This kiss...

16.3K 620 33
                                    

Tak terasa kami telah sampai di sebuah mall, aku hanya mengikuti kemanapun dia membawaku dengan tangan kami yang masih saling bergandengan seakan tak bisa dilepaskan. Dia membawaku masuk ke dalam sebuah toko pakaian dalam wanita. Tanpa merasa malu dia memilihkan underware untukku dan yang membuatku heran dia tau ukuran bra dan cd yang ku kenakan.
"Gak usah kaget gitu, aku kan sudah pernah bilang kalo aku tau semua tentangmu baik dalam maupun luar." Ihh..nih laki bikin aku malu aja, sepertinya aku ini istrinya sampe-sampe dia tau semuanya tentangku bahkan hal yang paling sensitif. Daripada aku membalas ucapannya mending aku mikirin gimana caranya aku pergi dari sini tanpa sepengetahuannya. Aha aku ada ide.
"Lando, aku kebelet pipis nih, aku ke toilet dulu yah." Bisikku padanya. Selang berapa menit dia pun mengizinkan. "Nanti kita ketemuan di sini aja ya." Aku pun segera melangkahkan kakiku keluar namun segera di tariknya tanganku.
"Aku ikut dan gak ada penolakan." Ugh kenapa muati ikut sih, gimana cari kaburnya kalo begini. Setelah membayar yang kami beli dia lalu mengantarku ke toilet wanita.
"Aku tunggu di sini. Jika dalam 5 menit kamu gak keluar akan kujemput ke dalam." ucapnya penuh penekanan seperti mengancam. Ah lagi-lagi dia bisa baca pikiranku.
"Gimana bisa hanya 5 menit, emangnya aku laki main semprot aja. 10 menit deh ya?"
"6 menit atau gak sama skali."
Huh...menyebalkan sekali dia. Aku pun masuk dengan wajah kesal.
Tepat 6 menit aku sudah ada di depannya masih dengan wajah kesal.
"Wajahnya gak udah dimanyun-manyunin gitu,mau aku cium disini supaya manyunnya hilang?" Mataku seketika melotot mendengar ucapannya.
"Bisa gak kalo ngomong di ayak dulu. Ngomong kok vulgar banget sih." Jawabku berharap dia berubah.
"Aku lebih suka ngomong apa adanya walaupun terdengar gak sopan, daripada harus bicara manis padahal hati busuk." Sanggahnya yang langsung menohok hatiku.
"Ya gak gitu juga kali, aku cuma agak aneh aja denger orang ngomong blak-blakan gitu." ucapku lagi.
"Mulai sekarang kamu harua bisa membiasakan denger bahasa-bahasa anehku selanjutnya. Sudahlah, kita pergi sekarang ke tempat yang lebih memasyarakat daripada di tempat orang-orang sosialita ini, penuh dengan kemunafikan." Ucapnya yang menggambarkan kebencian di dalamnya tapi entahlah itu apa.
"Kita mau kemana lagi?" Tanyaku.
"Nanti juga kamu bakal tahu."
Dia segera menggenggam tanganku erat dan membawaku keluar dari mall dan menuju mobilnya terparkir.
Dia segera melajukan mobilnya entah kemana. Hanya keheningan yang tercipta di antara kami. Aku meliriknya dengan ekor mataku sekilas, dia tetap konsentrasi dengan aktivitas menyetirnya. Aku pun mengalihkan pandanganku ke luar jendela sambil terua memikirkan bagaimana caranya kabur dari dia.
Tak terasa kami telah sampai di sebuah pasar malam. Bukannya ini tempat yang ramai?
"Kenapa kesini? Kamu gak takut orang jahat itu bakal datang kesini?" Tanyaku padanya dengan penuh penasaran.
"Justru tempat ramai seperti ini adalah tempat yang paling aman. Selama kamu gak berniat kabur dariku kamu pasti aman." ucapnya lagi tanpa menoleh.
Dia pun segera menarik tanganku keliling pasar malam dan mencoba berbagai wahana mainan hingga aku melihat kembang gula yang dijajakan tak jauh dari tempat kami berdiri. Berhubung kakiku sudah tak bisa diajak kompromi karena keletihan jadinya aku menunggunya di sebuah bangku panjang dan dia yang pergi membelikan kembang gula itu setelah aku merengek seperti anak kecil. Dan akhirnya dia mau juga membelikan kembang gula itu dengan perjanjian aku gak akan kemana-mana. Setelah dia pergi aku memijat-mijat betisku yang sudah sangat pegal sedaritadi. Tiba-tiba aku melihat 2 orang yang pernah membekapku waktu itu tak jauh dari tempatku. Ingin rasanya berteriak memanggil Lando tapi aku takut 2 orang itu akan menyadari keberadaanku dan menangkapku lagi. Aku pun segera bersembunyi di balik bangku panjang ini berharap mereka tak melihatku.
"Disini kau rupanya, setelah berhari-hari mencari ternyata ketemu disini. Hahaha... Bos pasti senang mendengar kabar ini." Sontak aku kaget karena 2 orang itu sekarang ada di depanku. Aku berusaha mencari keberadaan Lando tapi aku tak melihatnya lagi. Rasa takutku semakin besar, matilah aku kali ini. Tanpa pikir panjang aku segera berlari sekuat tenaga entah kemana. Yang penting aku bisa lari dari mereka. Kakiku yang semula letih tak terasa lagi karen ras takutku lebih besar dari segalanya sekarang. Aku terua berlari hingga tak terasa aku berada di tempat yang begitu sepi dan tak ada orang disitu. Aduh mati aku dimana ini? Tanpa pikir panjang aku bersembunyi di balik tempat sampah, berharap mereka tak menemukanku.
"Kemana perempuan itu? Bos bisa marah kalau dia hilang lagi. Kecil-kecil cepat juga larinya. Kalau sampai ketemu, akan kunikmati tubuh mulusnya itu." Ucap salah satu orang tersebut yang berhasil membuatku bergidik ngeri. Ya Tuhan, selamatkanlah aku.
"Mungkin dia lari kesana, ayok kita kesana." Selang beberapa menit aku tak mendengar suara mereka lagi, mungkin mereka telah pergi. Aku pun segera keluar dari tempat persembunyianku, namun belum juga merasa lega, tanganku telah ditarik dengan kasar oleh kedua orang tersebut.
"Akhirnya ketangkap kau, mau kemana gadis cantik heh??" Kata salah satunya sambil tertawa menyeringai.
"Kali ini kamu gak bakal bisa lolos lagi. Ikut kami dan sebaiknya jangan berteriak kalau kamu masih ingin selamat sekarang." ucap salah satunya lagi membuatku bungkam.
Mereka menyeretku menuju mobil mereka dan aku hanya bisa pasrah. Mereka memasukkanku dalam mobil jeep mereka dan mengikat tangan, menutup mataku dan menyumpal mulutku dengan kain. Beberapa menit berikut dapat kurasakan mobil ini melaju entah kemana. Yang ada di pikiranku kemana Lando sekarang? Apa dia tak mencariku? Seandainya dia ada disini pasti dia akan menyelamatkanku. Sepertinya aku sekarang di belakang jeep ini karen aku tak mendengar suara mereka. Di saat seperti ini malah mataku tak bisa kompromi, rasanya semakin berat dan sebentar lagi tertutup. Tapi, entah ini mimpi atau kenyataan seperti ada yg memelukku dan sayup-sayup kudengar dia bilang "Jangan khawatir aku akan menjagamu dan menyelamatkanmu meskipun nyaw taruhannya." sepertinya aku mengenal suara ini, aku berusaha sadar dan samar-samar mataku terbuka oleh penutup kain yg mengikat dan sekarang tampak jelas di depanku lelaki yang telah membuatku terpesona dengan matanya ditambah bulu matanya yang lentik. Aku dapat melihat emosi disertai kekhawatiran di manik matanya. Setelah ikatan di tangan dan sumpalan dari mulutku terbuka aku langsung berhambur di pelulannya sambil terisak. Ada rasa lega bercampur khawatir. Lega karena dia telah menemukanku sekaligus khawatir gimana caranya lari dari tempat ini.
"Sssssttt... Jangan nangis, kan aku sudah ada disini. Kamu aman bersamaku." ucapnya sambil mengusap pundakku. Seketika kekhawatiranku hilang hanya dengan usapan tangannya. Pelukan kami dilepaskannya dan aku merasa tak rela. Walaupun dalam gelap tatapannya dapat menembus kemataku.
"Nanti di rumah kamu bisa memelukku selama kamu mau, sekarang yang harus kita pikirkan cara keluar dari sini." Ucapnya lagi-lagi seperti dapat membaca apa yang ada di pikiranku. Dalam situasi seperti ini dia masih bisa menggodaku dengan kata-kata yang blak-blakan.
Seketika mobil ini berhenti, kami saling menatap, dia pun segera menarik tanganku bersembunyi di belakang pintu jeep. Pada saat salah satu dari mereka membuka pintu jeep ini, Lando segera melayangkan tendangannya hingga laki-laki tersebut tersungkur ke jalan. Aku dan Lando segera melompat dan berlari namun salah satu dari mereka menghadang kami. Aku bersembunyi di belakang Lando berusaha berlindung dengan genggaman tangannya yang tak pernah lepas dari tanganku.
"Mau lari kemana kalian heh? Dan kau anak muda jangan coba-coba ikut campur dengan urusan kami. Kalau tidak kau akan mati sekarang juga." Bentaknya dengan penuh kemarahan.
"Coba saja kalau kalian bisa" Ucap Lando menantang. Rasa khawatir dan takutku semakin meningkat. Keringat dingin bercucuran di dahiku. Seketika Lando berbalik ke arahku dan tersenyum seakan mengatakan semua akan baik-baik saja tak perlu takut. Dia pun mengisyaratkan agar aku menyingkir agar tak kena hantaman dari aksi perkelahian kami.
"Banyak bacot kau anak muda, sayangnya percuma bacotmu itu. Hiyaaatttt....."
Perkelahian ketiganya tak dapat di elakkan lagi. Harua kuakui Lando sanggup mengimbangi mereka, namun biar bagaimana pun tubuh mereka lebih besar dan tak jarang aku melihat Lando kena pukulan pada bagian wajah dan tubuhnya. Namun pada akhirnya dia dapat melumpuhkan keduanya hingga tersungkur di tanah hingga tak bergerak. Segera dia menarik tanganku dan membawaku pergi menuju mobilnya. Segera dilajukan mobilnya dengan pandangan tetap fokus menyetir. Kupandangi wajahnya sedari tadi, lebam diwajahnya lumayan banyak dan bahkan ada cairan merah yang telah mengering di sudut bibirnya. Tanpa aba-aba tanganku telah menyentuh sudut bibirnya yang sobek itu. Dia menangkap tanganku seketika dan meringis akibat perih dari sentuhanku. Tanpa menoleh ke arahku dia menarik tanganku lalu mengecupnya dengan penuh penekanan. Dapat kurasakan kehangatan menjalar di tubuhku. Ingin rasanya kupeluk dia dan mengucapkan terima kasih karena lagi-lagi membantuku.
Tak terasa kami telah sampai di apartemennya dan segera ku cari kotak p3k untuk mengobati lula lebam di wajahnya. Pada saat aku membersihkan luka di wajahnya dan mengompresnya matanya tak lepas dari mataku. Digenggamnya tanganku menghentikan aktifitasku mengobati lukanya.
"Maaf... Apakah sakit? Aku akan lebih pelan-pelan mengobatinya. Maaf, ini semua salahku. Kalau saja aku gak minta kembang gula itu seperti anak kecil mungkin ini semua gak akan terjadi. Kamu gak akan luka-luka seperti ini. Dan terima kas...." Telunjuknya tepat berada di bibirku untuk menghentikan ucapanku. Aku pun terdiam seketika dan terlihat matanya yang mengarah pada bibirku. Kali ini telunjuknya mengusap seluruh permukaan bibirku hingga aku terbuai olehnya. Tanpa sadar mataku telah mengarah pada bibirnya yang terluka. Entah dorongan dari mana aku memajukan wajahku dan mendaratkan bibirku pada bibirnya yang terluka berniat untuk sekedar mengurangi rasa sakitnya. Awalnya hanya berupa sentuhan namun lama-kelamaan aku mengharapkan lebih dan seakan tahu apa yang kuinginkan dia segera melumat bibirku. Kami pun saling menikmati pagutan kami seakan tak rela melepasnya. Entah sejak kapan kaos yang dipakainya ternyata telah terlepas dan tanganku dengan leluasa mengelus punggungnya hingga perutnya. Ketika dia meringis barulah aksi ciuman kami berakhir dan aku melihat terdapat luka lebam di perut kanannya. Segera ku kompres dan mengolesinya dengan salep peresa nyeri. Untung saja dia memiliki persediaan obat-obatan yang sangat dibutuhkan. Lagi-lagi aku mengecup perutnya yang luka tersebut untuk menghilangkn sedikit ras sakitnya. Aku mendengar suara erangan yang seperti menahan hasrat.
"Apakah aku menyakitimu? Maaf sekali lagi, aku hanya ingin menghilangkan sedikit rasa sakitnya." Jawabku dengan penuh penyesalan.
Dia lagi-lagi hanya memandangiku dengan tatapan seperti sedang menahan gejolak akan sesuatu. Seketika ditariknya aku dalam dekapannya. Dapat kurasakan kenyamanan dan rasa hangat yang belum pernah aku rasakan sekalipun. Tak ada niatku untuk berontak bahkan aku tak ingin melepaskan pelukan ini. Tanpa sadar aku telah terbaring di ranjang dengan posisi masih berpelukan dengannya. Segera dilepaskannya pelukannya itu karena posisinya sekarang berada di atasku. Ada perasaan tak rela namun aku tau dia tak ingin menyakitiku.
"Kamu sangat menggoda imanku gadisku. Bisa-bisa aku melakukan hal yang tidak-tidak padamu kalau kau terus bersikap lembut seperti ini gadisku. Pastinya kamu gak ingin itu terjadi kan? Apalagi dengan lelaki yang belum kau kenal sama sekali. Aku sangat tau apa yang kamu inginkan sekarang sama dengan apa yang aku inginkan. Tapi aku gak mau setelah ini kamu akan sangat menyesal nantinya. Akan ada waktunya dimana aku akan mengabulkan keinginanmu itu dan pada saat itu kamu gak akan sangat bahagia." Ucapnya sambil mengelus pipiku dengan lembut disertai tatapan mata yang penuh dengan gairah namun berusaha ditahannya.
"Tidurlah, kamu pasti sudah sangat lelah seharian ini. Kamu bisa tidur disini, aku akan tidur di sofa. Aku gak akan mengganggumu." Ucapnya lagi sambil beranjak pergi.
"Jangan pergi setidaknya temani aku hingga aku tertidur. Aku masih sangat takut kalau kau meninggalkanku sendirian." segera kutahan tangannya agar jangan pergi. Entah kenapa aku ingin terus berada di sampingnya.
"Apakah kamu yakin? Bagaimana jika nanti aku khilaf dan melakukan hal-hal yang tak kamu inginkan padamu?" Ucapnya lagi.
"Aku percaya sama kamu pasti akan menjagaku dengan baik. Ya kecuali aku yang memintanya."
Ucapku meyakinkannya.
"Baiklah jika kamu meminta, tapi jangan salahkan aku jika aku gak sanggup menahan hasratku. Aku lelaki normal yang bisa saja tak kuat menahan hasratku." jawabnya mengingatkan.
"Aku yakin kamu laki-laki yang bertanggung jawab jika itu betul sampai terjadi."
Beberapa menit kami saling bertatapan kemudian dia merebahkan tubuhnya di sampingku. Kami saling menghadap dalam posisi berbaring. Matanya tak lepas dari mataku begitupun aku." Kenapa kamu mau melakukan semua ini untukku? Kita bahkan belum saling kenal." Mungkin saatnya sekarang aku akan mencari tahu apa maksudnya selama ini.
"Karena sudah kewajibanku untuk melindungimu gadisku. Aku gak akan biarin seorang pun menyakitimu." Jawabnya sambil mengelus pipiku. Jarak kami hanya sekitar 5 centi bahkan nafasnya menerpa wajahku dan aroma mintnya masih sangat jelas di hidungku.
"Bagaimana bisa ini menjadi kewajibanmu sedangkan kita gak memiliki hubungan apa pun? Aku bahkan gak mengenalmu lebih baik." Jawabku lagi.
"Kalau begitu kenapa kamu percaya padaku sedangkan kamu belum begitu mengenalku lebih baik. Bisa saja kan aku memanfaatkanmu secara kamu berasal dari keluarga terpandang."
"Dengan apa yang telah kamu lakukan untukku gak ada alasan aku untuk gak percaya padamu. Nyawamu bahkan sanggup kamu korbankan untukku. Dan itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku percaya."
"Begitupun aku punya alasan berbuat semua ini untukmu. Pada waktunya nanti kamu akan tahu alasannya dan pada saat itu aku berharap semuanya akan berjalan sesuai harapanku dan keinginanmu." ucapnya.
"Memangnya kamu tau apa keinginanku nantinya?" Tanyaku
"Hanya dengan melihat matamu yg indah ini aku bisa tau apa yanga kamu inginkan. Aku sangat menyukai matamu. Inilah yang selalu menggodaku." ucapnya sambil mengelus mataku. Aku sempat terbuai oleh sentuhannya.
"Dan ini yang selalu membuatku selalu merindukanmu." Tangannya kemudian beralih ke bibirku. Tanpa aba-aba aku langsung melumat bibirnya yang sedari tadi terus menggodaku. Oh ternyata akulah yang tak dapat membendung hasratku. Kutekan tengkuknya agar memperdalam ciuman kami. Ternyata dia sangat ahli dalam hal ini yang mampu membuatku terbuai. Ciumannya sangat memabukkan hingga membuatku tak berpikir rasional sekarang. Cukup lama kami saling memagut bahkan bunyi decapan-decapan ciuman kami memenuhi ruangan ini. Jika saja dia tak menghentikannya mungkin aku tak akan berhenti. Dielusnya bibirku yang mulai membengkak, begitu pun juga aku.
"Aku sangat menginginkan ciumanmu setiap waktu. Apa yang telah kamu lakukan padaku hingga aku gak bisa berpikir jernih hanya dengan sentuhan bibirmu itu?" Ucapanku sepertinya sudah mulai vulgar, pengaruhnya ternyata sangat besar pada diriku.
"Aku hanya berusaha memenuhi apa yang kamu inginkan dan yang aku inginkan. Bibirmu begitu manis, rasanya tak ingin kulepaskan dari bibirku. Tapi, kita akan kehabisan nafas jika gak berhenti. Akan ada waktunya bagi kita setiap saat mempertemukan bibir kita karena keduanya tercipta untuk saling bertemu." Ucapan apa itu sangat vulgar namun aku menyukainya. Dia tersenyum padaku kemudian mengecup bibirku sekilas.
"Tidurlah, aku akan menemanimu hingga kamu tertidur. Mimpikanlah aku yang sedang menciummu." ucapnya lagi. Kupejamkan mataku dan terlelap ke dalam alam bawah sadarku.

Psico Love, Strange Love and Crazy LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang