3| Penasaran

52 18 6
                                    

Lampu di dalam ruangan berwarna cat merah muda dinyalakan terang. Di dalam ruangan yang cukup luas, terdapat dua orang gadis dengan usia yang tidak terpaut jauh. Salah satu dari keduanya saat ini tengah dalam posisi terbaring di tempat tidur, sedangkan yang satunya lagi tengah duduk di sebelahnya dengan masih mengenakan seragam putih abu yang melekat di tubuhnya.

"Badan gue rasanya sakit semua" ringisan pelan terdengar dari gadis yang sedang berbaring. Gadis yang tak lain adalah Arsyla, saat ini tengah berbincang dengan Cattleya yang berkunjung ke rumahnya untuk menjenguk keadaannya.

"Lo tau ga?, tulang gue rasanya patah leya" tambahnya.

"Tapi lo udah minum obat?" Cattleya menatap botol kecil bertuliskan obat sirup rasa strawberry yang terlihat masih tersimpan rapi di sebelah gelas berisi air putih. Gadis itu menggernyit heran, menatap Arsyla secara seksama. Sementara gadis yang tengah di tatap olehnya hanya diam saja, memejamkan matanya dengan mulut yang terus meringis, mengeluhkan rasa sakit yang dideritanya.

"Maklum aja ya Cattleya, Arsyla kalau sakit emang suka lebay" ucap wanita paruh baya yang merupakan ibu sambung dari Arsyla, wanita itu masuk ke kamar yang pintunya sengaja tidak di tutup rapat. Tangannya meletakkan sepiring camilan ringan juga segelas air putih untuk Cattleya. Cattleya yang merasa tidak enak, karena dirasa merepotkan ibunya Arsyla, segera memberi ucapan terima kasih kepadanya.

"Apaan sih bu" mendengar ucapan yang keluar dari ibu sambungnya, Arsyla seolah tidak terima, sementara wanita paruh baya itu tidak menanggapinya lagi sama sekali.

"Kalau begitu ibu pamit dulu ya, Arsyla jangan lupa minum obat kamu!" ucapnya sebelum melenggang pergi dari sana. Meninggalkan keduanya dalam kesunyian cukup lama. Tidak ada satupun yang berbicara setelah kepergian ibunya Arsyla. Keduanya sama-sama hanyut dalam kesibukannya masing-masing, yaitu memakan kue kering. Sampai beberapa saat kemudian, Cattleya memberanikan diri memulai pembicaraan.

"Jadi lo belum minum obat?" tanyanya menatap Arsyla yang saat ini tengah mencoba bangun dari posisi berbaringnya, dengan dibantu oleh Cattleya, perlahan-lahan gadis itu bisa duduk menyandarkan tubuhnya dengan posisi nyaman pada headboard.

"Belum, bantu gue minum obat leya!" pintanya, ada sedikit jeda pada kalimatnya. Wajahnya yang nampak cukup menyedihkan, membuat Cattleya tidak tega untuk menolaknya.

Cattleya menganggukkan kepalanya sembari meminum segelas air yang telah disiapkan untuknya, setelah dirasa hausnya sudah hilang. Tangannya kembali menyimpan gelas yang kini isinya sudah tersisa setengah. Netra kecoklatan miliknya menatap Arsyla sekilas, setelah itu tangannya bergerak memutar tutup obat milik gadis itu. Dengan lihai, tangannya menakar obat sirup itu sesuai dengan takaran penggunaan bagi remaja seusianya.

"Buka mulut lo" ucapnya yang langsung di turuti oleh Arsyla. Gadis itu sama sekali tidak menolak di berikan obat. Cattleya menjadi tahu satu hal lain dari gadis yang tengah duduk di hadapannya, ternyata dia cukup manja pikirnya.

Arsyla kini tengah meminum segelas air di tangannya, setelah air itu habis tak tersisa, ia segera menyimpan kembali gelas tersebut ke tempat semula. Merasa tidak nyaman karena bibirnya masih terasa basah, gadis itu mengelapnya menggunakan lengan bajunya tanpa rasa malu.

"Padahal ada tissue di atas nakas lo" Cattleya memberi tahu sang empu.

"Gak kepikiran" jawabnya singkat. Sejurus kemudian telunjuknya mengorek kupingnya yang terasa gatal.

"Katanya lo ingin tahu tentang si Renjana?" Tanya Arsyla, sebelah alisnya terangkat ke atas mencari pembenaran. Cattleya yang mendapati pertanyaan yang datang tanpa terduga itu menjadi terdiam, ia memikirkan kembali atas keputusannya. Hingga setelah dirinya bergelut dengan hatinya yang menolak keras, akhirnya ia memilih mengikuti rasa penasarannya yang melambung tinggi. Cattleya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Jadi benar?" senyuman tipis terpatri di wajah Arsyla yang tengah pucat pasi.

"Ga banyak yang gue tahu tetapi dia itu orangnya irit bicara" tambahnya.

"Selain itu?" tanya Cattleya.

"Dia ketua eskul seni musik terus peraih medali OSN astronomi" ucap Arsyla membeberkan informasi.

"Yang lainnya?" Cattleya semakin penasaran, tetapi di antara jawaban Arsyla, tidak ada satupun jawaban yang menjawab pertanyaan yang akhir-akhir ini terus berkecamuk di pikirannya.

"Dia sekelas sama kita" ucap Arsyla yang membuat Cattleya kecewa. Tanpa Arsyla beri tahu pun dia sudah tahu jika mereka memang sekelas. Cattleya menghembuskan nafas pelan sebelum akhirnya berbicara kembali.

"Ga ada yang lain?" tanyanya lagi mengudara, seketika langsung di jawab oleh Arsyla dengan gelengan kepala.

"Lo cuman punya dua pilihan kalo lo mau tahu lebih dalam. Pertama lo tanya langsung sama orangnya atau kedua lo harus berusaha cari tahu sendiri" ucap Arsyla.

"Dan gue memilih opsi yang kedua" Cattleya menundukkan kepalanya, menatap lantai kamar milik Arsyla.

"Karena itu pilihan lo, gue cuman bisa bantu lo sampai sini. Sisanya lo harus berjuang sendiri" ucap Arsyla pada Cattleya. Netra keduanya saling memandang satu sama lain selama beberapa saat.

"Thanks syl" Cattleya mengucapkan terima kasih pada Arsyla. Kalimat itu juga yang berhasil menghentikan sesi pembicaraan keduanya, dikarenakan hari mulai semakin sore dan Cattleya harus pulang karena sudah ditunggu kedatangannya oleh kedua orang tuanya. Alhasil Cattleya pulang dengan motor hitam miliknya yang kini sudah berbaur dengan para pengendara roda dua lainnya di jalanan raya.

Setibanya ia di jalanan kompleks menuju rumahnya, dari kejauhan, netra kecoklatan miliknya dibuat tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Matanya menangkap seluet seorang lelaki yang menjadi tokoh utama dari rasa penasarannya yang terus menggebu-gebu. Semakin dekat ia menuju rumahnya, maka semakin terlihat nyata visual lelaki itu di matanya. Lelaki yang saat ini tengah memakai baju berwarna biru langit itu menatap kearahnya selama beberapa saat. Hingga saat di mana Cattleya telah sampai di rumahnya, gadis itu dengan tergesa-gesa segera memarkirkan kendaraan roda duanya lalu turun dari sana dan membalikkan tubuhnya ke belakang. Matanya menatap lamat-lamat orang yang berada di seberang, memastikan bahwa pengelihatannya memang tidak bermasalah, ia menggosok matanya beberapa kali. Sayangnya, apa yang ia lihat memang benar, sosok lelaki bernama Renjana Maheswara itu berdiri membelakanginya tepat di seberang jalan di depan rumahnya.
Semakin ia lihat secara intens, sosok itu juga semakin berjalan menjauh memasuki rumahnya.

"SERIUS TERNYATA DIA TETANGGA GUE" pekikannya yang sudah tidak tertahan.

         ____________________________

Headboard/kepala tempat tidur  adalah sebuah perabot atau elemen yang melekat pada dipan ranjang atau pada dinding.

Hi, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1445 H. Taqabbalallahu Minna Wa Minkum, Shiyamana Wa Shiyamakum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hidden Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang