar mencintai dengan sederhana. Benarkah itu ada? Nyatanya rasa rindu tidak sesederhana itu. Rindu selalu berisik menanyakan pertemuan dengan sosok yang kita cintai. Memang rindu bisa sabar? Rindu lebih mirip seperti sosok monster yang mudah lapar. Coba suruh monster itu untuk berpuasa? Hmm bukannya tidak mungkin ya, namun pastinya butuh waktu untuk terus berlatih.

Satu tahun kemudian Haikal sudah memasuki tahun terakhir masa perkuliahan. Ia memutuskan untuk fokus menyelsaikan skripsi baru kemudian menyatakan perasaannya pada Mesty. Sementara itu Mesty sedang menikmati kegiatan siaran di radio kampusnya. Ia sering kebagian jadi presenter acara islami. Dalam acara itu sering dibahas isu-isu yang dekat dengan kehidupan mahasiswa. Akhir-akhir ini Ia sedang tertarik dengan konsep relasi islami antara laki-laki dan perempuan, bahwa tidak ada pacaran sebelum pernikahan. Pacaran dimulai sejak menikah. Ia sedikit bergumam dalam hati "kira-kira Aku nanti nikahnya sama siapa ya?".

Aku MencintaikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang