Intro

2.1K 63 1
                                    











Luna baru saja menyelesaikan kelas terakhir nya, dan berniat untuk pulang. Namun, Mengingat agenda malam ini sepertinya ia harus menyelesaikan setumpuk tugas yang selalu ia tunda untuk dikerjakan, Luna sepertinya membutuhkan kafein malam ini.

Kakinya melangkah kedalam salah satu coffee shop yang tak jauh dari kos nya. Ia memesan ice americano untuk di-take away. Sembari menunggu, Ia membuka sosial media.

Luna Feiyza, anak rantau berumur 22 tahun yang menumpuh perkuliahan di salah satu universitas di Jakarta. Ia mengambil jurusan Sastra Inggris karena itu pilihan sang ibu. Awal rencana, Ilmu Komunikasi adalah pilihan pertama, Sayang nya ia gagal. Mau tidak mau, Iya harus mengikuti permintaan kedua orang tuanya, Karena bagaimanapun ia masih dibiayai oleh mereka.

"Atas nama Luna"
Luna menoleh, Ia beranjak dari duduk untuk mengambil pesanan nya. Sebelum pergi, tak lupa ia mengucapkan terima kasih.

Di perjalanan pulang, semua nya seperti biasa. Orang-orang melakukan kegiatan nya masing-masing. Sesekali ia bersenandung untuk menghilangkan rasa bosan.

Luna berjalan dengan santai sebelum ia mendengar beberapa sorakan perempuan dari arah berlawanan. Sedikit bingung dengan apa yang terjadi didepan sana. Tak disangka, rombongan itu bergerak dengan cepat, Luna terdorong kesamping yang membuat ice americano nya terjatuh dan tumpah.

"Sialan lu pada"
Dengan kesal ia menatap security yang mendorong nya tadi. Terlihat security itu tengah menjaga beberapa pria dengab perawakan tidak seperti dari Indonesia. Sepertinya Pria-Pria itu yang membuat segerombolan perempuan berdatangan.

Sempat Luna membuat eye contact dengan salah satu dari mereka untuk beberapa detik.

Sorot matanya menoleh ke arah bawah, tepat dimana ice americano tergeletak berantakan. Tak mungkin ia harus membeli lagi, Karena Uang nya bukan hanya untuk itu saja.

Akhirnya Luna pulang dengan perasaan begitu kesal dan marah. Entah itu dari segerombolan Perempuan, Security, dan Pria sialan itu, Luna sangat membencinya.

Espresso + Rafael StruickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang