[05] Tak apa, aku disini

99 12 1
                                    

Anton bergegas lari keluar kelas entah mau kemana tapi rasanya dia ingin berlari secepat mungkin sembari memasang ekpresi wajah bahagia, sedari tadi dia berlari garis lengkungan di wajahnya tak kunjung memudar.

Langkah kakinya berhenti di taman sekolah.

Sembari tersenyum seringai, anton nampak seperti orang salah tingkah sendiri. Dia tidak menyangka dirinya jatuh cinta, selama ini gadis yang selalu ada di benaknya adalah gadis yang ia cinta.

"Aku menyukai asa, jadi selama ini aku menyukainya? Atau aku mencintainya?".

Entah bagaimana cara mendapatkan jawaban dari pertanyaan tersebut tapi yang pasti dia tidak sabar menunggu sore hari tiba dimana dia akan bertemu lagi dengan asa seperti biasanya.

.
.
.

Anton tiba di pantai lamiron, tapi asa belum datang. Hal itu memang sering terjadi karena anton yang terlalu cepat datang. Dia dengan seringai bermain-main dengan pasir dan membuat gambar serta tulisan untuk mengurangi rasa bosan saat sedang menunggu asa.

Tapi matahari hendak terbenam, anehnya asa tidak kunjung datang juga. Tidak seperti biasanya, ini nampak aneh, anton khawatir sekali. Dia takut terjadi apa-apa dengan gadis yang disukanya.

"Dia dimana? Kok belum datang juga".

Anton mondar-mandir tidak jelas. Bingung, khawatir, overthinking semua perasaan itu tercampur aduk. Walau lama menunggu, dia tetap setia menunggu asa di tempat tersebut. Hingga malam pun menyambut. Langit pun mulai gelap, tapi asa tak kunjung datang juga. Dia teringat akan hal.

"Asa, bilang padaku jika ayahmu memukulmu atau keluargamu. Jangan pernah sungkan untuk meminta bantuan padaku, berjanjilah" Anton memberikan jari kelingkingnya tanda perjanjian. Asa sedikit ragu, dia tidak mau membebani siapapun karena masalahnya. Tapi bagaimana cara dia menolak anton yang sudah mau menjadi temannya itu?.

Asa pun mengunci kelingkingnya dengan kelingking anton tanda setuju.

"Kalau boleh tahu, dimana rumahmu?".

"Dekat salon whitenir, rumah yang kecil".

Anton teringat akan percakapan mereka beberapa minggu lalu. Dengan cepat dia berlari menuju rumah asa, tapi langkahnya harus terhenti karena asa yang baru tiba entah dari mana tersebut. Saat itu tatapannya kosong, rambutnya juga acak-acakan. Dan terdapat memar di bagian pipi kirinya.

"ASA!" Paniknya bergegas mendekati asa.

Anton memastikan kondisi gadis yang lusuh itu.

"Ada apa?!! Apa yang terjadi padamu? Ulah ayahmu?" Khawatir anton menatap asa dengan ujung alis depannya yang mengangkat menggambarkan ekspresi cemas dan sedih.

Tatapan asa kosong dan melamun, "Asa?" Anton sekali lagi menyebut nama tersebut memastikan kondisinya. Anton menghela nafasnya, dia menarik tubuh kecil asa ke pelukannya. Di dalam dekapan tubuh anton yang kekar itu, air mata asa tumpah. Tidak mengatakan sepatah kata tapi dengan mendengar tangisan isak asa, anton langsung memahaminya.

"Tidak apa-apa, menangislah. Aku disini" Anton mengelus kepala asa serta menepuk pelan pundaknya agar merasa lebih tenang.

Anton kembali dengan membawa sebuah plester dan salep untuk mengobati lukanya, bagaiamana dia bisa mendapatkannya? Anton mencari-cari mini market di sekitar pantai, walau memakan waktu tapi akhirnya dia mendapatkannya.

Anton duduk di sebelah asa, dia segera mengoleskan salep itu ke pipi putih gadis itu yang menghasilkan memar. Kemudian di tutupi dengan plaster, namun pandangan anton seketika menjadi salah fokus karena dirinya yang terlalu dekat wajah asa. Kuping anton langsung merah seperti tomat, dan jantungnya tak karuan berdegup lebih cepat dari biasanya. Anton hanya berusaha bersikap biasa saja agar asa tidak menyadarinya.

"Terimakasih" Senyum kecil asa.

"Apa kau yakin ingin kembali ke rumahmu?" Asa tidak terlalu yakin.

"Jika kau tidak ingin kembali, aku punya tempat untukmu bermalam".

"Tidak, aku tidak apa-apa".

"Jangan memaksakan diri jika kau takut, kau bisa tidur di rumah penginapan milik orang tuaku. Itu adalah penginapan yang biasa di sewa, tapi kali ini sedang di tutup karena akan ada renovasi. Kau bisa tinggal disana sementara untuk menenangkan dirimu" Saran anton.

Rasa takut itu memang masing ada, dia pun juga takut untuk kembali. Tapi disisi lain dia memikirkan bunda dan adik-adiknya, karena mereka yang akan menjadi sasaran berikutnya. Anton saat ini tidak akan bertanya apapun tentang cerita dibalik luka asa tersebut, anton paham saat ini dia masih takut dan butuh menenangkan diri.

"Tapi, aku takut keluargamu akan marah padamu".

Anton terkekeh. "Tidak, jangan pikirkan itu, itu urusanku. Ya? Kau jangan mengkhawatirkanku. Aku bisa mengatasinya" Senyumnya berusaha menenangkan asa.

"Anton, tapi bunda dan adik-adikku? Aku tidak bisa pergi sendirian. Ayah akan melampiaskannya kepada mereka".

Anton berpikir sejenak.

"Tidak apa, bunda dan adikmu ikut saja tinggal di penginapan. Kamarnya cukup luas kok".

"T-tapi".

"Sudah jangan merasa sungkan" Anton meyakinkannya sekali lagi. Air mata asa semakin tidak kuasa tertahan, matanya berkaca-kaca. Anton yang menyadarinya merasa bingung dan grogi. "Eum, ada apa? Mengapa kau menangis? Apa lukanya masih sakit?".

Asa menggelengkan dengan air mata yang masih membanjiri wajah cantiknya.

"Selama ini aku selalu di asingkan oleh para tetangga, mereka bahkan tidak sudi untuk menatapku karena menganggap aku anak tidak berguna karena memiliki ayah yang sering mabuk,,, di tengah-tengah ceritanya, asa terhenti sebentar untuk menyedot kembali cairan bening berasal dari hidungnya.

terimakasih banyak anton, jikalau saja aku tidak ke pantai lamiron ini. Sudah pasti aku akan selalu sendirian, tidak akan lagi mendapat teman yang mau mengobrol denganku. Bercanda denganku, bahkan mendengarkan ceritaku dan masalahku, mengapa kau begitu baik padaku? Bagaimana caraku membalas kebaikanmu?" Tangisan asa semakin panjang setelah mengatakan kalimat akhir, dia merasa bersalah tidak bisa berbuat apapun untuk anton.

Anton terharu, tetapi menyaksikan tingkah lucu asa membuatnya merasa gemas dan tertawa kecil. Mulai dari dia menghentikan omongannya untuk mengangkat kembali ingusnya, dan dengan polos ingin membalas kebaikanku.

" Menggemaskan sekali " Batinnya sambil tersenyum.

LAMIRON Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang