JAM saku yang terletak di atas meja berdering menandakan waktu subuh telah tiba dan Bairot masih berbaring dengan selimut hitamnya di atas ranjang. Beberapa saat kemudian gadis itu membuka kedua mata, mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang. Menutup mulut dengan satu tangan karena menguap, setelah itu menarik tubuhnya bersandar pada papan sandar ranjangnya. Menggosok mata kemudian membaca doa, sekiranya sudah cukup segar Bairot melepas selimut, turun dari atas ranjang, beranjak menuju kamar mandi dalam ruang kamarnya lalu memasukinya. Sementara itu Abadallah, Zayd dan Nahla yang telah siap lebih dulu membentangkan sajadah pada sisi kosong lain bawah rumah mereka, tak lama setelah itu akhirnya Bairot muncul dari arah tangga menuju ke sana dengan mukena miliknya. "Ayo, Nak!" ajak Abdallah berharap putrinya bisa melangkah lebih cepat.
Marlen mendorong terbuka pintu kamar kedua putri kembarnya, sedikit dikejutkan oleh fakta bahwa mereka masih tertidur begitu pulasnya, sebagai seorang ibu jelas menginginkan kedua putrinya bangun pagi, jadi, kali ini ia berusaha untuk membangunkannya yang akhirnya itu sedikit berhasil. Yah! Keduanya terjaga dan bangkit duduk, namun setelah Marlen keluar dan menutup kembali pitunya, mereka hanya saling bertatap wajah dengan pandangan kantuk kemudian kembali terlentang dan tidur, oh, betapa malasnya mereka bangun pagi.
Abdallah mengucapkan salam untuk mengakhiri salatnya yang diikuti oleh jemaatnya, tepat setelah itu Bairot meninggalkan kebiasaan membaca quran-nya, demi untuk bisa memasuki kamar Nahla dan Abdallah untuk mencari data keluarganya. Dirinya amat berharap bahwa usaha pertamanya akan berhasil, menutup pintu, beranjak menuju lemari kemudian meraih gagangnya, menariknya terbuka, mulai mencari yang entah di mana Nahla menyimpan data keluarganya? Sayangnya ia tak menemukannya di tempat tersimpannya pakaian, yang sedikit membuatnya menyerah, akan tetapi Bairot berubah pikiran setelah mendapati sebuah laci panjang di bawahnya, itu cukup memberinya harapan semoga ia menemukan apa yang dicari di dalamnya, tak perlu berpikir panjang, langsung menariknya dan saat itu juga ia menemukannya.
"Anak-anak, aku akan tunggu kalian di meja makan..." Marlen berdiri di hadapan pintu kamar kedua putri kembarnya, "...sarapan sudah siap, jangan sampai terlambat," Marlen yang menyadari bahwa tiada respon apa pun dari kedua putrinya hanya berpikir mungkin mereka sedang bersiap, mengangkat satu lengan, tertunduk melihat jam tangan menunjukkan pukul 05.12 kemudian menurunkannya, merekahkan senyum sembari mengedikkan kedua alis kemudian beranjak meninggalkan pintu kamar tetap tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonder Colours: Bairot's Uncolorful Family
FantasySejak Hari Milad-nya yang keduabelas Bairot mulai mengalami siklus haid pertamanya, dan mulai menutup auratnya secara sempurna. Ia mengira bahwa hal tersebut akan menjadi momen menyenangkan. Akan tetapi beberapa aturan di rumahnya cukup aneh dan tak...