"SUDAH kubilang, jangan memasuki kamarku tanpa izin," Zayd tampak murka dan tepat setelah itu air mata Bairot mengalir mengujutkannya.
Bairot tergelak tipis di antara kesedihan dan kemarahnnya, kemudian menyeka air matanya dan menarik napas sejenak. "Nada seperti itu, seharusnya, aku yang mengeluarkannya," marahnya dengan suara tandas. "Enam belas tahun..." lanjutnya, dengan sedikit menoleh tetepi arah pandangnya tertuju pada Zayd, "...aku percaya kepadamu dan keluargamu!" serunya, membuat Zayd membelalak, terkejut dan tampak tak percaya atas apa yang Bairot katakan. "Aku sangat menyayangimu, ibumu dan ayahmu..." sambungnya dengan nada marah, "...semua aturan di rumah ini membuatku bingung selama enam belas tahun," Air matanya terus mengalir. "Dan..." lanjutnya dengan nada lebih rendah, Bairot perlahan menghampiri Zayd, "...aku telah mengetahui semuanya, ibu dan ayahku telah meninggal..." Zayd menggigit bibir dan merasa bingung, "...kau mengetahuinya, tetapi mengapa kau diam?" Bairot kembali membentak saudara angkatnya.
Langkah Bairot berhenti sekitar dua meter dari tempat Zayd berdiri, "Aku menginginkan peluk seorang ayah dan ingin keakraban seperti yang diarasakan anak gadis lain," jelasnya dengan nada lebih rendah, "Aku tidak butuh aturan aneh yang membingungkan, aku tidak butuh keluarga palsu!" sambungnya kembali berseru kemudian berjalan keluar ruangan sembari menabrak bahu Zayd dan meninggalkannya.
Zayd memejamkan kedua mata sembari menarik napas, lalu mengembuskannya, kemudian berbalik untuk mengejar Bairot, ketika akan memasuki kamar adik angkatnya, ia mendapati pintunya tertutup cukup keras. Bairot bersandar di sebalik pintu kamarnya. "Tolong, dengarkan aku Bairot..." gumam Zayd sedikit berseru, berharap Bairot mendengarnya, "kami...kami melakukannya untukmu tetap tinggal bersama kami, ibuku, tidak ingin kau merasa sungkan terhadap kami, atau sedih ketika mengetahui keluargamu yang sesungguhnya..." Zayd mengangkat satu tangan kemudian mengetuk pintu, "...Bairot, tolong, jangan salah paham..." lanjutnya dengan perasaan bersalah, "...Bairot?"|
Tak lama setelah itu pintu rumah tampak terbuka dan sesaat kemudian Nahla dan Abdallah muncul, sembari mengucapkan salam. Mereka baru saja kembali dari supermarket untuk berbelanja bahan makanan, Zayd dengan kaos berwarna kelabu dan celana denim berwarna lebih gelap menuruni anak tangga untuk segera menemui Nahla dan Abdallah, kemudian mengajak mereka duduk di atas kursi ruang tamu setelah menyimpan barang belanjaan di atas meja dapur, dan menceritakan kejadian sebelumnya, keduanya tampak terkejut dan tidak percaya, bagaimana bisa hal itu dapat terjadi hanya karena kecerobohan Zayd, dalam menyimpan barang pribadinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonder Colours: Bairot's Uncolorful Family
FantasySejak Hari Milad-nya yang keduabelas Bairot mulai mengalami siklus haid pertamanya, dan mulai menutup auratnya secara sempurna. Ia mengira bahwa hal tersebut akan menjadi momen menyenangkan. Akan tetapi beberapa aturan di rumahnya cukup aneh dan tak...