𝑇𝑅𝐴𝐺𝐸𝐷𝐼 31

6.7K 505 8
                                    

Enjoy it!

"Yara"

"Lo udah bisa nebak itu," Amber menyandarkan tubuhnya pada kursi mobil. Mereka tengah berada dimobil Ragas, karena menurutnya hanya tempat ini yang dirasa cukup aman dari pengawasan Nathan, meski akan tetap ada bukti mereka berbincang, setidaknya Nathan tak tahu apa yang mereka bicarakan. Semoga saja.

"To the point"

Ragas terkekeh. Sepertinya bonekanya tidak suka bertele-tele. Padahal Ragas masih ingin berlama-lama memandangi wajah yang mengingatkannya pada Yara, tapi mau bagaimana lagi.

Dia harus sedikit lebih bersabar demi orientasi masa depan.

"Apa yang mau lo tau?"

"Semua" balas Amber tanpa ragu.

"Dia jadi korban royalty. Yara lemah, dan udah.. mati" meski samar ada kilat aneh yang tak sempat Amber lihat dimata Ragas.

Amber berdecak kesal. "Gue juga tau, yang lebih spesifik! Kayak kronologi kematian dan orang yang bersangkutan" jelasnya.

"Lo salah orang kalau begitu," Ragas membuka kunci mobil, menandakan Amber bisa keluar sekarang.

"Lo pacarnya Yara, harusnya lo tau!" Nada Amber naik beberapa oktaf. Dadanya naik turun emosi, apa salahnya tinggal menjawab. Ini sangat penting baginya, jangka waktu untuknya sudah sangat pendek, jika Amber gagal menyelesaikan semua maka tamat sudah dirinya.

Air muka Ragas mendingin.

"Gue bukan orang tuanya" dengan raut flat, cowok itu turun dari mobil.

"Ragas!" Amber menyusul, gadis itu terus berteriak memanggil sang empu nama. "Ragas Anjing!!" Dia berhasil mencekal pergelangan tangan Ragas membuat langkah Ragas terinterupsi.

"Buat apa?" Ragas menyingkirkan tangan Amber. Dia berbalik dan menatap Amber intens dengan kedua tangan dimasukan kedalam saku celana.

Amber mengernyit bingung. "Lo har-

"Buat apa cari tau tentang Yara," ulang Ragas kali ini lebih panjang.

Amber bungkam. Bibirnya bergetar, tak mungkin ia membeberkan pada Ragas alasannya ngotot mencari tahu perihal Yara. Meskipun keluarga Ragas tak ada sangkut pautnya dengan royalty, Amber tetap tak bisa memberitahu. Sekalipun Ragas bilang Amber bisa mempercayainya, Amber tak semudah itu luluh. Tak ada yang benar-benar bisa Amber percaya disini.

Amber tersentak, terlalu larut melamun ia sampai tak sadar Ragas sudah berada diposisi sangat dekat dengan tubuhnya.

"Cari dalangnya. Kadang, untuk nangkap monster ... lo butuh monster lain" ucapnya sarat akan makna. Ragas menyeringai, "see u. Gue tunggu sampai lo selesai" dia mengecup pipi Amber dan segera pergi sebelum terkena amukan siboneka.



"Lo gila?" Helion menyambut kedatangan Ragas dengan sebuah pukulan. "Lo pertaruhin organisasi cuma karena dia mirip Yara!!"

"Jaga batasan lo Helion" desis Ragas.

"Gue setuju sama Lion," entah darimana Eros tiba-tiba ikut menyahut. "Jangan karena lo pegang otoritas, lo bisa seenaknya mainin organisasi. Inget baik-baik Ragas, bokap lo dan semua tetua Madiswa gak suka terlibat royalty" kecam Eros.

Seorang bawahan terlihat datang hendak melapor. "Leader, kami berhasil sabotase mereka"

Orang yang dipanggil leader itu sama sekali tak memperdulikan kedua manusia yang sudah meledak-ledak emosi.

"Lanjutin" titahnya.

"Berhenti! Gue bilang berhenti!" Teriak Helion menggelegar.

Bawahan itu berhenti, dia memandang was-was pada Ragas yang masih tak menampilkan raut berlebih.

"Lanjutin" kali ini aura Ragas lebih mencekam. Dia sama sekali tak mengindahkan amukan Helion.

Eros yang hanya seperti angin lewat menghela nafas pendek. Sepupu gilanya ini memang keras kepala sekali. Terserah selama Eros aman.

***






Amber menggigit jemarinya frustasi. Dia pusing memikirkan segalanya.

"Nona muda, kita sudah sampai"

Lamunan Amber buyar. Dia segera melangkah keluar mobil. Tangannya yang hendak meraih handle pintu terhenti akibat telfon yang berdering.

"Papa?" Amber segera mengangkatnya, takut ada hal penting yang ingin diberitahukan Lucian karena tak biasanya lelaki itu meneleponya lebih dahulu.

Baru menempel beberapa detik, suara nafas memburu Lucian menyambut.

"Halo pa,"

"Ve- Venus kamu dimana sekarang" uajr Lucian berbisik, untung mereka tengah melakukan sambungan telefon jadi Amber masih bisa mendengar suaranya.

"Aku? Aku udah sampai rumah" jawabnya. Kegiatannya yang akan membuka handle pintu kembali tercegah.

"Keluar! Keluar- sekarang dimana posisi kamu?" Suara Lucian terdengar panik.

"Aku masih didepan. Kenapa pa?" Herannya, Amber tahu ini bukan sesuatu yang baik.

Diseberang sana Lucian menghela nafas lega. "Sekarang ikutin papa, kamu jalan kearah samping dan masuk kedalam-

DOR

"Venus, Venus nak kamu masih dengar papa?" Panik Lucian.

Amber menetralkan kembali detak jantungnya yang berdentum tak karuan. Barusan ia mendengar suara tembakan beserta jeritan seseorang dari dalam.

Dia kembali mendekatkan benda pipih itu ketelinganya. "Pa? Aku harus kemana?" Ucapnya dengan suara lebih pelan. Gadis itu berjalan mengendap melewati beberapa bodyguard yang berdiri rapih, jika saja Amber tak cerdik mungkin dia akan terkelabuhi oleh para bodyguard itu. Sudah jelas itu bukan bodyguard keluarga Grivan.

Dia berpura-pura mengambil sesuatu kedalam mobil. Mengandalkan keahliannya dulu, Amber berhasil menyalakan mobil itu. Tanpa basa-basi, Amber segera mengegas dengan kecepatan rata-rata dan melakukan putaran seratus delapan puluh derajat.

"Tangkap!"

Melihat para pria berbadan kekar itu bergerak mendekatinya, Amber segera tancap gas, tak tanggung ia merobohkan pagar tinggi menjulang disana. Kini mobil sedan hitam itu melaju kencang membelah jalanan ibukota.

"Venus, kamu masih disana?" Terdengar suara Lucian yang penuh kekhawatiran.

"Pa, aku harus kemana" balasnya. Amber benar-benar tak tahu. Pikirannya kalut. Dia benar-benar tak terbiasa berada disini, Amber nyaris selalu dibantu orang-orang disekitar. Kalaupun kedua orang tuanya sibuk pasti selalu ada teman-temannya yang menghibur.

Amber tak masalah berada didalam balik jeruji sel dibandingkan bertahan hidup diantara orang gila.

Amber merasa sendiri sekarang.

"Jangan panik nak. Pergi kerumah mamamu, papa tunggu disana" tut. Telfon dimatikan sepihak.

..nyatanya Lucian sama saja.

Andai, andai saja pagi tadi ia tidak sengaja menguping pembicaraan Lucian dengan Vanda, maka sudah dipastikan ia akan terjebak sekarang. Tadinya Amber masih ingin positove thinking, tapi melihat Lucian yang benar-benar menjalankan rencananya gadis itu merasa dipukul telak.

Amber tersenyum tak percaya. Serius, mereka hampir berhasil membuatnya lemah.



File terakhir milik Yara telah dibuka, tinggal beberapa langkah bagi Amber menyelesaikan semua.




To be contiuned
.
.
.

Untold Story Of CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang