Reservation~
...
"... Yaudah kalau gitu aku aja ya, Din, -"
"Eh, jangan... Gausah. Aku tahu kamu capek. Lebih baik kita undur waktu aja..."
Sore itu di depan kampus, Leo dan Adinda sedang berbincang-bincang masalah yang kemarinnya sempat di debatin.
"... Kita tunggu waktu yang tepat, baru deh bertindak, ok? "
"OYY! LEO! ADINDA! " Teriak Viktor dari kejauhan. Seraya berlari ke arah mereka berdua.
"Aduh, gawat, ada si Viktor. Gimana nih, Leo? Aku males harus jelasin ke dia. "
"Kamu tenang. Ok? Semakin kamu keliatan panik, dia bakalan semakin curiga sama kita. "
"Oyy! Kalian berdua udah tahu soal Chandra? " Tanya Viktor setibanya di posisi mereka berdua dengan nafas sedikit tersengal-sengal akibat berlarian tadi.
"Ngga. Kita ngga tahu. Kenapa dia? " Tanya Adinda ketus.
"Chandra masuk rumah sakit. Barusan gue habis dari rumahnya, sepi ngga ada siapa-siapa. Tetangganya bilang dia kemarin dilarikan ke rumah sakit sama kembarannya. " Jelas Viktor.
Leo dan Adinda saling menatap dengan ekspresi muka bingung.
"E-elo ngga bercanda kan, Tor? " Tanya Leo.
"YA KAGAKLAH! MASA MASALAH KAYAK GINI GUE BERCANDA!! KALIAN MAU IKUT GUE NENGOK CHANDRA NGGA SEKARANG? KALAU EMANG KALIAN MASIH NGANGGAP DIA SAHABAT, SEHARUSNYA KALIAN TENGOKIN DIA. " Setelah berkata demikian, Viktor berlalu.
2 insan yang masih belum percaya dengan omongan Viktor tidak sesegera mungkin mengambil tindakan. Mereka malah berpikir kalau Viktor menjebak mereka. Daripada nungguin mereka, Viktor lebih baik bertindak seorang diri. Ia masih sangat peduli terhadap Chandra.
~
".... Silahkan mbak Mala americanonya. "
"Makasi.... Emm, Stella, kamu tahu tidak kemana atasanmu? Soalnya dari kemarin aku telponin, handphonenya ngga aktif sampai sekarang. "
Stella terlihat membatu sementara. Ia sudah janji dengan Surya tidak akan menceritakan soal Chandra kepada siapapun, termasuk Mala.
"Stella, are u okay? "
"Emmm, m-maaf mbak Mala. Saya ngga tahu. Soalnya pak Surya beberapa hari ini juga jarang mampir ke restoran. Mungkin sedang banyak urusan di Surabaya. Permisi. "
Stella langsung berlalu tanpa berucap apapun lagi. Mala kebingungan.
~
Sementara itu di rumah sakit...
Chandra baru terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa agak berat untuk ditegakkan. Jemari tangannya bergerak terasa kaku. Tanpa sengaja ia meraba rambut yang ada disebelahnya. Chandra berusaha mengarahkan pandangannya pada seseorang di sebelahnya yang tertidur lelap, menemaninya sepanjang hari. Diusapnya rambut itu sekali lagi sampai ia terbangun.
"Chan, udah ngga sakit lagi kepalanya? "
"Masih. Tapi aku mau pulang, Surya. "
Lirih suara gadis itu yang parau membuat hati pemuda itu tersentuh. Ia kemudian mencium keningnya penuh kasih sayang.
"Lekas sembuh ya. Nanti kalau udah sembuh, pasti bisa pulang. "
Diusapnya puncak kepala Chandra dengan lembut. Berharap sang adik bisa secepatnya melakukan aktivitas normalnya kembali. Melihat sang adik terbaring di rumah sakit seperti itu, membuat jiwanya rapuh setengah, ditambah Chandra yang selalu mengeluh sakit pada bagian kepala. Itu pasti membuatnya merasa tidak nyaman.