[03]

21 5 0
                                    

~Selamat Membaca~

Tepat pada pukul lima pagi, Cia baru saja membuka matanya menyambut hari. Mengucek matanya yang terasa berat dan menegakkan tubuhnya di atas ranjang.

Cia melihat sekeliling, Zia dan Jian masih terlelap dalam mimpi mereka. Namun ia tidak bisa menemukan sosok Agya  karna ranjang gadis itu tepat di atasnya.

"Udah bangun lo?" Suara Agya mengalihkan perhatian Cia kearah pintu masuk.

"Lo udah bangun duluan? Tumben banget," jawab Cia yang merasa aneh.

"Iya, biasalah gue kan rajin banget anaknya," ucap Agya dengan nada sombongnya.

Cia hanya membalas ucapan Agya dengan wajah kesalnya. Tanpa memperpanjang topik Cia langsung bergegas untuk bersiap-siap pergi ke sekolah. Biasanya, Cia akan membantu ibu Nisa terlebih dahulu.

Sedangkan Agya? Dia kembali keatas ranjangnya sambil mengambil satu buku untuk di baca. Bukan novel ataupun buku belajar, hanya buku tulis yang penuh dengan coretan.

Hampir setengah jam Agya menghabiskan waktunya hanya untuk melihat coretan-coretan dalam buku itu. Berenang dalam lautan pikiran. Di dalam keheningan, hatinya berteriak meronta kesakitan saat mata menyaksikan kutipan luka yang di tulis di atas kertas.

"Astaga Agya! Lo ngapain aja ege?! Jian sama Zia kagak lo bangunin daritadi anjir?!" Cia membuka pintu kamar dengan rasa terkejut saat melihat Agya masih santai di atas ranjang sedangkan Zia dan Jian lelap dalam tidurnya.

"Lo kagak nyuruh bangunin," balas Agya sambil membangkitkan tubuhnya.

"Halah bacot!"

••••••

Jam sudah menunjukkan pukul 06.30, para anak-anak panti biasanya sudah selesai memakai seragam dan siap untuk berangkat.

Seperti sekarang di taman panti yang berada di depan, terlihat Alvin dan Jiko bersama Mahen tengah duduk di bangku taman.

"Pagi-pagi udah makan coklat aja lo Hen, gak takut gigi berlubang hen?" Tanya Jiko dengan gaya duduknya yang sudah seperti bapak-bapak.

"Enggak, kan Mahen anak kuat kata Bu Annie. Emang kayak om Jiko minum es aja udah batuk," balas Mahen layaknya anak kecil yang tengah sombong.

Jiko membulatkan matanya sempurna mendengar ucapan Mahen. Bisa-bisanya pemuda tampan nan muda seperti Jiko di panggil om oleh Mahen. Padahal usianya masih sama seperti Juna dan Alvin.

"Om?! Om lo bilang?! Gue masih muda!! Siapa yang ngajarin lo Hen?? Emang muka gue se om om itu ya Vin?" Ingin sekali wajah polos Mahen di bejek bejek hingga benyek oleh Jiko.

Alvin menoleh pada Jiko melihat setiap inci wajah pemuda itu, lalu beralih pada Mahen, "enggak kok Jik wajah lo tuh baby blues banget kok."

"Ck! Beda goblok!" Jiko menepuk kuat pundak Alvin sampai ia meringis kesakitan.

Mahen hanya menatap dengan wajah sok mengerti dengan interaksi antara Jiko dan Alvin. Padahal Mahen yang sering menjadi sasaran empuk mereka sama sekali tak mengerti dengan apa yang di bahas abang-abang nya itu.

"Hen bagi coklat lo sini," Alvin dengan iseng meminta coklat Mahen yang sudah habis setengah.

"Ih gak mau! Nanti jadi bekas jigong Abang!" Ucap Mahen sambil menyembunyikan coklat nya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Di SanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang