01. PINTU

562 46 5
                                    

"Umur berapa sekarang, Mas?" Pak Aman menyela obrolannya sambil menepuk pundak Rony. Laki-laki yang datang ketiga kali ke tempatnya. 2 tahun yang lalu, ketika organisasi di kampusnya mengadakan kebaktian sosial selama 2 pekan di desa Pak Aman dan 3 bulan lalu ketika ingin memantapkan hatinya untuk memeluk agama islam / muallaf di masjid milik Pak Adi.

3 hari lalu, laki-laki berusia 24 tahun itu kembali mengunjungi kediaman Pak Aman hanya untuk silaturahim.

"24, Bi." Abi, panggilan untuk Pak Aman dari para remaja masjid baik laki-laki maupun perempuan tak terkecuali Rony.

"Planning nikah usia berapa?" Tanya Pak Aman terkekeh pelan. Tangan beruratnya kembali menepuk lembut bahu Rony yang kini menundukkan kepalanya sebagai tanda sungkan dengan senyum sopannya.

"Atau sudah ada calonnya?" Tembak Pak Aman.

"Belum, Bi." Jawaban Rony kilat. Ditambah dengan tatapan penuh percaya diri ketika menjawabnya.

"Kalau sudah mau nikah, bilang saya. Kalau mau nanti saya carikan. Kriterianya kayak gimana bilang aja."

"Pastinya, yang bisa meneguhkan hati Rony Bi. Dan juga menerima status Rony yang seorang muallaf."

"Kriteria yang lain?"

"Ngga ada, Bi. Itu saja."

"Ngga usah minder, Ron. Ngga usah insecure juga. Kita usahakan yang terbaik tapi kita siapkan yang paling terburuk." Pak Aman seolah mengirimkan keyakinan kepada Rony yang sedari tadi sangat sulit membalas tatapan mata Pak Aman. Dan untuk tuah terakhir ini, Rony memilih tak menjawab.

"Boleh saya cerita?" Pak Aman menunggu persetujuan Rony. Dan ya, pasti Rony menyetujuinya.

"Ada seorang gadis. Umurnya sebentar lagi masuk 20 tahun. Sejauh ini dia sangat berbakti kepada orang tuanya. Ngga pernah ngebantah tapi juga setelah diskusi panjang. Kebetulan waktu SMP, ibunya meninggal dunia karena sakit. Dia hancur, Ron. Tapi hebatnya, dia masih seperti memiliki sayap yang sempurna. Dia ceria, tapi saya tidak tau seberapa hebat tangis yang dia sembunyikan."

"Saat ini dia sedang ada di Jakarta. Katanya pingin jadi designer ngelanjutin pekerjaan Ibunya dulu yang seorang penjahit terkenal disini." Pak Aman terkekeh sedikit setelah mengatakannya.

"Bapaknya gadis itu setiap malam tidak bisa tidur karena khawatir dengan anak gadis semata wayangnya yang jauh disana. Dia kadang keras kepala, gengsinya juga tinggi tapi manjanya juga maa syaa Allah. Dia dewasa di usia yang masih belia. Kalau misalnya saya tawarkan ke kamu, kamu mau?" Pak Aman menatap teduh manik Rony yang sedikit terpaku dengan ujung kalimat Pak Aman.

Dia sudah sangat familiar dengan cerita tentang perjodohan bahkan ketika belum ada pertemuan sama sekali. Dan menurut hasil risetnya sendiri, pernikahan semacam itu 99% banyak yang terlihat sangat manis.

"Menurut Abi, saya bisa jadi imam yang baik buat dia?"

"Tidak ada imam yang sempurna. Tapi ketika kita bertemu dengan seseorang yang sama-sama mau belajar, in syaa Allah kita akan selalu bersyukur. Dan mungkin itu yang akan membuat kita merasakan kesempurnaan. Dan in syaa Allah, kamu bisa bertanggung jawab atas dia."

Rony meneguk saliva-nya. Nafasnya tiba-tiba melambat dari dada hingga tenggorokan. Kalau disadari, keringat kecil-kecil membasahi ujung keningnya.

Pak Aman mengeluarkan handphone dan menunjukkan wajah cantik manis seseorang. "Ini orangnya. Kamu tau?"

"Daisya, bukan?" Tebak Rony. Pak Aman tersenyum manis menatap pupil mata Rony yang melebar.

"Kamu mau?" Tanya Pak Adi.

SEYMA DAISYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang