02. RUMAH

314 41 7
                                    

"Ngga takut penerbangan kan?" Rony bertanya dengan nada teduh. Dey tersenyum tipis sebagai jawaban iya. Setelahnya, tidak ada lagi obrolan yang dimulai Rony. Laki-laki itu juga tidak mengerjakan apapun. Hanya diam menikmati penerbangan. Dey salah tingkah dan merasa serba salah. Tidak nyaman juga menguasai perasaannya.

Dari tadi, Rony tidak seramah itu tapi juga tidak tampak bahwa dia ingin bersikap dingin padanya. Entahlah, baru satu hari satu malam sudah banyak pertanyaan yang memenuhi kepala Dey.

Tanpa pamit, Dey mencoba memejamkan mata. Bukannya tenang, justru semakin berisik yang dia dapatkan. Pertanyaan semakin banyak muncul tanpa bisa dihindari.

Ini pernikahan macam apa?
Bagaimana nanti ke depannya?
Dan, apakah pernikahan seperti ini akan bertahan?

"Allah... Kalau ada yang salah, tolong perbaiki dengan cara-Mu." Gumam Dey dalam hati.

Miris, pedih, bingung dan seabrek perasaan yang mendesak semakin membuatnya sesak. Saat ini, tidak ada yang berubah. Diri sendirinya lah yang akan memeluk seluruh rasa. Diri sendirinya lah yang akan menenangkan gejolak di hatinya.

Dey melirik ke arah Rony yang tampak tenang dalam diam. Sudah tau kepalanya penuh, Dey masih menambahi dengan rasa penasaran tentang isi kepala 'suaminya' itu.

****
Kamar yang disediakan Rony hampir sama dengan tata letak kamarnya. Namun ukuran sofanya lebih lebar dan tampak lebih mahal daripada miliknya.

Dey menatap sofa itu dengan satu pertanyaan. "Apa nanti malem Kak Rony bakal tidur disitu lagi?" Tanyanya dalam hati saat Rony sedang beraktivitas di kamar mandi.

"Mau makan apa?" Tanya Rony ketika baru saja keluar. Kakinya masih dia keringkan di atas keset.

Dey tak langsung menyahut. Bukan hanya memikirkan satu jawaban. Namun juga berbagai pertanyaan yang muncul begitu saja.

"Dey..." Panggil Rony sekali lagi. Maju 2 langkah dari tempat pada pertanyaan pertama.

"Aku gabisa masak." Jawab Dey lirih.

"Tadi saya tanya mau makan apa. Mau pesen apa cari di luar?" Rony mengganti pilihan agar Dey tak kesulitan menjawab.

"Pesen aja, Kak."

"Apa aja mau?" Tanya Rony lagi.

"Aku alergi kerang."

Rony keluar dari kamar mereka entah kemana. Dey hanya menatap punggung suaminya yang dalam hitungan detik sudah menghilang dari pandangan. Menghela nafas dan menghembuskannya pelan.

"Maa... Ini gimana?" Gumamnya pelan. Kedua tangannya menutupi wajah sendu yang berusaha dia sembunyikan.

Selang 15 menit, Rony kembali masuk ke kamar. Tidak, hanya berhenti di ambang pintu.

"Makannya udah siap. Mau makan di ruang makan apa di ruang keluarga?" Tanya Rony teduh.

"Terserah Kak Rony aja." Jawab Dey samar. Rony tersenyum sangat tipis. Meninggalkan Dey setelah mengajaknya makan.

"Segini?" Rony memastikan porsi Dey. Gadis itu terkesiap. Dia pikir, Rony mengambil jatah untuk dirinya sendiri.

"Kak, biar aku aja."

"Gapapa." Singkat. Hanya itu yang terlontar dari bibir Rony diiringi senyuman yang sedikit merekah namun tanpa tatapan.

"Masalah makanan ngga usah sungkan. Depan komplek sana banyak makanan enak-enak dan hampir lengkap."

Lagi-lagi, Dey hanya diam mendengarkan.

"Kak, besok aku udah mulai ngampus. Berangkat sama Qiya gapapa?"

SEYMA DAISYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang