Bab 09 : Senja yang Membawa Kedamaian?

13 7 0
                                    

Di antara detik-detik yang berlalu, ada cerita yang terukir dengan tinta kehidupan; di mana setiap langkah membawa kita lebih dekat ke rumah yang kita sebut kedamaian
_______________

***
Di sebuah ruangan yang dipenuhi dengan semangat muda, Rama berdiri di depan, siap membawa acara ke puncaknya. Dengan tatapan yang tegas namun penuh kelembutan, ia memandang setiap wajah di kelas 10, seolah mengundang mereka untuk menjadi bagian dari sebuah perjalanan yang berharga.

"Saatnya kita mengisi buku Sku," pikirnya,
"Buku saku pramuka yang akan menjadi saksi bisu pelantikan bantara yang akan kita rayakan bersama."

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Rama dengan suara yang menenangkan.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," sahut semuanya, menyambut salam dengan penuh hormat.

Rama melanjutkan, "Saya ingin mengingatkan kalian semua untuk segera membeli buku saku pramuka di fotokopian. Isilah dengan penuh perhatian, dan nantinya, mintalah tanda tangan kepada guru alumni serta para demisioner. Kita berikan waktu dua minggu dari sekarang untuk mengisi, setelah itu kumpulkan dan pastikan sudah terisi dengan penuh. Serahkan buku tersebut kepada saya. Jangan lupa beritahukan kepada teman-teman kalian yang belum hadir hari ini, oke?"

Seorang anggota dengan rasa ingin tahu bertanya, "Bagaimana kalau buku saku belum terisi penuh?"
"Harus diusahakan semampu yang kalian bisa, tapi diwajibkan berisi penuh. Bagian agama itu sesuai dengan agama dan keyakinan kalian masing-masing," jelas Rama dengan sabar.

"Masih ada yang ingin ditanyakan?"

"Isinya harus sesuai dengan guru mata pelajarannya, atau bebas?" tanya salah satu anggota.
"Harus sesuai, dan mintalah dengan cara yang baik-baik," ucap Rama dengan tegas.

"Kalau alumni sama demisioner itu maksudnya angkatan yang sudah lulus, Kak?" tanya salah satu anggota lagi.
"Alumni Pramuka itu kakak kelas kalian yang sekarang di kelas 12, disebut alumni karena sudah lepas masa jabatan mereka. Demisioner itu kakak kelas kalian yang sudah lulus. Demisioner akan datang ke sekolah hari Sabtu, jam 11.00 sampai jam 14.00, jadi gunakan waktu kalian dengan sebaik mungkin," jelas Rama dengan detail.

"Masih ada yang belum paham atau kita lanjut?" tanya Rama, memastikan semua mengerti.
"Sudah, Kak." jawab semuanya, menunjukkan pemahaman mereka.

"Baik, jika sudah paham, jangan tunggu pas pelantikan baru bertanya," pesan Rama dengan nada yang mengajak kerjasama.
Semuanya pun mengangguk, menandakan kesepakatan.

Rama kemudian beralih ke pembahasan selanjutnya, "Di pertemuan minggu depan, bawa Toya empat, tambang putih lima, dan lilin tiga per kelompok. Kelompok bebas, asalkan tiap kelompok isi anggotanya lima orang," ucap Rama, memberikan instruksi dengan jelas.

"Siap, Kak. Nanti kita bikin kelompoknya." ucap salah satu anggota, penuh antusiasme.

"Ya sudah, setelah ini kalian pulang ke rumah masing-masing, jangan kelayapan," ucap Rama, mengingatkan mereka dengan nada yang hangat.
"Iya, Kak." sahut semuanya, menutup pertemuan dengan rasa kebersamaan yang hangat.

Matahari mulai condong ke barat, menandakan hari sudah beranjak sore. Ara, dengan langkah yang mantap namun ringan, berjalan menuju parkiran. Pikirannya melayang ke Alya, gadis yang akan ia jemput sebentar lagi. Motor kesayangannya sudah menunggu, setia seperti kuda besi yang siap membawa sang ksatria melintasi jalanan kota yang mulai meredup.

Setelah Alya terlihat di kejauhan, Ara memacu motornya, melaju bersama senja yang perlahan turun. Angin sore yang sejuk bermain dengan rambut mereka, sebuah simfoni kecil yang hanya mereka yang rasakan. Sesampainya di rumah, Ara dengan cekatan memasukkan motornya ke dalam garasi, sebuah ritual yang selalu ia lakukan dengan penuh perhatian.

Fake smile Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang