TIGA
Setibanya di rumah usai berkunjung ke beberapa agen cabang, Juragan Al meminta Bu Yayuk untuk memanggil Neneng ke ruang kerjanya. Bu Yayuk pun langsung melesat menuju pintu besi yang merupakan penghubung antara rumah induk semang dan bangunan kosan.Tidak berapa lama, Neneng yang baru saja selesai bersih-bersih di kosan dan belum mandi, langsung menemui Juragan Al. Melihat peluh yang membasahi rambut, wajah, dan pakaian gadis itu, Juragan Al mengangkat kedua alisnya.
"Silakan duduk, Neneng."
Neneng mengangguk lalu duduk di sofa yang berseberangan dengan sofa yang diduduki Juragan Al, dipisahkan oleh sebuah meja panjang terbuat dari marmer. Juragan Al bisa melihat wajah Neneng tampak pucat. Apa dia kelelahan setelah bersih-bersih di kosan? pikirnya.
"Saya memanggil kamu kemari untuk membicarakan perihal lamaran saya seminggu yang lalu, Neneng."
Neneng masih menunduk dan meremas ujung bajunya. Malam ini Neneng mengenakan pakaian bernuansa biru langit yang senada dengan cat di kamar kos yang ditempati gadis itu.
"Jawaban saya masih sama, Juragan."
"Meski kita menikah nanti, kamu boleh tetap kuliah dan bekerja di toko kue Sweet, Neng, saya tidak akan melarang apa pun aktivitas yang kamu inginkan. Bedanya, nanti kamu tidak lagi tinggal di kosan, tetapi di rumah saya. Tapi tenang saja, kita tidak akan tidur dalam satu kamar kalau kamu memang belum siap. Saya ingin kamu membantu saya untuk mengurus kosan bersama dengan Bu Yayuk dan Pak Dede." Juragan Al mengamati Neneng yang masih saja menunduk, kedua tangan gadis itu makin kuat meremas-remas ujung kausnya. "Dan kamu juga harus mulai belajar mengurus agen sembako milik keluarga saya, tepatnya paman dan bibi saya," terang Juragan Al panjang lebar dan gamblang, membuat Neneng kian membisu.
Di ruangan berpendingin dan beraroma rempah-rempah ini sebetulnya Neneng merasa nyaman dan betah, tetapi ia tidak ingin terlena. Ia seperti sedang bermimpi saja sebab dilamar oleh pria kaya raya seperti Juragan Al. Namun, meski demikian, ia ingin pernikahannya adalah pernikahan yang didasari cinta dan kasih sayang. Jika ia harus hidup selamanya bersama Juragan Al yang selalu bertampang galak, mana mungkin Neneng akan betah. Lagi pula, tanggung jawab yang akan diemban Neneng jika menikah dengan Juragan Al rasanya terlalu berat di usianya yang masih belia.
Neneng akhirnya mendongak menatap Juragan Al beberapa detik, sebelum kembali menunduk. "Tapi saya punya cita-cita kelak menikah dengan pria yang mencintai saya dan saya juga mencintainya, Juragan."
"Cinta? Mungkin hal itu bisa tumbuh setelah kita menikah. Mungkin tidak dalam waktu dekat karena kita butuh penyesuaian, tetapi feeling saya, pernikahan kita akan bertahan lama karena sifat dan karakter kamu sesuai dengan apa yang saya inginkan. Saya juga yakin, usaha saya akan makin lancar jika kamu menjadi istri saya."
Jantung Neneng berdetak dengan kencang. "Kalau... kalau nanti Juragan Al bertemu seorang wanita yang jauh lebih cocok dengan Juragan Al... bagaimana?"
Juragan Al cukup terkejut mendengar pertanyaan gadis lugu di hadapannya, membuatnya tiba-tiba teringat dengan perempuan menawan dan santun dari masa lalunya. Namun, buru-buru Juragan Al menepis hal itu.
"Masa depan masih menjadi misteri, tetapi... saya akan berusaha setia meski di dalam pernikahan kita belum ada cinta."
Neneng mendongak kepada Juragan Al. "Saya... tidak mau dipoligami, Juragan. Seandainya Juragan ingin menikah lagi dengan wanita yang jauh lebih cocok dengan Juragan Al nantinya, tolong... ceraikan saya dulu."
Tiba-tiba, Juragan Al tersenyum, hal yang sangat jarang dilakukannya kecuali ketika semua penghuni kos sudah membayar biaya kos bulanan, membuat pupil Neneng melebar dan dalam hitungan detik, jantung Neneng bergemuruh bak suara air terjun yang jatuh ke sungai di bawahnya.
Neneng beristigfar dan segera menunduk. Kenapa Juragan Al terlihat sejuta kali lebih tampan hanya karena kedua sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman? Ya Rabb, maafkan hamba yang plinplan ini.
"Kita belum menikah, Neneng, jadi tidak perlu membicarakan soal perceraian. Mengenai poligami, saya juga belum terpikir akan hal itu. Tetapi, saya akan mencoba untuk setia dengan pernikahan kita."
Neneng menggigit bibirnya.
"Tolong kasih saya waktu lagi, Juragan Al."
Pria yang gemar mengenakan pakaian adat Jawa Tengah lengkap dengan blankonnya itu mengembuskan napas berat. "Baiklah."
"Satu lagi, Juragan. Saya ingin bertanya." Neneng mendongak menatap Juragan Al.
"Silakan."
"Ka-kalau kita menikah, apakah... apakah saya wajib memakai pakaian adat Jawa Tengah setiap harinya seperti kebaya dan kain jarik?"
Juragan Al mengangkat kedua alisnya, lalu menatap pakaiannya sendiri, sebelum menatap ke arah Neneng. "Terserah kamu. Mau pakai kebaya dan kain jarik boleh, pakai pakaian biasa juga boleh. Kamu tidak perlu menyamakan baju kamu dengan baju saya hanya agar serasi."
Neneng mengembuskan napas lega, lalu tersenyum. "Alhamdulillah. Saya kira itu pakaian wajib wanita yang nantinya akan jadi istri Juragan."
Juragan Al mengerutkan kening. "Tapi kalau kamu mau, boleh saja, nanti saya isi lemari kamu dengan pakaian adat Jawa."
"Jangan, Juragan. Nanti saya repot bergerak!"
Kemudian tanpa disangka, Juragan Al tertawa membuat Neneng terkejut.
"Ju-Juragan?"
Juragan masih tertawa sebelum akhirnya ia tersenyum menatap Neneng. "Kamu ini lucu. Kamu sepertinya sudah membayangkan akan menikah dengan saya, tetapi masih mau berpikir lagi. Sampai kapan?"
Wajah Neneng memerah karena malu.
***
Hari ini Neneng sudah tidak perlu bekerja lagi membantu bersih-bersih di kosan karena utangnya sudah lunas. Ia pun merasa sangat lega jadi bisa lebih berkonsentrasi pada kuliah dan juga pekerjaan paruh waktunya di toko kue.
Namun di pagi yang cerah ketika Neneng usai lari pagi, ia bertemu dengan Juragan Al yang tiba-tiba mengajaknya ke rumah paman dan bibi pria itu. Neneng protes karena ia bau keringat dan belum mandi, tetapi pria itu tidak peduli, bahkan memohon agar Neneng bersedia ikut sekarang juga.
"Kondisi Paman Bagas tiba-tiba drop, dan saya butuh kamu buat menemani saya mengaji di sana. Tolong bantu saya, Neneng."
Karena kasihan dan atas dasar kemanusiaan, akhirnya Neneng pun menurut dan masuk ke mobil.
Di perjalanan, Neneng bisa melihat kecemasan tampak di raut wajah Juragan Al. Pria itu juga sangat tegang. Sepertinya Juragan Al begitu menyayangi pamannya, batin Neneng. Ia jadi ikutan tegang.
Ketika tiba di depan pagar besi tinggi menjulang yang dibukakan seorang penjaga rumah, Neneng sangat terkejut. Rumah Juragan Al sederhana dan masih seperti bangunan yang berasal dari zaman penjajahan, seperti juga bangunan kosan miliknya. Sedangkan kediaman Paman Bagas dan Bibi Hamun, meskipun sama-sama seperti berasal dari zaman penjajahan, tetapi sangat megah karena bangunannya terdiri dari empat lantai dengan area halaman berumput yang begitu luas. Ada kolam air mancur, area untuk bermain basket, bahkan ada kolam renang. Berulang kali Neneng mengucapkan masyaaAllah sepanjang perjalanan hingga mobil diparkir di depan teras rumah berpilar banyak dan besar bak istana itu.
Neneng seperti kembali ke masa lalu dengan menaiki mesin waktu.
"Ayo turun, Neng."
Tersadar dari kekaguman, Neneng pun turun dari mobil dan lekas mengikuti Juragan Al naik ke undakan lebar dan cukup banyak itu. Ia seolah tengah berada di sebuah museum peninggalan zaman penjajahan Belanda saja.
***
Ohayou.
Pdf si Neneng & Juragan Al sudah ready dari kemarin ya. Makasih yang udah belanja baik yang ikut harga PO ataupun harga normal. Semoga rezeki kalian diganti lagi sama Allah karena sudah bersedia berbagi dengan kami. Aamiin. 😘😘😘🥰🥰🥰🥰Yang mau pdf nya bisa order ke aku (Emerald8623) atau kak Nda-Aqila ya
Harga 28rb
231 halaman
18 bab
Pokoknya happy endingWA 0822-1377-8824 (emerald)
WA 0895-2600-4971 (Aqiladyna)Sabtu, 6 April 2024, 07.08 wib.
KAMU SEDANG MEMBACA
Juragan Kos Galak VS Mahasiswi Kere (Emerald & Aqiladyna)
RomantikNeneng adalah mahasiswi kere yang berasal dari sebuah desa di kaki gunung. Sambil kuliah, Neneng bekerja di toko kue Sweet milik Pak Lee Zando dan Bu Laila. Sudah lima bulan ini Neneng tinggal di kosan Juragan Alvaro alias Juragan Galak yang selalu...