#3

253 35 1
                                    

Bab 3 : Hatiku, Hatimu

"Identitas kita terbentuk dari pengalaman, bukan harapan"

-Belleza Brigitta

.
.
.

"GITTA!!"

Gitta menoleh kebelakang, senyum manis terukir di wajahnya. "eh, Rissa. Udah dateng lo," serunya, melihat Carissa berlari menghampirinya.

"Lo budeg apa gimana sih? gue panggil dari tadi juga!" kata Carissa dengan napas yang terengah-engah

Gita hanya cengar-cengir, "Hehe, maaf, Sa."

Mereka berjalan di sepanjang koridor sambil ngobrol. Entah apa yang mereka bicarakan.

"Eh iya Risa, gue mau kasih bekal ke Genan dulu, denger denger Genan udah berangkat hari ini. Lo bisa duluan ke kelas, atau, lo mau ikut gue?"

Carissa menggelengkan kepala. "Pupus sudah harapan. Gue kira lo udah tobat karena kemaren ga nanyain Genan sama sekali, emang kemaren Genan ga berangkat?"

"Enggak, ayang kemaren sakit kata Aksa" jawab Gitta.

Genandrea Dion Radipta. laki-laki yang sangat Gitta cintai, lelaki dingin, cuek, dan juga tampan. sudah 4 tahun ia mencintai Genan, sejak mereka kelas 8. tapi bukan dicintai balik oleh Genan, tapi dirinya malah dibenci.

Dulu, ia memendam rasa itu. Namun saat kelas sebelas ini, ia malah mencintai Genan secara terang terangan membuat Genan risih bukan main.

Namun bukannya berhenti, Gitta malah semakin mengejar Genan.

Seperti saat ini contohnya. Gitta sedang mengantarkan bekal untuk Genan, walaupun sejuta kali sudah kena tolak. Tak heran Carissa mengira Gitta sudah tobat, karena kemarin tak membicarakan Genan sedikit pun.

Gitta memasuki pintu kelas XI IPA 1, mencari Genan. Saat memasuki kelas, mata Gitta langsung tertuju pada Genan, laki-laki yang sangat dicintainya.

Genandrea Dion Radipta, salah satu most wanted SMA Juara. Begitupun teman-temannya, mereka semua bagaikan pangeran yang selalu dipuja oleh semua orang, lebih tepatnya para perempuan.

Di sekolah ini, siapa yang tak kenal Genan dan kawan-kawan? sepertinya tak ada. Sebuah pertemanan yang sudah pasti isinya orang orang rupawan dan sempurna.

Pertemanan mereka terdiri dari enam orang. Mereka adalah Genandrea Dion Radipta, Aksara Sagael Ardenata, Haikal Brigenta Parmanta, Argantara Raherga, jangan lupa dua buaya darat Rian Ermaja, dan Keykan Kevin Witerta.

Mereka satu angkatan, hanya berbeda kelas saja. Genan, Haikal, dan Rian berada di kelas XI IPA 1, sedangkan Aksara, Kevin, dan Arga berada di kelas XI IPA 3, satu kelas dengan Gitta.

Gitta mendekat. "Selamat pagi semuanya, " sapanya dengan senyum.

"Hai Genan, aku bawain kamu sarapan nih. dimakan ya, ini menunya beda lagi dari sebelumnya, kok. Hari ini aku buatin sandwich spesial dengan ekstra cinta" kata Gitta.

Kevin, teman Genan, berujar. "Eh, Neng Gitta, ga bosen apa kasih abang Genan makan?"

Rian menambahkan, "Yang ada Genan yang bosen lah, Pin. Dari mukanya aja keliatan. "

"Pan pin pan pin pala lo. emang gue ipin, gue Kevin sorry. ingat, Kevin pake V bukan P. "

"Aelah sama aja"

Genan dan ketiga teman yang lainnya diam saja melihat interaksi Kevin dan Rian.

Dirasa situasi sudah pas, Gitta pun mulai membuka suara. "Genan, kamu kemarin sakit apa? kamu ga papa, kan? udah sehat?"

Genan yang awalnya sibuk bermain ponselnya mulai mendongak menatap Gitta dengan tatapan dingin. "Dari mana lo tau gue sakit?"

Gitta menunjuk Aksara. "Dia bilang."

Genan yang mendengar jawaban Gitta pun menoleh kepada Aksara seakan meminta jawaban, bukan hanya Genan lebih tepatnya, tapi semua. Aksara pun yang menyadari sedang ditatap menolehkan pandangannya. "Dia tanya" jawabnya singkat.

"lo ngomong apa sih, Sa? ngomong jangan setengah-setengah, dong!" cerocos Kevin sambil mengerutkan dahinya bingung.

"Gue tanya dia," Jelas Gitta yang tahu maksud Aksara.

"Eh, aku kesini mau kasih kamu bekal. Dimakan ya, ini aku buat dengan penuh cinta." Ucap Gitta saat ingat tujuan awalnya kesini.

Genan menatap Gitta dengan tatapan tajam. "Lo tau? gue benci banget sama lo. stop kirim gue bekal kayak gini. Jijik, tau ga?!"

Kevin menyela, "Wah, Genan, kasar banget, sih"

Genan menyerahkan kotak bekal kepada Kevin. "Buat lo!"

"Apa lagi? pergi."

"Pergi! lo tuli!?" Bentak Ganen membuat Gitta kaget

Gitta merasa sakit hati. Ia langsung pergi keluar kelas itu, dan ia akan pergi ke kalasnya yang berjarak 1 kelas dengan kelas Genan

"Gitta, lo gapapa?" tanya Carissa saat melihat Gitta dengan wajah murung.

Gitta mengangguk. "Biasa Ris. "

"udah gue bilang juga, lo ga bisa apa jauhin Genan?!. dia cuma buat lo sakit, mending cari yang bisa membahagiakan, diluar sana banyak cowo kali Ta." ucap Carissa menyarankan.

"ngomong doang mah gampang, ya!"

"emang gampang, makanya coba dulu. Cari cowok yang pasti pasti aja, Aksara misalnya. "

"emang Aksa cowok pasti?"

"ah, gatau. Ya pokoknya yang baik baik deh ga aneh aneh. "

"gue udah jatuh sama Genan, Ris. susah mau ngejauh. Lagian gue tau kok Genan itu aslinya ga sejahat itu," kekeh nya

"Iya iya, si paling cinta mati. "

.
.
.

Waktu pembelajaran sudah berakhir lima belas menit lalu. Saat ini Gitta sudah sampai di depan rumahnya. Usai memarkirkan mobilnya ia pun masuk ke dalam bangunan besar itu.

Plak

Baru selangkah memasukinya. Ia sudah disambut dengan tamparan keras dari ayah nya. Kepala nya menoleh ke samping, pipi nya memanas, darah segar Gitta rasakan keluar di ujung bibirnya.

Bibir Gitta perlahan tertarik, ia tersenyum kecil. Menatap Enggar dengan dengan tatapan sendu.

"Gitta pulang, ayah. " ucapnya

"Masih sempat kamu berucap begitu Gitta?!" jawab Enggar dengan nada marah. Ia beralih melempar Gitta dengan gumpalan kertas.

Gitta membungkukkan badan nya guna mengambil kertas itu. Ia membuka gumpalan kertas itu, terdapat hasil ujian matematika nya yang memiliki nilai 80.

"Kenapa hanya dapat delapan puluh? Ga belajar kamu ya! Tau nya cuma main terus. Sekarang masuk dan belajar. Ga ada makan malam untuk kamu. Ayah malu punya anak bodoh kayak kamu!"

"Ayah, kenapa selalu begini? kenapa Gitta ga sama kayak abang, abang dapat nilai dibawah tujuh puluh lima aja ga dimarahin, ini Gitta dapet nilai yang bisa dibilang tinggi yah! kenapa Gitta selalu dihukum?" Bela nya. Ia sudah muak.

Enggar membalikkan badan, menghadap ke jendela. "Kamu tidak bisa dibandingkan dengan siapa pun! Kamu adalah kekecewaan bagi ayah!"

Memang selalu saja begini. Setiap ia melawan dan melakukan pembelaan, hanya ada luka tambahan yang ia dapatkan.

"Aku juga anak ayah.." lirihnya.

"Enak aja kamu bicara! Kamu tidak tahu apa yang ayah inginkan!" dan langsung pergi begitu saja.

Gitta merasa hatinya remuk. Ia berlari ke kamarnya, menutup pintu dengan keras, dan terjatuh di atas tempat tidur. Air matanya mengalir deras, mengiringi kesedihannya.

"Gue bodoh, gue lemah," katanya pada dirinya sendiri. "Kenapa gue harus seperti ini?"

.
.
.

TBC

BRIGITTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang