Silencia dibangunkan dengan suara ketukan di pintunya. Pagi yang dingin di Utara. Malam pertama berhasil dilalui dengan dua lapis selimut dan perapian yang menyala terus menerus sepanjang malam.
"Selamat pagi, Nona," Tessa masuk ke dalam kamar dan membawa satu wadah air hangat untuk mencuci muka. Silencia baru terbangun dari tidur lelapnya, tadi malam ia dan Ares mengobrol hingga larut sehabis makan malam.
"Selamat pagi, Tessa," sapa Silencia sambil menggosok matanya. "Terima kasih sudah membawa air hangat."
"Bagaimana tidur Anda semalam, Nona?" tanya Tessa sambil membantu Silencia untuk bangun dari tempat tidurnya.
"Aku tidur dengan nyenyak, terima kasih sudah bertanya. Ada rencana apa hari ini?" tanya Silencia sambil berdiri.
"Nona harus sarapan di ruang makan hari ini, Yang Mulia sudah menanti," jawab Tessa.
Silencia mengingat bahwa ia harus berkeliling kastil hari ini bersama dengan Ares.
"Benar, hampir saja aku lupa. Terima kasih Tessa," kata Silencia sambil tersenyum.
Setelah selesai mencuci mukanya, dengan dibantu Tessa, Silencia segera berpakaian dan mengepang rambutnya yang panjang.
"Permisi, Nona," Thorne mengetuk pintu, "Yang Mulia sudah menunggu, saya akan memandu anda," ujarnya lagi setelah Tessa membukakan pintu.
Thorne mengantarkan Silencia melalui lorong-lorong kastil yang sepi. Mereka melewati beberapa pintu besar yang terbuka lebar. Pintu yang menunjukkan kekayaan dan kemakmuran kastil tersebut. Para pelayan dan ksatria lalu lalang, mereka tampak sibuk.
Thorne dan Silencia tiba di gerbang ruang makan, Thorne membuka gerbang itu dengan perlahan lalu mempersilakan Silencia untuk masuk. Silencia melihat ke atas dan terpesona dengan atap ruangan yang terbuat dari kaca patri yang menjulang tinggi.
Ruangan itu terasa sangat besar. Dindingnya terhias dengan lukisan-lukisan yang menggambarkan sejarah kastil, sementara lantai kayunya yang polos diberikan sentuhan oleh karpet bunga merah yang indah.
Silencia melangkah maju, merasakan bunyi atau getar dari setiap langkah yang ditempuhnya. Ia menyadari ada seseorang yang sudah menunggunya.
"Silencia, silakan duduk," Ares berdiri menyambutnya. Seorang pelayan baru saja selesai meletakkan piring-piring makanan yang dibawanya menggunakan troli.
"Yang Mulia," Silencia membungkuk hormat.
Ares memperhatikan Silencia dengan seksama, ia begitu anggun cantik dan menawan. Ares merasa kagum dengan ketenangan yang terpancar dari wanita muda itu. Rambutnya yang putih-perak mengalir tergerai di bahunya, dihiasi dengan bunga kecil yang mengeluarkan wangi yang lembut, hiasan sederhana namun apapun yang dikenakan Silencia terlihat indah.
Ares menarik napas dalam-dalam, menahan keinginan untuk menyentuh lembut rambut Silencia. Ia mengangkat tangannya dan menutup matanya sejenak, mencoba menenangkan diri. Dia mungkin terlihat dingin di luar, tetapi hatinya berkobar dengan ketertarikan pada wanita ini. Wajahnya merona, ia tergila-gila dengan Silencia.
"Ares, apakah kau baik-baik saja?" tanya Silencia khawatir, dia menjulurkan tangan namun di tepis oleh Ares. Silencia terkejut dan menarik kembali tangannya.
"Ah, tidak, aku tidak apa-apa." Ares sedikit merasa bersalah. Ia tidak ingin menambahkan kesan yang buruk, "mari kita makan," bujuknya.
Silencia duduk di sisi kanan Ares. Aroma dari hidangan lezat mengisi ruangan, campuran rempah-rempah dan bumbu yang diolah secara lezat. Uap yang mengepul dari hidangan itu menggelitik indra penciuman Silencia. Ia menutup matanya dan mengambil nafas dalam-dalam, menikmati momen itu.
Ares menatap gerak-gerik Silencia lagi, senyum tipis terukir di bibirnya. Ia sengaja meminta koki menyajikan makanan yang tidak terlalu asing bagi lidah orang yang pertama kali ke utara seperti Silencia, dan nampaknya itu berhasil.
Silencia membuka matanya dan bertemu dengan pandangan Ares. "Ini terlihat luar biasa, Ares," katanya, mengambil garpu dan pisau. Dengan perlahan mencicipi hidangan di depannya.
"Aku senang kau menyukainya," Ares tersenyum, bangga akan kokinya.
Mereka terus makan dalam keheningan selama beberapa menit, menikmati makanan dan kehadiran satu sama lain. Namun, kemudian, Ares berbicara, "jadi, Silencia," katanya, menyeka mulutnya dengan serbet. "Aku sudah berpikir tentang apa yang kau katakan semalam."
Silencia mengangkat alisnya. "Apa yang aku katakan?" ia lupa. Mungkin karena rasa makanan yang ia cicipi terlalu nikmat.
"Oakvalley. Kau bilang ingin melakukan sesuatu di sana," jelas Ares sambil menaruh garpu dan pisaunya.
"Ah, ya, betul. Aku ingin menggali di sana. Mungkin aku akan mencari beberapa pekerja dan memulai prosedurnya," Silencia kemudian turut meletakkan garpu dan pisau makannya.
"Apa yang menurutmu ada di bawah tanah Oakvalley?" tanya Ares dengan serius. Silencia tahu bahwa ia hanya perlu satu alasan kuat untuk membuat Ares mendukungnya. Silencia adalah wanita pintar, ia tidak bisa mengatakan dengan jujur kalau ia mengetahui dari karya asli.
"Kau ingat saat kita hendak memasuki portal sihir?"
Ares mengangguk tanpa suara.
"Apakah kau memperhatikan kondisi tempat dimana portal sihir itu berada?" Silencia mulai melempar petunjuk-petunjuk kecil kepada Ares.Ares berpikir sejenak lalu membuka mulutnya dengan ekspresi terkejut. Mengapa ia tidak pernah menyadari itu sebelumnya.
Wilayah di sekitar portal sihir begitu kering dan tandus karena portal sihir menyerap energi alam. Itulah yang terjadi pada Oakvalley.
Silencia tahu, dari karya aslinya bahwa sejak dulu kala, banyak kekuatan magis yang terkait dengan wilayah tersebut karena tanah itu adalah tempat para naga hidup dan mati. Keberadaan naga dan sihir di dunia ini tidak terpisahkan karena naga dianggap sebagai makhluk magis yang memiliki eksistensi sihir tinggi. Ketika seekor naga mati, darah nya akan mengkristal sementara tubuh dan tulangnya akan musnah menjadi abu.
Darah naga yang mengkristal menjadi batu mana yang mampu membuat siapapun penggunanya tidak kehabisan mana saat merapal sihir jika batunya sebesar kepalan tangan
Silencia menjawab pertanyaan Ares dengan perlahan, hampir seperti menyanyikan sebuah dongeng, "Ada banyak rahasia yang terkubur di sana. Aku yakin."
Ares memperhatikan wajah Silencia, ia tahu bahwa wanita berusia dua puluh satu tahun itu sedang serius dan tekadnya sudah bulat untuk memulai eksplorasi di Oakvalley. Ares menghela nafas dan melanjutkan bicara, "Aku mengerti. Tapi, semua ini tidak akan mudah, apalagi kita tidak tahu apa yang ada di sana."
Ia hanya khawatir akan kesehatan Silencia. Ares selalu melindungi Silencia, dan pikiran tentangnya menjelajahi yang belum diketahui membawanya kepada ketidakpastian. Ia tidak bisa membayangkan jika terjadi sesuatu pada Silencia, terutama karena Silencia adalah satu-satunya hal yang masih dimilikinya di dunia ini.
Pikirannya berlomba dengan semua bahaya yang mungkin dihadapi Silencia selama menjelajahi Oakvalley yang misterius. Dia khawatir tentang binatang liar, medan yang berbahaya, dan kecelakaan yang tak terduga yang mungkin menimpanya. Ares berharap bahwa Silencia akan mempertimbangkan kembali keputusannya.
"Apa kau benar-benar yakin dengan keputusan ini?" tanya Ares lagi.
Ares tidak ingin Silencia merasa dikekang untuk melakukan apa yang ia inginkan."Ya," sahut Silencia pendek dengan mata yang berbinar. Siapa yang mampu menolak ketika wajah cantik dengan mata birunya menatap Ares dengan penuh harapan seperti itu.
Ares tersenyum, ia benar-benar tidak bisa menang melawan Silencia. Gadis ini adalah segalanya baginya, "baiklah, ayo kita bentuk tim dan lakukan penjelajahan nanti," Ares berjalan ke arah Silencia dan mengulurkan tangannya.
"Mari kita berkeliling kastil lebih dahulu," tawarnya diiringi senyuman riang Silencia yang menyambut tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duke's Adopted Daughter (REVISI)
RomanceSuatu hari Hasegawa Aya, seorang wanita berusia 30 tahun mengalami kecelakaan sepulang kerja, dan ketika bangun, ia mendapati dirinya berada di dalam sebuah novel online yang terakhir dibacanya sebelum tewas. Berawal dari rasa simpatinya semasa hidu...