2. Tunangan?

23 9 0
                                    

Shakara menepikan motornya di pinggir jalan, lalu turun dan membawa Lavena berjalan menuju ke suatu tempat. Tempat yang sudah Shakara persiapkan sejak kemarin. Tempat yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya.

"Ini kita mau kemana?" tanya Lavena saat mereka berjalan beriringan melalui jalan setapak yang kanan kirinya hanya terdapat pepohonan.

"Kalau aku bilang sekarang namanya bukan surprise dong," balas Shakara membuat Lavena cemberut.

"Lama banget sampainya," keluh Lavena saat merasa belum juga sampai ke tujuan. Padahal mereka sudah berjalan lama meninggalkan jalan raya.

"Sabar, bentar lagi sampai. Kaki kamu masih sakit?" tanya Shakara sambil memperhatikan kaki Lavena yang sudah dibalut dengan sendal jepit usai pulang dari sekolahan. Katanya Lavena tidak sanggup jika terus-menerus memakai heels.

"Udah mendingan dikit."

"Mau aku gendong?" tawar Shakara yang langsung dipelototi Lavena.

"Gak usah, aku berat."

"Emang."

"Shakaraaa!" Lavena mencubit lengan Shakara hingga cowok itu mengaduh kesakitan.

"Sembarangan! Aku nggak gendut loh ya!" peringat Lavena tersirat ancaman.

Shakara hanya mengangguk sambil menahan senyum.

"Kita sampai."

Langkah keduanya terhenti. Lavena memperhatikan sekelilingnya.

Detik itu juga Lavena tak berkedip sambil membekap mulutnya tak percaya. Tak jauh di depannya saat ini terdapat sebuah danau yang pinggirannya dikelilingi oleh tumbuhan bunga mawar warna-warni, yang tumbuh abstrak tak beraturan, namun terlihat cantik.

Kemudian tak jauh disana ada sebuah taman kecil yang dihiasi lampion-lampion yang menggantung disekelilingnya. Juga terdapat dua kursi kayu dan satu meja berbentuk bulat yang sepertinya memang disediakan.

Namun bukan itu yang menarik perhatian Lavena saat ini. Melainkan, sebuah makanan yang tampak tertata rapi di atas meja. Makanan ala restoran yang entah kapan Shakara persiapkan.

"Kita duduk disana yuk!" ajak Shakara menarik tangan Lavena menuju kursi itu.

Shakara menarik satu kursi untuk Lavena, sementara kursi yang satunya untuk dirinya.

"I-ini—"

"Semuanya buat kamu."

Lavena tak bisa menahan keterkejutannya. Apalagi ketika Shakara tiba-tiba saja duduk berlutut disampingnya. Kemudian menarik kursi Lavena agar beralih menghadapnya.

"Ka-kamu mau ngapain?" heran Lavena.

Tapi Shakara hanya tersenyum simpul, lalu mengeluarkan sesuatu dari balik saku bajunya. Sebuah liontin.

"Lavena, maukah kamu selalu ada disampingku? Melangkah bersama dan tidak meninggalkanku?" tanya Shakara menatap dalam manik mata Lavena.

Menelan ludah susah payah, Lavena yang susah berkata-kata pun hanya mengangguk kecil sebagai jawaban. Tanpa Shakara ketahui jika jantungnya saat ini tengah disko maraton.

"Terimakasih. Maaf aku nggak bisa seromantis cowok lain. Ini bukan barang mewah, ini cuman hadiah kecil yang bisa aku kasih buat kamu," ucapnya sambil tersenyum manis. Kemudian Shakara mulai memakaikan liontin silver berbandul love kecil di leher Lavena yang terlihat pas dan cantik.

"Cantik, kayak orangnya," gumam Shakara yang berakhir dipukul oleh Lavena.

"Makasih Sha. Makasih buat semuanya. Kamu selalu tau apa yang aku suka dan ngertiin perasaan aku," ucap Lavena yang terharu dan mendadak ingin menangis rasanya.

LAVENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang