˚꒰ 06˚ˑ 𓆡 ͎·˚

66 9 0
                                    

sarapan pagi di rumah keluarga kashiwagi, yang lagi dan lagi chika habiskan berdua bersama kakak laknatnya itu, bachira (kashiwagi) meguru.

dalam acara sarapannya, chika berkali-kali mencuri pandang ke arah bachira yang makan sambil nonton film gore. dia ingin menanyakan soal insiden mie rebus deterjen itu pada bachira tapi—

—melihatnya makan ditemani tontonan semacam itu, malah membuat chika yakin kalau bachira itu psikopat.

"pulang sekolah, langsung pulang ke rumah, lo. tadi ayah nyuruh gue bersihin gudang. lo harus bantuin," kata bachira tanpa melihat chika.

"ogah. yang disuruh siapa?"

"lo juga disuruh, bocah udik."

chika mendecih. "akal-akalan lo doang itu mah."

"serah lah. kalo lo gak mau bantuin, bukan urusan gue juga."

kalimat pasrah bachira itu, pada akhirnya mengusik pikiran chika sepanjang hari. banyak pertanyaan di kepalanya yang didominasi 'kenapa?'. karena bachira terlihat lebih pendiam hari ini.

biasanya mereka punya ritual khusus untuk menjelek-jelekkan satu sama lain, tapi hari ini berbeda.

ting! suara notifikasi ponselnya. ada pesan masuk dari aplikasi kencan buta yany chika ikuti dua hari lalu.

poweranger111: nanti jadi ketemuan kan? jamnya boleh diundur? soalnya gw ada kelas siang.

baksoberanak2: boleh. kalo gitu sore.

poweranger111: oke, ditunggu.

chika menutup aplikasi tanpa menjawab pesan itu. dia jadi tidak tertarik sih. dia tidak tertarik untuk cari pacar lagi. tapi sayangnya, mereka sudah lebih dulu membuat janji. itu yang chika sayangkan.

ya sudah lah. tinggal datang terus pulang, bagi chika bukan perkara sulit.

***

"woy, calon napi."

"mulut lo minta diamplas banget, jing." waktu istirahat bachira yang sial karena harus dikelilingi dengan kara, shina, dan yuki. cewek-cewek cantik tapi punya khodam iblis.

"lo bisa nggak jangan jahilin chika? kasian tuh anak kena mental," kata kara, alisnya menukik tajam.

"hah? emang salah kalo kakak jahilin adeknya? aiku nggak anggep lo adek ya? jadi gak tau rasanya," hidung bachira kembang kempis, bangga, seperti habis menyelamatkan perang dunia.

"serius. bikin chika betah kalo di rumah, napa sih? punya adek cewek cantik, imut gitu, malah dijadiin sasaran perundungan," yuki yang biasanya malas bicara, jadi rela kalau untuk chika.

"eh, cewek-cewek tablo, gue kasih tau nih ya sama lo bertiga. chika itu bukan tipe adek yang bisa dimanja-manjain. dia itu bisa lebih liar dari si kara, jadi agak lain dikit kalo mau interaksi sama dia," kata bachira. "ini malah sekarang gue lagi bingung. si chika kayaknys mau ketemuan sama cowok dari aplikasi kencan buta."

"hah? serius lo?" yuki reflek menjambak rambut bachira.

"bisa biasanya aja nggak kagetnya?" bachira jengkel. kalau yuki ini bukan kesayangannya isagi, pasti sudah dari dulu dia tempeli permen karet rambutnya.

"mereka ketemuan di mana?" shina bertanya. tapi nagi di sebelahnya langsung menarik tubuh gadis itu. "jangan deket-deket bachira. sekarang lagi rame virus bodoh yang nular."

"eh anjing lo ya, aki-aki," bachira mulai ragu dia ini perannya sebagai manusia atau samsak kejahatan?

"dia ketemuan di mana, jawab!" kara mode guru bk.

"ya mana gue tau, cok! kalo gue tau, gue gak bakal bingung dan langsung nyusul dia."

".. hah?" —kara, yuki, shina.

"apa lo, hah hah?"

"jadi sebenernya lo peduli sama chika, ya?" yuki mulai menangkap maksud bachira.

"mana ada kakak gak peduli sama adeknya sekalipun adeknya kayak binatang?" wajah serius bachira mulai membuat seisi meja itu merinding.

"tapi kan adek tiri?" isagi bertanya, masuk kepercakapan.

bachira mendengus. "tetep adek, kan?"

***

pukul dua siang, yang seharusnya jadi jam chika kembali ke rumah, saat itu tidak terjadi. chika tidak atau belum pulang siang itu.

sampai pukul 3, bachira terpaksa membersihkan gudang sendirian. dia sudah beberapa kali menelepon ke ponsel chika, tapi sama sekali tidak ada jawaban. entah dia memang sengaja menghindari panggilan darinya, atau sedang bahagia karena cowok kencan butanya ternyata setampan kang chi lung.

pukul 4 sore. chika tidak pulang juga. bachirs menghabiskan waktu setelah membersihkan gudang itu dengan mandi dan menyiapkan makan malam.

pukul 5 sore. di luar hujan. dan chika masih belum pulang ke rumah. perasaan bachirs campur aduk. dia jelas peduli pada chika karena ayahnya juga menitipkan chika untuk dijaga.

semenyebalkan apapun dia, chika masihlah anak smk yang bahkan belum punya ktp.

hari mulai gelap dan hujan belum berhenti, saat bachira hendak pergi untuk mencari chika, meskipun dia tidak tahu ke mana anak itu pergi, ada sebuah panggilan masuk.

nama chikanjing yang tertera di sana membuat bachira segera menggeser layar untuk menerima telepon.

"LO DI MANA, GOBLOK!" ah, bachira kelepasan saking khawatirnya. yang dia dengar di telepon itu, adalah suara berisik hujan, dan juga.. tangisan samar-samar yang dia yakini adalah suara chika.

bachira menarik napas dan menghembuskannya perlahan. "chika. lo denger gue kan? sekarang lo tenang, terus nyalain gps hp lo. gue jemput sekarang."

"cepetan.." suara bergetar yang bercampur dengan isak tangis itu, menjadi penutup panggilan singkat mereka. segera saja bachira keluar rumah dengan hanya menggunakan kaos, jaket, celana panjang, dan helm.

jarak yang jauh dan kondisi jalanan yang macet itu sedikit membebani bachira dalam tujuannya mencari chika. tapi dia tidak boleh terlambat. dia tidak bisa terlambat. bachira tidak tahu apa yang akan terjadi kalau dia datang terlambat.

jadi dia harus segera menemukan chika. harus. segera. saat itu juga.

***

[✔] [10] stepsister ; bachira meguruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang