14. MDP : Sadar Tak Sadar

1 0 0
                                    

"Kadang kita harus tau kapan waktu percaya diri dan kapan waktu sadar diri."
Ana.🌻

... 📖 ...

Kini ana terjebak di pemikirannya yang terus memutuskan apa sudah waktunya melepas sesuatu yang memang dari dulu tak bisa dan tak akan pernah bisa dia miliki? Nyatanya realita mencintai kak Namjoon memang bukan untuk Ana sejak Awal.  Seharusnya gadis itu sadar diri sebelum sakit hati seperti sekarang. Namun mau bagaimana? Teguran tuhan dengan melihat kak Namjoon berciuman langsung dengan gadis lain adalah hal yang pantas Ana lihat. Mungkin ini semua bertujuan membuat hatinya sadar untuk melupakan pangeran yang hanya bisa dia mimpikan itu.

"Sekali jadi pangeran impian, selamanya hanya akan jadi impian." Gumam Ana lesu saat melihat buku diary miliknya.

Sekarang seharusnya dia tidak memerlukan buku berisi khayalannya ini lagi kan? Harus dia apakan buku ini? Di buang? Ana sudah tak tau lagi.

Gadis itu masih terduduk lesu di depan meja kantin dimana ada Sindy yang menatapnya dengan tatapan yang prihatin. Gadis ini benar-benar dalam tahap putus cinta kuadrat. Jika tidak di selamatkan, mungkin Ana akan berakhir mogok makan selama sepekan. Dan jika berat badan Ana turun nantinya, Maudy ibunya akan membanding-bandingkan tubuh Ana yang langsing dengan dirinya yang gemoy ini. Hal terburuk, ibunya bisa memaksanya untuk diet lagi!

Astaga! Bisa gawat jika perut gemoynya hilang begitu saja. "Tidak-tidak! Aku tak boleh membiarkan ini terjadi!" Gumam Sindy yang langsung mengambil perhatian Ana. "Ada apa?" Heran Ana.

Sindy menggebrak meja pelan. "Ana! Dengar ya, jangan terpaku pada pria idamanmu itu!" Ucapnya pasti.

"Meskipun kak Namjoon itu tampannya kelewat batas, walaupun pandai dan selalu juara kelas, walaupun dia sangat tinggi, kaya bergelimang harta, baik hati pada semua orang, dan seratus persen menjadi tipe ideal kita semua-.."

"Kau tak akan membantu jika terus memujinya begitu Sindy." Putus Ana. Bagaimana bisa dirinya bisa mulai melupakan Namire Joonatan itu jika sepupunya ini terus saja memuji kak Namjoon depannya seperti ini?

"Maaf-maaf, aku terlalu banyak bicara," Kekehnya membuat Ana memutar mata malas.

"Intinya Ana, kau harus move on! Pasti banyak lelaki lain yang menunggumu di luar sana. Pasti ada sesama pengguna kawat gigi yang mempunyai vetis dengan tali kawat berwarna hitammu itu." Ucap Sindy girang.

Ana yang tersinggung langsung menutup mulutnya. Sepupunya ini memang paling tak bisa di mintai saran atau memberikan saran yang membangun. "Sudah lah Sindy, aku pergi."

"Eh, jika kau keluar bisa-bisa kau bertemu dengan kak Namjoon lagi nanti-"

"Aku akan langsung lari, tenang saja." Putus Ana tegas sebelum akhirnya pergi ke kamar mandi.

Gadis itu menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi, memang benar apa yang Sindy katakan. Sudahlah tak pernah mengurus diri, mana mungkin kak Namjoon mau bersamanya.

Entah sudah berapa kali Ana prihatin melihat dirinya sendiri di cermin. Jika saja dia tidak memakai sun scream mungkin wajahnya benar-benar polos tanpa perlindungan. Rambutnya juga tak pernah di style gaya lain selain di kuncir dua dan di beri hiasan pita. Ditambah kawat gigi bertali hitamnya ini membuat Ana semakin pesimis dengan penampilannya.

Jika saja Ana cukup beruntung di datangi ibu peri yang bisa membuatnya cantik jelita dalam semalam layaknya Cinderella. Walau hanya sampai tengah malam pun pasti Ana akan sangat bahagia. Atau jika saja dia terlahir cantik jelita seperti putri salju yang memiliki kulit seputih salju, bibir semerah darah, dan rambut hitam sepakat malam. Mungkin nasibnya tak akan seperti ini.

My Dream Pince Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang