Bab Satu

1.2K 122 7
                                    

Beberapa menit sebelumnya. "Mama bilang ini hanya pertemuan keluarga biasa, kenapa pakai membawa wanita ini kemari?!" kesal pria dengan setelan jas putihnya kepada wanita paruh baya di hadapannya.

"Fabian, aku yang menginginkannya sendiri untuk kemari dan mama tidak ada hubungannya dengan pertemuan kali ini," ujar wanita cantik di antara keduanya.

"Tania, kamu tidak salah sayang. Fabian saja yang selalu berbohong kalau dia memiliki kekasih dan bilang hanya akan merahasiakannya saja padahal mama tahu Fabian belum bisa melupakanmu," ujar wanita paruh baya tersebut.

Fabian menghela napas kesal. "Ma! Aku tidak suka, sangat amat tidak suka melihatnya apalagi mencium baunya saja membuatku ingin muntah!" kesal Fabian sembari berdiri karena hendak pergi dari sana.

"Fabian! Kalau begitu buktikan, bahwa kamu betul-betul telah melupakan Tania!" ujar mama Fabian.

Fabian mengepalkan tangannya dan berusaha untuk tenang, pria itu berpikir jika ia menelpon seseorang yang bisa diajak berkerja sama untuk menjadi kekasih rahasianya selama ini tidak ada sama sekali kontak wanita selain sekretarisnya, tidak mungkin ia memanggil asistennya yang lelaki untuk berpura pura menjadi kekasihnya.

Dan jika ia meminta waktu, ibunya dan Tania akan berpikir bahwa ia telah membayar wanita untuk menyamar.

Fabian menelan salivanya seraya menatap ke depan, ia melihat beberapa wanita dengan gaun cantik sudah bersama seorang pria yang tandanya mereka semua sudah memiliki kekasih.

Sampai dimana seorang wanita dengan baju biasa berdiri di tengah sana yang hanya bersama seorang pelayan wanita. "Wanita biasa akan mudah diatur, dan nampaknya tidak ada lelaki yang menginginkannya. Bukankah wanita itu adalah pilihan terbaikku saat ini?" pikir Fabian.

Fabian juga harus menerima konsekuensinya jika ternyata wanita itu sudah memiliki kekasih atau bahkan parahnya menampar dirinya di hadapan umum.

"Sayang!" teriak Fabian membuat wanita itu akhirnya menoleh menatap ke arahnya.

Begitu juga dengan pelayan di sampingnya yang menatapnya panik.

Fabian berjalan mendekati wanita tersebut lalu menggenggam tangan yang terasa begitu dingin malam itu. "Dia wanita itu, tunangan rahasia yang aku sembunyikan selama ini dari semua orang!" ujar Fabian dengan lantang.

Tangan wanita itu gemetar seketika, nampak seperti orang yang baru saja mengalami syok. "Apa ucapanku sebegitu membuatnya terkejut?" pikir Fabian sendirian sebelum akhirnya wanita itu pingsan di pelukannya.

Fabian terkejut dan tanpa basa basi langsung menggendong wanita itu ala bridal style. "Pak Fabian, ini kartu akses kamarnya," ujar pelayan tersebut yang segera diterima oleh Fabian dengan cukup sulit.

"Hei! Bangun!" ucap Fabian panik.

Untungnya nomor kamar yang tertera di kartunya hanya satu lantai lebih tinggi dari lantai ini.

Sesampainya di lantai tujuh, Fabian memasuki kamar dengan nomor "7134" lalu meniduri wanita itu di atas kasur.

Fabian menelepon asistennya. "Kemarilah dan panggilan dokter sekarang juga! Bawakan pakaian dan makanan yang hangat," ujar Fabian dari pangglilan telepon tersebut.

"Gemetar karena telat makan, pakaian basah karena hujan?" gumam Fabian seraya melirik balkon kamar hotel yang memperlihatkan hujan turun begitu deras  diluar sana.

Fabian menghela napas. "Setidaknya aku tidak terkena tamparan darinya," ucap Fabian seraya menatap wajah wanita itu.

Fabian bertanya tanya, untuk apa seorang wanita berada di hotel mewahnya sendirian. "Dia pasti bukan orang biasa," gumam Fabian seraya melirik tas kecil milik wanita itu.

"Hm, bolehkan aku membukanya? Hanya untuk memastikan identitasnya?" gumam Fabian.

Fabian menggelengkan kepala, dia tidak bisa bersikap kurang ajar untuk yang kedua kalinya.

Pria itu duduk di pinggiran kasur sembari terus memperhatikan wajah sendu dan mata sembab wanita itu. "Kenapa matanya membengkak seperti habis menangis? Apa dia baru saja putus dari pacarnya?" ujar Fabian bertanya tanya.

"Jika dilihat sedikit lebih lama, wanita ini cantik juga," ucap Fabian dalam hatinya sebelum akhirnya ia menepuk pipinya sendiri untuk menyadarkan dirinya.

Tak berselang lama asistennya dengan dokter pribadinya masuk bersama. "Tolong periksa keadaannya sekarang juga," ucap Fabian kepada sang dokter.

Sedangkan asistennya bernama Reno melongo saat melihat bosnya dengan seorang wanita. "Wah, Bapak sudah benar benar melupakan Bu Tania?" bisik Reno membuat bosnya itu melotot menatapnya.

"Saya telah salah bicara," ucap Reno yang langsung memukul bibirnya sendiri.

"Hm, apa pasien sudah makan?" tanya sang dokter.

Fabian mengingat di meja restaurant tadi tidak ada satu piring kotor yang menandakan bahwa wanita itu baru saja akan memesan makanan, melihat di atas meja ada buku menu yang terbuka.

"Sepertinya belum," ujar Fabian.

"Ja-jangan bilang dia tunangan rahasia Bapak selama ini?!" tanya Reno.

Fabian mengerutkan keningnya. "Darimana kamu tahu?" tanya Fabian.

"Di luar sudah menyebar berita tentang itu, para karyawan terus membicarakannya," ujar Reno membuat Fabian menghela napas seraya menggelengkan kepalanya.

"Nampaknya memang karena telat makan, dan juga wanita ini sepertinya sedang mengandung," ujar sang dokter disertai dengan gemuruh hujan dari luar yang cukup kencang.

"Ha-hamil?!" ujar Reno dengan sangat terkejut ketika tak menyangka jika bosnya sudah bisa membuat anak.

Sedangkan Fabian hanya bisa terdiam mematung dengan ekspresi wajah yang sulit untuk di tebak.

Tunangan Rahasia Sang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang