Bab 4

224 27 0
                                    


    "Ughhhh." Zelfilla meregangkan lengannya ke atas dengan ekstra sehabis bangun dari tidur, ia melihat sekeliling kelas dengan mata sayu dan kepala yang dibaringkan di meja kelas.

    Ia menyadari bahwa dari jam 4 pagi hingga jam 6 pagi saat ini, masih belum ada yang datang ke sekolah.

    "Yang lain pada belum dateng." Gumam Zelfilla seraya memanyunkan bibirnya.

    Karena bosan dan hanya melihat sekeliling kelas yang jelas tak ada penampakkan fisik dari manusia manapun, membuat Zelfilla merinding sendiri jika ada kunti disini.

    "Mikir apaan sih aku, kok absurd kali." Zelfilla bermonolog dan menggelengkan kepalanya ke kanan ke kiri, protes pada diri sendiri.

    "Hihihihihihi." Kikikan suara anggun membuat Zelfilla mematung, merasa merinding hingga ke tulang-tulang mendengarnya.

    Zelfilla tersenyum, pasrah menerima nasibnya, Zelfilla bersiap berteriak setelah menyiapkan udara di dalam paru-parunya untuk dikeluarkan dalam rangka menetralisir rasa takutnya.

    Namun sebelum dapat berteriak, bahu Zelfilla ditepuk, membuat kedua bahu Zelfilla naik, menegang dan membuatnya bergeming.

     Dia yang tadinya akan berteriak eksternal saat ini berteriak dengan merinding takut secara internal, di batinnya yang terdalam.

    "Illa." Panggil suara anggun nan kalem yang membuat merinding, itu pasti kunti, kok tau namanya?!

    "I-iy-iya?" Tubuh Zelfilla menegangkan raut wajahnya, keringat dingin terasa di sekujur tubuhnya, khususnya telapak tangannya.

    Dahlah, sampai jumpa semua.., pikir Zelfilla masih bergeming.

    "Kok takut dan tegang begitu? Ada buat hal yang melanggar kah? Noleh Illa." Suruh suara tersebut.

    Zelfilla akhirnya menoleh patah-patah dengan bibir terkatup tegang, matanya bergetar takut, "Kak Umami toh, LOH?! KAK UMAMI?!"

    Zelfilla merasa akan sujud syukur pada maha kuasa karena ternyata bukan kunti khayalannya tadi ternyata.

    Umami hanya tersenyum, "kamu mengira aku apa tadi hm?"

    "Eh ano, aduh maaf kak, kukira kunti tadi, habisnya kenapa ketawa ketiwi anggun kalem suaranya bikin merinding kayak tadi sih kak? Kan salah pah-"

    Zelfilla yang menyadari ekspresi Umami mendingin membuat Zelfilla nyengir, "hehe, Kak Umami cantik banget hari ini, kenapa nyamperin kak? Pagi banget ya dateng ke sekolahnya?" Zelfilla tertawa garing.

    Senyum Umami yang biasa terbit kembali, matanya sampai menyipit karenanya, "saya mau pesen gelang kamu buat minggu depan, sama brownis dan cake moistnya juga." Ucap Umami.

    Mata Zelfilla berbinar terang mendengar hal tersebut, ia dengan antusias dan tangkas mencatat pesanan dari Kak Umami.

    "Jadi sepaket gelang manik-manik, dan beberapa gelang benang, brownis mini 10 pack dan cake moist utuh 2 pak, noted kakak." Zelfilla menunjukkan jempolnya.

    "Ini uangnya." Umami memberi lembaran uang merah dan biru pada Zelfilla, membuat Zelfilla terlonjak, "bayar duluan kak?" Tanya Zelfilla memastikan.

    Umami tak menjawab, hanya tersenyum yang membuat Zelfilla merinding dan langsung mengambil uang tersebut dengan cengiran.

    "Iya kak, makasih, minggu depan ya!" Zelfilla melambai pada Kak Umami yang berjalan pergi menuju ruang khusus OSIS.

    "Umm, wangi duit sungguh menggugah hati." Zelfilla bersenandung gembira dan meletakkan uang tersebut dengan aman di kantong seragamnya.

•●•●•●•●•●•●•●•●•●•●•●•●•●•●•●•●•●●•●

    Tak lama, kelas kedatangan murid-murid unik khas sekolah ini, khususnya kelas ini.

    Setelah bel masuk, absen, istirahat, masuk kelas lagi, lalu pulang, Zelfilla kini tengah bersama Amu dan Upi berjalan menuju warung bakso Teteh, Zelfilla yang mentraktir.

     Zelfilla menghela nafas, ia sudah duduk di bangku warung baksonya si Teteh tapi dua anak yang ia anggap teman berjalan dengan anggun di tengah angin yang agak kencan.

     Pesen duluan aja, malu ngeliatnya, Pikir Zelfilla dan memesan bakso seporsi dan satu gelas teh anget sama Teteh.

    "Lama banget cuman jalan kalian tuh."

    "Biar anggunly," Upi menyibakkan rambutnya narsis.

     Zelfilla tertawa mendengarnya, "sana pesen gi-" sebelum menyelesaikan kalimatnya, Amu lebih dulu menyela dan Upi ikut menyela.

    "Beli bakso Teteh! No sambal." Ucap Amu dan menempati tempat duduk di samping Zelfilla dan Upi, "saya juga teh!" Upi menyusul duduk.

    Setelah pesanan datang, Zelfilla berdoa seperti biasa sebelum makan, makan seperti manusia normal, tidak kedua teman di sampingnya yang makan dan menyeruput kuah dan mie dari bakso dengan brutal.

    "Laper banget ya?" Zelfilla tersenyum miris, menepuk bahu Amu di sampingnya agar pelan-pelan makannya.

     "Santai aja makannya, bibir kalian bisa bisa merah karena maksa dan brutal banget nyruput kuah bakso yang masih panas." Tegur Zelfilla.

     "Laper." Ucap keduanya bersamaan, dan Zelfilla hanya menghela nafas, kurang sabar apalagi Zelfilla?

     Zelfilla kemudian mendengar suara langkah kaki bersamaan menghampiri warung bakso si teteh, Zelfilla tersenyum dan hampir tertawa ketika Toro tak menganggap Amu dan Upi sebagai teman karena cara makan mereka yang memalukan.

    "Kalian, ayo duduk sini." Undang Zelfilla, menepuk bangku panjang di sampingnya yang masih kosong dan cukup untuk ditempati bertiga.

     Sho tanpa babibu, salto dan mengambil tempat duduk di samping pujaan hatinya.

     "Pedes?" Shoto bertanya dan melihat ke arah kuah bakso yang begitu merah pada mangkuk Zelfilla.

     "Iya, empat sendok, kan makin pedes makin mantep," Zelfilla menyeruput kembali kuah bakso yang pedas tersebut.

     "Hmm, jangan banyak-banyak makan pedes." Sho mengingatkan, pipi dari Zelfilla dibelai dan sudut bibir dari gadisnya Sho bersihkan sebelum jempolnya sendiri Sho bawa untuk dia jilat, secara tak langsung keduanya berciuman.

     "Eh?" Zelfilla menutup mulutnya, merasa malu dengan tingkah dari Sho.

     "Sho, malu." Cicit Zelfilla.

     "Haram oi haram!" Amu berseru.

     "Aduh, ndak selera makan gara-gara kebucinan kalian." Kiki menyeruput teh anget dengan angan-angan kapan dia dan Amu begitu, kan merah sendiri jadi wajahnya.

     "Sho, kalo bermesraan jangan di sini, di tempat lebih privasi." Tegur Toro yang dibuat menganga sejenak dan kata-kata kebapakkannya keluar.

      Sedangkan Upi tengah menyengir sendiri melihat hasil jepretannya.

     "Di kamarku berarti." Jawab Sho asal.

     "HEH!" Seru mereka bersamaan pada Shoto.

      "Parah." Kiki menggeleng.

      "Illa bakal kujaga." Sho menimpali.

     "Iya tau, tapi bukan gitu Sho, maksudku-"

      Hiruk pikuk di warung teteh terus berlanjut karena perkataan mencengangkan Sho tadi.

      Panik, terutama Toro yang terus menasihati Shoto, dan Zelfilla yang berdiam diri sambil memakan bakso, dengan wajah memerah tentunya.

TBC

Plain banget ya ceritaku? Kurang kembang-kembang kali ya?

Tunangan (Shoto x OC) Wee!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang