Happy Reading
~•~
"Asha, aku sudah memberikanmu kehidupan dengan sebuah syarat. Jangan lupa apa tujuanmu."
"... selamatkanlah yang tak bersalah, dan hukumlah orang-orang jahat. Hanya kamu yang tahu, dan hanya kamu yang bisa menangkapnya."
"Asha ... selamat tinggal."
"Asha..."
Gadis yang terbaring dengan wajah pucat itu langsung membuka mata lebar-lebar. Pupil kelabunya yang redup bergetar merah. Kepalanya teramat sakit hingga ia meringis mencengkeram rambutnya yang keperakan. Seluruh tubuhnya kaku sulit digerakkan.
Gadis itu Asha. Mata bulatnya mulai hidup dan berputar mengamati ruangan luas yang hening bernuansa putih emas. Ia tak tahu di mana, tak tahu siapa dirinya, dan tak tahu situasi.
Setelah sakit di kepalanya mulai mereda, barulah Asha menyadari betapa pahit dan haus mulutnya. Secara naluriah ia mengambil kaku gelas berisi air di sampingnya. Namun, karena terlalu lemas, tangannya tak kuat mengangkat gelas hingga jatuh pecah menimbulkan suara nyaring.
Asha menghela nafas lemah. Saat berniat beristirahat kembali, pintu kamar terbuka diikuti suara barang jatuh. Asha menoleh dan melihat seorang gadis berpakaian pelayan menatap syok dirinya dengan mata berkaca-kaca.
"Lady ... Asha?" panggilnya gagap gemetar penuh ketidakpercayaan.
Lady Asha? namaku Asha? Asha membuka mulut seolah akan menyahut, namun tak ada suara yang keluar karena tenggorokannya sakit.
Sebelum ia mencoba bersuara lagi, gadis pelayan itu langsung berlari gembira keluar diikuti suara hebohnya yang menjauh.
"La-lady Asha!! Lady Asha sudah bangun!!"
"Tuan Marquess! Lady Asha ...."
Entah harus menangis atau tertawa, Asha merasa lucu dengan kehebohannya sampai suaranya menghilang jauh. Namun ekspresi teramat kaku sehingga sudut bibirnya tak bisa digerakkan. Ia juga tak tahu siapa yang gadis tadi panggil.
Sampai tak lama kemudian, banyak langkah kaki datang. Asha melirik pintu, dan yang langsung menarik perhatian adalah warna merah. Empat orang yang baru datang memiliki rambut sama-sama merah menyala, satu pria dewasa, dua anak lelaki dan yang paling pendek adalah gadis kecil yang bersembunyi di belakang gadis pelayan sebelumnya dengan hanya menampilkan mata bulatnya.
Asha berkedip bingung menatap ekspresi kaku mereka, seolah ingin berekspresi senang dan lega, namun terhalang kecanggungan karena alasan yang tidak diketahui. Ia juga tak ingat siapa mereka, namun ada rasa keakraban.
"Kakak ..." Yang pertama bersuara adalah anak lelaki paling pendek, dia berumur sekitar 8 tahun. Saat dia melangkah, keempat orang dibelakangnya mengikuti seperti anak bebek mengikuti induknya.
Melihat kakaknya yang telah tidur begitu lama kini membuka mata menatapnya, Rahan bertanya malu-malu. "Apa kakak haus?"
Kakak? Asha mengangguk dengan bingung.
Mata Rahan berbinar. Ia mendongak menatap ayahnya dan menarik ujung bajunya. "Ayah, kakak haus."
Veron menatap kaku putrinya yang kini sama-sama menatapnya. Ia memalingkan wajah canggung dan menatap gadis pelayan di belakang. "Liana, putriku haus."
Ah, apakah ini ayahku? Asha mendongak mengamati satu-satunya pria dewasa itu. Kantung matanya hitam, matanya agak lesu, terdapat janggut yang terabaikan, meskipun usianya belum memasuki paruh baya, namun janggut dan kantung matanya membuatnya seolah beberapa tahun lebih tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asha de Florence
FantasiAsha bereinkarnasi menjadi Putri Marquess dengan memegang sebuah perjanjian pada Dewi Cahaya. Ia tak memiliki ingatan masa lalu, namun anehnya ia mengetahui ingatan masa depan dengan hanya berfokus pada dua orang yang kelak akan menjadi kaisar dan p...