04. MDP : Adik

0 0 0
                                    

"Kini aku terjebak pada fatamorgana rasa yang diciptakan oleh pikiranku sendiri."

Ana.🌻

. . .📖. . .

-Stil in 2016-

"Aku melihatnya di sana. Sedang memegang piala sambil berpidato dengan karisma yang tak pernah lepas dari mata dan wajahnya." Batin Ana.

Pagi ini seluruh siswa SMA KQHS berkumpul untuk menyaksikan bukti keberhasilan yang diraih kak Namjoon. Saat mengikuti program pertukaran pelajar di Newzilen kemarin ternyata Namjoon menjadi satu-satunya murid yang mendapat skor toeic hingga 900 sementara nilai total sempurna yang di tentukan adalah 990. Jujur Ana tak tau apa itu, yang dia tau hanyalah dia ikut bahagia mengetahui kak Namjoon kembali memenangkan sesuatu.

"In self introduction and also in other communication activeities, pronauuns are frequently used to prevent unimportant repetition bla bla bla bla..

Sebenarnya otak Ana sudah mulai pusing. Layaknya knalpot motor tua yang sudah mulai berasap. Seperti itulah penggambaran otak Ana yang sendari tadi berusaha keras untuk mengerti apa yang kak Namjoon sampaikan pada pidato pembukaannya di depan sana. Batas kamus bahasa asing yang dia pahami hanyalah yes & No, sementara kak Namjoon berbicara layaknya bahasa inggris adalah bahasa Umun sehari-harinya. Dia benar-benar kamus berjalan.

"Baguslah pak Joy sudah kembali, aku dapat menghilangkan penatku lewat wajahnya lagi seperti biasa." Kata Sindy yang duduk tepat di samping Ana.

"Ayolah Sindy dia lebih tua dari kita."

"Ana, dengar ya. Di umur 34 itu adalah masa-masa pencarian suger Beby lho! Aku tentu akan masuk kriterianya dengan mudah." Jelas Sindy dengan ke-pdan yang melampaui batas.

Aneh memang sahabat Ana ini, disaat yang lain terpesona dengan ketampanan kakak kelas yang baru kembali, Sindy malah terpesona dengan guru pendamping yang juga baru tiba.

Pak Joy memang sangat tampan, bahkan tak bosan jika di lihat. Namun ayolah, dia sudah beristri!

"Kadang aku meragukan kewarasan Sindy." Batin Ana heran sambil memandangi spesies di sampingnya ini.

. . .📖. . .

Hari kepulangan Namjoon membuat hari-hari Ana kembali berwarna. Kegiatannya untuk mengikuti Namjoon di jam istirahat bisa ia lakukan lagi sekarang. Mungkin karena inilah Ana jarang mendapat keberuntungan, karena semuanya telah habis saat dia melihat lelaki dengan tinggi 178cm itu. Dimana pun, kapan pun, dan dalam keadaan apapun jika melihat kak Namjoon, rasanya ada ribuan keberuntungan yang datang dalam hidup Ana. Atau seperti itulah yang dia pikirkan.

Namjoon itu saat makan terbilang orang yang tenang, dia tak suka melakukan dua hal sekaligus seperti makan sambil berbicara atau makan sambil membaca buku. Kak Namjoon juga tak suka saat ada yang menyentuh pakaian seragam yang rapih dan bersih miliknya. Bukan tanpa sebab, lelaki itu sadar ada ribuan paparazi di sekitarnya yang membuat dia harus tetap rapih, terlebih jika menyangkut keluarganya.

Memperhatikan Namjoon saat membaca di perpustakaan adalah yang paling mudah. Keseriusan lelaki itu saat membaca membuatnya mengabaikan semua hal hingga tak pernah menyadari Ana yang selalu menatapnya dengan tatapan berbinar.

Tapi layaknya manusia biasa yang mempunyai insting saat di perhatikan. Sealu saja ada sensasi yang mendebarkan jika kak Namjoon berbalik menatap sekeliling karena merasa di ikuti atau di perhatikan. Jika itu terjadi dan Ana langsung buru-buru bersembunyi lalu merutuki dirinya dalam hati.

"Demi Dewi Fortune! Please! Jangan liat aku!"

Ana sayangnya gadis normal dan bukan perempuan pintar yang tahan dengan perpustakaan. Gadis itu sering ketiduran kala memperhatikan Namjoon di perpustakaan hingga sering kali di marahi Bu Ainun selaku guru penjaga. Meski begitu walaupun sudah berkali-kali di marahi gadis berkacamata itu tetap tidak jera dan masih melakukan hal yang sama asalkan gajinya tak di potong, Ana sepertinya tak masalah di marahi.

My Dream Pince Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang